Sekelebat bayangan menahannya. Kyara berhasil melompat kembali ke tepi.
Wanita itu terkesiap. Dia mundur beberapa langkah.
Bruk!
"Aduh!"
Aku tendang kakinya dari belakang hingga jatuh. Tidak disangka aku masih cukup kuat.
Bayangan tadi menjelma menjadi sosok pucat yang selama ini ditunggu.
"Nemy!" Aku lega melihatnya datang di saat yang tepat. Aku mendekat hendak memeluknya, tapi Nemesis justru menahanku.
"Ini bukan saat yang tepat," jelasnya.
"Pangeran! Putri!"
Kulihat Gill berlari ke arah kami. Vampir tadi terkulai di belakang, tidak bergerak selama beberapa saat.
"Berpencar!" seru Nemesis.
Aku jelas bingung. "Tap–"
Dum!
Nemesis menarikku. Melesat bagai cahaya sebelum kudengar dentuman keras entah dari mana. Ia lindungi kepalaku dengan kepalan tangan. Berdiri menunggu.
Masing-masing dari kami dijaga. Kini, Gill bersama Kyara dan aku bersama Nemesis.
Dua lawan kami berdiri. Masing-masing siap menyerang. Namun, tetap diam menunggu sesuatu.
"Tunggu apa lagi?!" seru si wanita pada rekannya.
Dum!
Cahaya biru menghiasi ruangan. Nemesis kembali menarikku menjauh sebelum terlambat. Aku mengikuti jejaknya sambil berusaha menghindari setiap rintangan.
"Mau ke mana?!" Wanita itu tertawa sebelum melesat ke arahku.
Kami sempat melompat. Membiarkan wanita itu menusuk udara dengan cakar. Ia jelas bukan vampir, bukan pula penyihir.
"Killearn." Ia mendesis, menatap Nemesis dengan tatapan haus darah. "Killearn!"
Nemesis mundur, memegang bahuku. Kenapa ia tidak mengubah wujud jadi kabut atau menghilang?
Saat itulah, aku mendapat jawabannya.
"Percuma saja!" seru wanita itu meski tanpa diminta. "Kami dengan mudah mencarimu karena baumu!"
Nemesis diam saja.
"Kamu bunuh kami di Shan!" lanjutnya. "Kini, terima dendam kami!"
Nemesis terus diam.
"Huft!" Wanita itu mendengkus. "Kau bahkan tidak merespons!"
Tetap hening.
Sementara wanita tadi terus mengoceh–saking cepatnya hingga aku melupakan detail itu–aku sempat melirik dari balik punggungnya.
Gill tampak terus menghindari serangan dari vampir, meski hanya dengan menangkis lalu mundur. Kendati demikian, ia maupun lawannya tampak kewalahan namun tidak mampu berhenti.
"Hisss ..." Vampir itu menerjang Gill. Ia hanya bisa mencakar dan meninju, senjata paling remeh. Gill tahan serangannya.
"Akh!"
Vampir itu meninju perut Gill. Dia ambruk.
"Gill!" seruku.
Gill lantas bangkit demi menatap wajah lawannya, vampir itu menarik leher, hendak menancapkan taring.
"Menjauh dari Guardian-ku!"
Bruk! Kyara pukul lawan kami. Hebatnya, vampir itu sampai terhuyung mundur meski hanya satu dua langkah.
Gill menjauh dan berdiri di depan Kyara.
"Jadi, kamu Putri Azeeza, hm?" Ia menatap tajam Kyara. "Anak terkutuk! Kamu dilahirkan dari kejahatan demi kejahatan pula!"
Kyara mengabaikan ujaran itu. Malah menjulurkan lidah.
"Eh?!" Aku terkejut.
Wanita tadi menyerangku dari belakang. Aku melesat mundur sebelum cakarnya meraihku.
Buk!
Nemesis melemparnya sekuat tenaga. Lawannya menghantam dinding gua. Dia memutuskan untuk menjauh.
"Kamu baik-baik saja?" Nemesis menghampiriku.
Aku terkesiap. "Awas!"
Nemesis mendorongku.
Wanita itu cakar punggung Nemesis. Begitu ia roboh, dia menindihnya dan mencoba menusuk leher dengan cakar.
"Hentikan!" Aku pukul wanita itu dengan dua kepalan. Berkali-kali dengan sekuat tenaga.
Dia menggerang, tapi tidak melepaskan.
Aku terus menyerang. "Jangan! Jangan sakiti Nemy!"
