webnovel

Part 9

  "Jalan pintas? Aku sudah mengerti garis besarnya, namun mengapa hanya sebagai sebuah jalan pintas? Mengapa tak dapat menjadi sumber utama? Maksudku, kalian yang dari dunia berbeda saja dapat menggabungkan pengetahuan masing-masing demi menciptakan sesuatu yang benar-benar baru, apakah hal yang sama tak dapat dilakukan dengan Glory?" Tanyaku penasaran terhadap benda asing ini, benda yang katanya dapat memberikan kekuatan dengan cuma-cuma. Bukankah itu sedikit aneh?"

  Mr. Anderson menggeleng pelan "Kami telah mencoba berbagai cara untuk memanfaatkan kubus bercahaya itu, sayangnya apapun yang kami lakukan, kami tak pernah dapat menggunakannya selain hanya untuk memberi kekuatan pada Sang pemilik. Kami juga telah menjalankan tes bersama salah satu dari pemilik tersebut, tentunya setelah meminta persetujuan mereka" Sambungnya seakan tak ingin mengira mereka telah melakukan hal tak terpuji seperti memaksa seseorang menjalankan sebuah eksperimen.

  "Entah bagaimana, kubus tersebut tahu ketika Sang pemilik memiliki sebuah maksud lain di luar dari ketentuan yang diberikan. Di tiap altar di mana kubus tersebut berada sebelum menerima seseorang menjadi pemilik mereka, terdapat beberapa ketentuan tertulis di sisi depannya dalam warna biru bercahaya "Salah satunya adalah tak dapat menggunakan kubus selain sebagai sumber kekuatan. Tapi, aku justru merasa bersyukur untuk itu. Dapat dibayangkan malapetaka yang bisa terjadi seandainya benda tersebut tak memiliki batasan. Kekuatan apapun yang kita inginkan.. " Ia mendengus kasar, kembali meneguk anggur lalu menghela napas mereda emosi yang tampak muncul sesaat "Itulah Glory, benda yang kini menjadi incaran para G-Hunter, orang-orang yang tak sabar ingin memiliki sebuah kekuatan atau orang-orang yang kurang beruntung dan tak dapat menggunakan mana"

  "Apa ada kemungkinan seseorang yang telah memiliki kekuatan murni juga mencarinya?" Tanyaku lagi.

  Kepalanya mengangguk pelan "Tidak. Mungkin beberapa mencarinya untuk di jual dengan harga tinggi mengingat G-Hunter akan melakukan apapun agar dapat memilikinya, namun kami para Natural tak dapat menggunakan Glory. Seperti yang kukatakan, kami telah mencoba segala cara" Ia menggeleng sekali lagi sebagai jawaban.

  Hmm, jadi dengan adanya Glory, dunia ini terlihat lumayan adil, sehingga tak seorangpun dapat terdiskriminasi meskipun tak memiliki kekuatan murni. Tapi, batasan ya. Entah mengapa batasan tersebut sedikit menggangguku, mengingat Mr. Anderson sempat mengatakan bahwa kekuatan dari Glory takkan pernah dapat mengalahkan kekuatan murni, bahkan si rambut merah mengatakan hal yang sama. Apakah Glory ini dapat membawa sebuah keseimbangan atau justru hanya sebagai pengisi harapan kosong?

  Lalu, mengapa? Apa alasan kami semua berada di sini dan untuk apa? Tak mungkin seseorang atau sesuatu melakukan ini hanya dengan alasan bosan. Pasti ada suatu petunjuk, sesuatu yang dapat mengarahkan kita pada jawaban sebenarnya. Belum lagi dengan menara-menara asing itu, tak mungkin mereka hanya sebuah pajangan saja. 

  "Tak perlu berpikir terlalu keras, dirimu baru saja tiba di dunia ini. Lebih baik kau menerima secara perlahan, ketimbang rusak di tengah jalan. Lagipula, dengan terburu-buru kau sama saja mengundang kematian untuk datang lebih cepat menjemputmu. Aku tahu kau khawatir pada orang-orang dari duniamu. Terlihat jelas, anak muda" Tukasnya, telah memerhatikanku semenjak awal dirinya selesai berbicara dan tak dapat kupingkiri aku adalah seseorang yang ekspresif sehingga apapun yang kupikirkan juga akan terpampang pada wajah, jadi aku sangat yakin sekarang aku memasang wajah jelek.

  "Tenangkan dirimu. Aku yakin meskipun kalian tak memiliki kekuatan seperti dari informasi yang kudengar, kalian dapat mampu bertahan. Contohnya, lihat saja dirimu, hanya seorang diri dapat tiba di tempat ini dengan aman, bahkan menyelamatkan putriku dari bahaya. Percayalah pada orang-orangmu karena kau juga takkan dapat melakukan segalanya sendirian, kau akan butuh bantuan" 

  Pintu terbuka, menampilkan seorang gadis berambut merah panjang bergelombang, melangkah masuk dengan sikap penuh percaya diri dan tegas layaknya seorang ksatria yang seharusnya tak aneh, namun! Dia!? Gadis yang hampir saja mengambil nyawaku sehari yang lalu? Melihatnya bersikap seperti itu, bagaikan melihat langit dan bumi. Jauh berbeda. Aku hanya mengenal sosok kasar dan liarnya, bukan seseorang yang kaku penuh wibawa seperti sekarang.

  "Lapor Mr. Anderson! Kami telah menemukan darimana asal mahluk tersebut! Berada pada sebuah gua besar yang terletak pada arah timur hutan, sekitar 5km ke dalam!" Dia melirikku sekali, memicingkan mata, kemudian kembali menatap pada tuannya yang kini sementara berpikir sembari memerhatikan gelas wine yang sudah hampir kosong.

