webnovel

Part 8

  Aku tak pernah membayangkan diriku akan menginjakkan kaki dalam sebuah bangunan mewah, apalagi sebuah mansion megah di mana lantainya sekalipun dapat terjual mahal. Aku merasa benar-benar tak cocok di dalam sini, mengenakan pakaian yang sudah mulai kotor akan debu dan tanaman. Aku harap kedatanganku tak mengganggu siapapun yang berada dalam Mansion, aku tak ingin menjadi sebuah beban maupun perusak suasana. Mungkin sesudah menerima kebaikan yang diberikan oleh papa dari tuan putri, aku akan langsung pergi mencari pekerjaan demi dapat menginap dalam sebuah penginapan murah. 

  Namun, begitu sampai dalam kamar, sebuah pakaian telah disiapkan khusus untukku. Sebuah tunik hitam dipasangkan dengan celana panjang kain berwarna sama serta sebuah sabuk coklat gelap dan sepasang sepatu bot kulit berkualitas tinggi. 

  Begitu merasakan bahan dari pakaian tersebut, aku menghela napas panjang, merasa begitu berat untuk menggunakan barang semewah ini terutama dari pemberian orang lain. Bukan berarti aku tak berterimakasih, aku sungguh berterimakasih, tapi ini.. Ini terlalu berlebihan. Aku bukanlah seseorang yang cocok untuk menggunakan barang seperti ini, terlebih lagi, bagaimana kalau aku merusaknya? Aku tak ingin menjadi seseorang yang tak tahu berterimakasih sampai merusak barang pemberian.

  Di dalam kamar mandi, aku kembali menghela napas melihat sebuah bak mandi mewah berisi air panas yang juga telah disiapkan. Namun, begitu berendam di dalamnya, seketika kepala ini menjadi kosong, merasakan betapa beratnya tubuhku semenjak kemarin. Tak kusangka aku ternyata memberi beban yang sedikit terlalu berlebihan pada tubuh sendiri. Aku sama sekali tak merasakannya karena mungkin aku terlalu antusias. Tapi, aku masih termasuk beruntung ketimbang orang-orang di dalam kota yang tak berhasil melarikan diri. Aku masih dapat menikmati kenyamanan seperti ini sedangkan mereka kemungkinan di saat bersamaan, sementara berusaha bertahan hidup. 

  Hanya dalam hitungan satu hari, telah banyak yang berubah dalam hidupku. Mulai dari lingkungan hingga bagaimana diriku melihat dunia. Sebelumnya, aku melihat dunia tanpa warna, kelabu dan memancarkan perasaan yang sama terus-menerus. Monoton. Tiada perbedaan, hanya berupa kehidupan yang sama, yaitu mencari uang demi hidup dan sudah. Cuma itu saja. 

  Tetapi sekarang, aku dapat menikmati sebuah dunia yang benar-benar baru, benar-benar berbeda, penuh akan cerita serta tantangan yang siap untuk kulalui. Aku berharap aku dapat menjelajahi dunia ini sepenuhnya, menemukan misteri-misteri yang menunggu untuk terkuak dan memberikan sebuah informasi baru mengenai berbagai macam hal. Mungkin saja sebuah tempat tersembunyi? Aku tak tahu, kita lihat saja ke depannya. Yang perlu kulakukan untuk sekarang adalah mencari cara untuk bertahan hidup, melindungi diri sekaligus menyerang seandainya hal buruk terjadi. Jika aku ingin berpetualang, aku harus siap untuk memangsa atau menjadi mangsa, sudah merupakan hukum alam. Aku hanya perlu bermain di dalamnya dengan baik.

  Aku bangkit berdiri, mengeringkan badan menggunakan handuk putih lembut yang telah disiapkan, melangkah balik ke kamar lalu memerhatikan pantulan badan sendiri pada cermin, membuatku sedikit tersenyum bangga atas pencapaian sesudah melalui latihan yang cukup keras. 

  Aku memang tak terlalu tinggi, hanya rata-rata saja di angka 180cm dengan berat badan mencapai 80kg penuh akan otot hasil olahraga semenjak masih berumur 12 tahun, awal mulanya diriku mengikuti beladiri karate selama 3 tahun, kemudian pindah ke Muay Thai selama 5 tahun dan belum lama ini mempelajari Brazilian Jiu-Jitsu. 

  Sesudah berjalan beberapa langkah (Beberapa! Bayangkan, seberapa besar kamar khusus tamu ini!) menjauhi kaca untuk mengambil dua anting-anting hitam di atas meja, aku kembali mendekati cermin satu tubuh tersebut, sedikit mendekat untuk memasang kedua perhiasan tersebut lalu meraba rambut platinum blonde yang baru 3 minggu lalu kuwarnai, mengubahnya dari warna hitam, merasakan sudah sepanjang mana rambut ini dan apakah harus segera digunting atau tidak. 

  Puas karena masih dalam batasan wajar, setidaknya untukku yang lebih menyukai rambut pendek, aku meraih tunik hitam itu di atas kasur, mengenakannya, kemudian celana, ikat pinggang dan terakhir sepatu bot. Sebelum beranjak keluar dari kamar, aku mengatur kembali rambutku seperti semula, menggunakan model Korean style yang cocok dengan wavy hair sepertiku. 