Krak! Aku tinju pipinya.
Akhirnya berhasil melepas gigitan.
Nemesis berguling menjauh sementara aku mundur sebelum wanita itu membalas tatapanku.
"Sungguh manis," ejeknya. "Padahal keluarga sama busuknya."
"Hentikan!"
Aku tidak tahan lagi!
Aku tidak mau Guardian-ku terluka!
Bruk!
"Remi!" Terdengar seruan Nemesis.
Begitu duduk, wanita itu berdiri tepat di depanku. Menatap tajam dengan mata emasnya.
"Aku tidak akan membunuhmu," ujarnya. "Tapi, kamu tidak boleh ikut campur!"
Ia menerjangku hingga aku terguling ke luar gua–
Duk!
–mengantam batu.
Aku tidak mampu menggerakan tubuh untuk melawan.
"Akh!"
Nemesis tinju kepala lawannya dari belakang.
"Nemy ... " Aku menutup mulut.
Lawannya menjerit, tapi tidak bisa menyerang lagi. Terdengar erangan dan seruan meminta ampun darinya.
"Jangan! Jangan!"
Entah apa yang membuatnya gelap mata dan mencabik wanita itu dengan membabi buta. Ia pamerkan deretan taring dan merobek sejumlah kulit darinya.
Aku mengalihkan pandangan selagi Nemesis menghabisi wanita itu.
Kulihat rekannya hendak mendekat, ditahan Gill.
"Apa maumu?!" tanyanya sambil memberontak. "Ia diserang!"
"Kamu tentu tidak mau mati konyol, 'kan?" balas Gill dengan gemetar.
"Lepaskan!" serunya.
Gill tidak menjawab. Ia biarkan vampir itu terus memberontak hingga tenaganya terkuras.
Kudengar vampir itu menjerit. "Kalian! Kalian monster–"
Si wanita menggerang. Tubuhnya telah hancur karena Nemesis. Daging tangannya rusak. Nyaris saja lepas saat itu juga.
Aku terdiri. Terpaku menyaksikan. Tiada yang mampu bergerak. Kulirik Gill dan Kyara. Mereka diam, membeku.
Jeritan lawan kami yang memohon ampun terus tergiang.
"Tolong! Jangan!" Ia menggerang. Entah kenapa, aku bergidik mendengar deritanya.
Rekannya berjuang memberontak ketika Gill menahan tubuhnya. Ia bahkan tidak menjadi kabut saking asyiknya menyerang.
"Jangan sakiti dia!" seru Gill.
"Ti–"
Nemesis lempar tubuh lawannya yang bersimbah darah, mengotori tanah. Wanita itu bagai gundukan daging kotor. Bergerak, menggerang lemah, hingga ...
Hening.
Tiada yang bersuara. Telingaku berdengung. Tidak mampu berpikir lagi. Melototi wanita itu.
Nemesis berdiri sambil mengatur napas. Ia mendekatiku.
"Monster!" Vampir itu meraung.
Gill menutup mulutnya.
Nemesis, anehnya, malah memeriksaku. "Kamu baik-baik saja?" bisiknya lembut.
Aku jelas kebingungan. "A ... Aku ..."
"Akh!"
Vampir itu gigit tangan Gill dengan ganas. Ia seketika lemas dan hampir jatuh.
Kyara sempat menahan tubuh Gill dan meninju vampir itu. Kepalan tangannya malah dicengkeram.
Kyara meraung. Tidak kuduga, dia menggigit tangan vampir itu.
Lawannya menggerang, melepaskqn Gill dan beralih fokus pada Kyara.
Gill menarik Kyara menjauh. "Pergi–"
Vampir itu menahan lehernya dari belakang.
"Gill!" jerit Kyara.
Kyara mengambil batu kecil yang entah dari mana memunggutnya, lalu menghantamnya ke tangan vampir itu.
Lawannya tidak berkutik, seakan sudah kehilangan akal. Ia pererat cengkraman, membuat napas Gill kian sesak.
"Tidak!" Kyara memukulkan kembali batu kecil itu dengan percuma.
Lawan kami meraung, tapi bukan karena pecahan batu itu.
Nemesis melubangi sisi lehernya dengan cakar.
Gill terlepas. Terkulai lemas di tanah.
"Gill!" Kyara menghampirinya.
Nemesis menerkam vampir itu. Ia menyeretnya menjauh hingga ke jurang lagi.
"Lihat!" Kyara menunjuk ke atas.