  "Kirim lima orang yang dirimu percaya untuk ikut bersamamu ke dalam ekspedisi dan ingat!" Balasnya, menekan kata 'ingat' "Segera balik seandainya misi tak memungkinkan untuk selesai, jauh lebih baik kalian pulang dengan aman ketimbang mempertaruhkan nyawa pada sebuah mitos" 

  Gadis itu mengangguk mengiyakan perintah meskipun dapat terlihat dia berubah menjadi sedikit kaku jika diperhatikan baik-baik. Aku tak tahu apakah Mr. Anderson sengaja atau memang tidak sadar, ia meneguk habis anggur miliknya dan mempersilahkan ksatria tersebut untuk keluar.

  Aku memerhatikannya sampai dia menghilang di balik pintu, masih sulit mencerna bahwa ternyata dirinya terlihat lebih manis ketika mengenakan sebuah zirah. Bukan berarti dirinya yang sebelum ini tak menarik, namun entah mengapa perawakan barunya itu seperti sebuah bunga di tengah-tengah hamparan rumput. Tampak berbeda, tapi di saat bersamaan, begitu indah, memancing lebah untuk segera datang menghampiri. 

  "Urungkan niatmu, sudah tak terhitung seberapa banyak laki-laki yang ditolaknnya sampai-sampai mulai terdengar desas-desus bahwa Celine tak memiliki hati karena sifatnya yang keras dan dingin itu" Ucap Mr. Anderson sembari tersenyum penuh arti kepadaku, padahal aku sama sekali tak memiliki niatan mendekatinya seperti itu "Yah, bukan salah dia juga. Kehidupan yang sulit membentuk karakternya menjadi seperti sekarang. Mengapa kau melihatnya seakan-akan melihat hantu?" Tanya Mr. Anderson penasaran.

  "Umm, kami sempat bertemu di kota tempatku berasal" Mr. Anderson menaikkan alis "Dan dia benar-benar tampak seperti orang yang berbeda, tidak, aku yakin itu adalah orang yang berbeda. Di sana, dia terlihat lebih liar, lebih bebas. Rambut acak-acakan, pakaian berantakan, noda debu di sana-sini. Sementara sekarang, rapi, elegan.. Jangankan membayangkan, aku takkan pernah berpikir kalau mereka adalah orang yang sama. Berkat sepasang mata hijau itulah yang membuatku menebak kalau mereka satu orang"

  Mr. Anderson tertawa, satu hal yang tak kukira bakal kulihat muncul dari seseorang seperti Mr. Anderson yang selalu terlihat serius "Sepertinya kau beruntung. Tak banyak orang yang dapat melihat sisi lainnya seperti itu, bahkan aku tak yakin kalau ada orang selain kita berdua yang tahu. Celine hanya akan memperlihatkannya jika dia merasa nyaman atau mungkin saat itu kebetulan saja kalian bertemu ketika ia sedang menjadi dirinya yang lain, sosok yang selama ini dirinya sembunyikan karena terlahir di keluarga ksatria yang di mana dirimu harus selalu tampak elegan serta tegas"

  Ah, aku hampir saja lupa kalau dunia ini adalah dunia yang nyata. Tentu saja akan hal seperti ini. Akupun dapat tampil berbeda tergantung sedang menghabiskan waktu bersama siapa. 

  Tiba-tiba, Mr. Anderson menepuk tangan, sebuah ide yang bagus baru saja muncul dalam kepala "Bagaimana kalau kau ikut dengannya? Luna sempat memberitahuku kalau kau berjanji akan menemukan Mr. Ted? Boneka peninggalan istriku, sesuatu yang sudah menjadi penggantinya ketika Luna rindu. Dari deskripsi Luna, Mr. Ted di bawa oleh sesuatu yang besar dan aneh, sesuatu yang belum pernah dirinya lihat dan kebetulan, mahluk itu juga mengarah ke arah yang sama dengan gua tujuan ekspedisi. Setidaknya, kalau diriku tak salah mengartikan penjelasan putri kecilku itu. Kalian mungkin dapat berteman dengan baik dalam perjalanan, menjadi seorang teman seperjuangan dan sebagainya. Percayalah padaku, kau akan membutuhkan itu" 

  Ketika Mr. Anderson mengucapkan kalimat terakhir tersebut, matanya berubah sedih untuk sesaat, hanya dalam hitungan milidetik sebelum kembali seperti semula. Ia bangkit berdiri, permisi untuk kembali dalam kamarnya dan beristirahat setelah hari yang panjang mencari Sang tuan putri. 

  Aku masih terduduk di ruang makan, mencoba mencerna apa yang sudah terjadi hingga sekarang dan bertanya bagaimana bisa diriku masih hidup. Kabur dari kota yang telah berubah menjadi tempat pembantaian, dapat dikatakan aku termasuk beruntung. Tunggu, apa aku telah memikirkan ini sebelumnya? Aku rasa sudah. 

  Kuhela napas panjang.

  Aku rasa aku masih syok dengan pemandangan tak mengenakkan itu. Ayolah Zent, berbahagialah! Kau sudah selamat dan memiliki tempat istirahat semewah ini! Kau seharusnya menikmatinya selagi ada kesempatan. Siapa yang tahu kapan kau dapat mengalaminya lagi, terlebih bayangkan saja dirimu tidur di atas sebuah kasur berkualitas tinggi dengan bantal yang terasa begitu empuk layaknya tidur beralaskan awan. 

  Ahh, membayangkannya saja sudah membuatku tersenyum.

  "Hentikan senyummu itu. Aku jijik melihatnya"