  Di koridor, aku mengecek kembali penampilanku, berusaha meyakinkan diri bahwa penampilanku telah bagus, aku melanjutkan langkah menuju ruang makan sesuai yang ditunjukkan pada salah satu maid. Tadinya, maid tersebut ditugaskan mengantarku ke sana, tapi aku meminta untuk berjalan sendiri karena merasa canggung jika harus diantarkan layaknya seseorang yang penting. Aku lebih memilih untuk berjalan sendiri. 

  Begitu sampai di ruang makan yang bahkan jauh lebih lebar ketimbang seisi rumahku, Luna tampak terbenam di timbunan cemilan manis sementara Sang papa menungguku untuk makan bersama. Ia memerhatikan Luna yang makan layaknya seseorang yang belum makan selama 3 hari 3 malam sembari menggelengkan kepala, bingung harus mengatakan apalagi pada putri satu-satunya itu untuk bertingkah lebih seperti seorang tuan putri dan bukannya seperti seorang anak laki-laki. Cara makannya itu, benar-benar jauh dari kata 'feminim'.

  Aku mengambil tempat duduk di seberang meja, berhadapan langsung dengan pria tersebut dan menunggu datangnya makanan. Ia menepuk tangan, memberi tanda bagi para maid untuk segera masuk membawa tray-tray besar berisi makanan mewah yang aku sangat yakin akan di jual mahal dan hanya ada dalam restoran bintang lima. Tanpa disadari, aku menelan ludah melihat betapa banyaknya makanan yang disiapkan, tak tahu apakah diriku sanggup menghabiskan semuanya, tapi juga tak enak harus menolak makanan yang telah diberikan. 

  "Apa yang kau tunggu? Kau bisa memakannya sekarang" Ucapnya melihatku masih belum menyentuh makanan.

  "Oh, mohon maaf sebelumnya, tapi jika saya diizinkan bertanya, apakah aman bagi seseorang dari dunia yang berbeda untuk memakan makanan dari dunia ini?" Tanyaku penasaran mengingat dunia ini memiliki aliran mana, kemungkinan besar dalam makanannya pun terdapat aliran mana dan aku tak ingin hal buruk terjadi karena tubuh ini tidak siap untuk menerima aliran tersebut.

  "Hmm, merupakan sebuah sifat yang baik untuk selalu waspada, namun kau juga harus ingat untuk mengambil kesimpulan dari apa yang telah terjadi di sekitar, contohnya, kau masih bernapas di dunia ini bukan? Apakah itu tak memberimu jawaban terhadap pertanyaan yang kau berikan?" Tanyanya balik, menyerangku dengan fakta yang seharusnya sudah aku tahu semenjak awal dipindah dunia kan "Mari kita makan, kita dapat berbicara lebih banyak hal dengan suasana lebih cair begitu makanan telah mengisi perut"

 Begitu suapan pertama, tak satupun dari kami yang membuka mulut, hanya terdengar suara dentingan antara piring dan alat makan. Tuan putri pun menikmati cemilannya dengan penuh semangat hingga wajah menggemaskan tersebut penuh akan krim kue yang justru membuat ia menjadi semakin lucu, namun sayangnya aku harus menahan diri untuk tidak mencubit pipi tersebut jika tak ingin kehilangan tangan.

  Aku sama sekali tak masalah jika makan dalam keadaan hening seperti ini, bahkan aku jauh lebih menyukainya. Mungkin karena diriku telah terbiasa, tapi aku juga adalah seseorang yang tak suka berbicara ketika makan terutama saat sambil menonton sesuatu. Gabungan dari dua hal yang begitu kusukai sampai terasa sakral dan tak dapat diganggu gugat atau dapat menyebabkan masalah.

  Tuan putri menyelesaikan makanannya terlebih dahulu, beranjak pergi sesudah mengatakan "Aku akan kembali ke kamar, Ms. Vera telah menunggu!" Kemudian berlari sembari melompat-lompat kecil, layaknya seorang anak kecil yang masih penuh akan energi. 

  "Jangan lupa untuk membersihkan diri!" Sahut Sang papa sebelum meneguk anggur merah dari gelas wine transparan, lalu menatapku "Jadi, apa yang ingin dirimu tahu? Aku yakin kau pasti memiliki begitu banyak pertanyaan. Aku akan menjawabnya, namun sebagai gantinya, aku akan meminta satu hal darimu, bagaimana? Bukan sebuah penawaran yang buruk bukan?"

  Entah mengapa aku merasa sedang berbicara pada seorang pemilik bisnis dan bukannya seorang anggot militer. Aku mengambil gelas, meneguk anggur yang sama, kemudian mengangguk mengiyakan dengan harapan, semoga dia tak meminta sesuatu yang terlalu sulit atau bahkan berada di luar kemampuanku "Baiklah, aku setuju" Balasku.

  "Pertanyaan pertamamu, Glory bukan?" Ia melihat ke luar jendela, memerhatikan Tower of Fate yang tampak jelas dari sini, mengingat mansion miliknya berada di daerah perbukitan "Sebut saja itu adalah sebuah jalan pintas, jalan pintas dari sebuah kekuatan. Kekuatan apa kau tanya? Apapun yang dirimu inginkan. Ya, benar, apapun yang dirimu inginkan. Sebuah benda yang cukup berbahaya bukan? Untungnya, memiliki sedikit kelemahan, yaitu kekuatan yang dihasilkan takkan pernah dapat mengalahkan kekuatan murni, layaknya sihir, rune dan lain sebagainya. Kekuatan yang memang berasal dari dunia lain dan bukannya ciptaan kubus kaca bersinar itu"