Seseorang tengah melubangi atap ruang bawah tanah. Mentari perlahan menyinari. Barulah aku ingat, ini kesempatannya.
"Remi, aku jaga Gill!" seru Kyara.
Gill berusaha mencari napas sambil mengelus leher. Perlahan lukanya mengecil hingga kembali seperti semula. Selagi Kyara membantunya pulih, aku mengejar Nemesis untuk menjaga.
Brak! Aku dengan sengaja menabrakkan diri hingga menjatuhkan lawan. Memberi Nemesis kesempatan untuk memulihkan tenaga.
"Anak haram!" Ia menatapku tajam dengan mata merahnya.
Tidak kusangka, aku justru memukul perutnya sekuat tenaga. Membiarkan vampir itu mengejarku.
Cahaya perlahan menampakkan diri, aku mempercepat lari.
Duk!
Aku tersandung.
Tanganku ditahan.
Aku menelan ludah sambil berharap agar terpapar cahaya matari. Jelas butuh waktu.
Tidak masalah, aku tidak rela Guardian-ku mati di tangan pria keji itu. Setidaknya bisa menyelamatkannya.
"Akh!"
Nemesis menerjang lawan.
Aku terbebas. Jatuh hingga mengantam tanah.
"Nemy!" Aku mendongak, terkesiap.
Tidak kusangka hari itu akan tiba di mana aku menjadi saksi atas kekejian ini.
Nemesis mencekik lehernya. Berjuang menyeretnya mundur. Bertepatan dengan itu, pantulan cahaya matahari menampakkan diri seakan menjadi harapan baru bagi kami.
"Nemy! Menjauh!" seruku.
Nemeeis melompat menghindari sinar yang akan menghabisinya.
Lawannya dibiarkan terkulai.
Aneh. Tidak terjadi apa-apa.
Aku termenung menyaksikannya. Seharusnya vampir akan terbakar sinar matahari.
Berkat cahaya itu, sekeliling kini terpampang jelas. Seisi ruang bawah tanah perlahan terlihat.
Aku menatap sekeliling, mencari Guardian-ku. Begitu menoleh ke tempat lawan terkapar, dia tersapu menjadi abu.
Apa dia ini? Abu?
Tubuhku terasa dipeluk. Nemesis rupanya tengah membelai rambutku. Meski tidak memerhatikan, aku tahu ia juga kewalahan.
"Ayo, pulang," bisiknya sambil mengendongku.
"Kaukira bisa lolos semudah itu, Nemesis Killearn?"
Nemesis mempererat gendongan. Kami sama-sama terkejut lagi heran melihat keajaiban ini.
Tunggu, apa ini?
Wanita tadi berdiri di sana. Menatap kosong. Kulitnya kemerahan akibat Nemesis, berjalan sempoyongan ke arah kami. Sementara sejumlah luka dalam menghias tubuhnya.
Aku bergidik ngeri sambil mempererat pelukan ke Nemesis, lebih tepatnya bersembunyi dari pemandangan mengerikan itu. Air mata menetes, tidak tahan dengan segala kengerian dan rasa sakit di saat yang sama. Aku dapat mendengar isak tangisku sendiri.
Nemesis mempererat pelukan, kembali mengelus rambutku. Aku mengerti dia berusaha menenangkan tapi saat itu tidak ada yang bisa membuatku tenang selama ada vampir jahat di depan kami.
Terdengar suara tanah berjatuhan. Lubang perlahan terbuka lebar, namun belum terlihat siapa pun.
Lawan kami mendesis. "Kau ..."
Nemesis mundur. Aku tahu ia sudah kewalahan untuk melawan.
Cahaya matahari mulai menguasai ruang bawah tanah. Wajah mengerikannya semakin jelas.
"Kau ..." lirihnya. Dia mendekat, entah apa yang akan dilakukan.
Nemesis terus mundur.
Matanya memancarkan kematian. Dia mendesis sambil mengepalkan tangan.
Aku bisa merasakan jemari Nemesis membelai rambutku. Ia berpaling dan berlari.
"Remi! Nemesis!"
Kyara?
Aku hendak berteriak. "Tu–"
Blash!
Hening.
Nemesis meneruskan lari. Semakin jauh dari cahaya, bagai memasuki malam tiada batas. Aku tidak bisa memastikan apa yang terjadi padanya. Kuharap dia menghindar.
Wanita tadi meraung.
Blash!
Sesuatu menimpa.
Kegelapan menguasai.