webnovel

Part 12

  Begitu kami sampai di air mancur yang disebutkan, barulah aku menyadari air mancur yang dimaksudkan itu bukanlah sebuah air mancur biasa, melainkan sesuatu yang terbentuk dari bekas sebuah pertempuran. Sebuah aliran air yang cukup deras masih mengalir tanpa henti di tengah-tengah, terperangkap oleh sebuah medan transparan yang mengurungnya untuk tak keluar dari formasi, mengalir melewati serpihan-serpihan kecil dari sebuah reruntuhan besar, membentuk sebuah spiral cantik yang mungkin mematikan, dilihar dari arus kencang serta suara yang cukup menyeramkan. 

  Di sekeliling fenomena menakjubkan tersebut, di bangun sebuah platform bundar dengan tinggi mencapai lutut berwarna putih yang kutebak sebagai pengaman seandainya hal buruk terjadi, melihat sebaris rune terukir di sekeliling permukaannya. Dari bagian tengah lingkaran yang sengaja dibiarkan kosong karena merupakan tempat di mana 'air mancur' itu berada, sebuah sinar kebiruan memancar dari bawah, tampak seperti sebuah kaca indah dengan garis-garis cahaya kebiruan kecil, seukuran jarum, bergerak naik. Cahaya biru tersebut seakan memberi kesan mengurung layaknya sebuah akuarium, di saat bersamaan justru memberikan sentuhan indah pada sebuah malapetaka dengan tinggi mencapai 15 meter lebih dan hampir memakan seluruh area tengah kota. 

  Tak hanya diriku seorang takjub memerhatikan air mancur tersebut, banyak orang yang kurasa tak berasal dari sini, juga penasaran terhadap peristiwa yang kemungkinan dapat berakhir menjadi sebuah pembantaian. Tak dapat dibayangkan seseorang ataupun sesuatu menahan kekuatan sebesar ini dan membiarkannya tetap aktif tanpa membahayakan orang sekitar sampai tak sedikit pedagang menjual dagangan mereka di pinggiran area tengah kota yang sengaja dibuat cukup lebar hingga muat bagi 3 kereta kuda untuk saling berjejeran tanpa harus berdempetan yang kini penuh akan berbagai macam mahluk hidup.

  "Bisa kau bayangkan bagaimana menyeramkannya pertarungan orang-orang di zaman kegelapan? Kita beruntung terlahir di dunia ini ketika semuanya telah damai" Ucap seorang laki-laki ras Elf sembari mengunyah makanan yang dibelinya dari pedagang kaki lima.

  Seorang Orc yang menjadi lawan bicaranya itu, menghela napas panjang, mengambil lima buah makanan berbeda darinya dengan raut wajah kecewa "Kau adalah seorang Elf, tak seharusnya kau bersikap seperti ras ku. Mengapa justru aku yang lebih elegan dan rapi ketimbang dirimu yang selalu kelaparan tiap kali menemui penjual makanan dan pertarungan semacam ini masih sering terjadi di zaman kita, namun tersembunyi di tempat-tempat tertentu. Kau tak tahu betapa kejam pertarungan mereka yang saling berebut Glory terutama ketika Natural terlibat di dalamnya"

  Karena ucapannya, aku jadi memerhatikan pakaian Orc tersebut dan menemukan dia memang terlihat lebih rapi ketimbang Orc lainnya yang lebih mengutamakan tampang sangar. Dia justru terlihat.. Pintar? Entah mengapa aku seperti melihat seorang nerd dalam wujud Orc pada dirinya. Mungkinkah jiwa mereka tertukar saat lahir? Tapi seharusnya Elf itu sudah jauh lebih tua mengingat rentang umur mereka jauh lebih lama. 

  "Ahh kau benar! Glory Hunt!" Sahutnya penuh semangat dengan mata berapi-api layaknya seorang anak kecil yang akan menonton acara tv favorit mereka "Kalau tak salah, aku mendengar kali ini banyak yang terluka parah dalam Glory Hunt ke-11? Iya ke-11. Bahkan terdapat dua Natural yang masih dalam kondisi kritis karenanya, membuatku berpikir, ternyata para G-Hunter itu tak buruk-buruk amat. Mampu membuat dua Natural seperti itu, merupakan sebuah kebanggaan"

  "Kau membicarakan nyawa seakan-akan sebuah penghargaan" Balas si Orc tak setuju.

  "Oh ayolah, aku hanya berbicara berdasarkan sudut pandang para G-Hunter. Sudah pasti mereka merasa bangga berhasil menjatuhkan dua Natural. Bagi sesama Natural sendiri, sulit untuk menjatuhkan satu sama lain, apalagi bagi mereka yang merasa itu adalah hal mustahil. Sudah berapa kali kita mendengar kalimat, 'Glory takkan pernah mampu melewati Natural' dan lihat sekarang! Dua dari kita telah jatuh, bukankah itu sedikit menarik bagimu?" Tukasnya penuh semangat.

  Orc tersebut kembali menghela napas, namun kali ini mengangguk setuju, memakan salah satu makanan milik si Elf yang mengernyit tak terima "Kau benar, meskipun kita mengatakan itu adalah hal yang salah, bagi mereka yang mengalaminya sendiri, sudah pasti adalah hal yang membahagiakan. Aku tak tahu bagaimana harus bersikap seandainya aku ada di posisi mereka, mengingat perlakuan orang-orang kita ke pada mereka yang tak memiliki kesempatan untuk merasakan sihir.. " Ia menutup mata, mencoba meredam tiap penyesalan "Kita memang tak pernah melakukannya, tapi tak sedikit dari kita yang mendiskriminasi mereka. Aku khawatir akan terjadi masalah baru dengan munculnya dunia lain kemarin. Terutama mereka berisi orang-orang yang memang tak memiliki kekuatan sama sekali, namun memiliki ilmu pengetahuan yang hampir setara dengan Tower of Fate"

  Raut wajah si Elf berubah serius. Ia berpikir sejenak, lalu kembali menoleh pada Orc tersebut "Aku penasaran apa yang sedang mereka lakukan sekarang. Apakah mereka dapat bertahan di dunia ini tanpa adanya kekuatan? Mari kita sedikit realistis, apakah menurutmu mereka mampu mempertahankan diri? Karena secara personal, mereka memiliki kemungkinan terbesar untuk musnah dari dunia ini" 

  "Aku setuju. Kalaupun mereka dapat bertahan, hanya tersisa dua pilihan, menjadi seorang G-hunt atau paling buruknya dan kuharap takkan pernah terjadi, perbudakan. Semoga saja tak ada lagi hal buruk seperti itu. Hanya mereka yang tak memiliki hati, memperbudak orang lain dan memanfaatkannya demi memenuhi keegoisan semata" Jawab si Orc geram, berusaha menahan amarah yang hampir saja meledak.

  Aku rasa meskipun memiliki sifat yang unik, darah seorang Orc masih mengalir di dalamnya. Darah seorang pejuang tangguh yang tak kenal takut.

  "Hey hey tenanglah, tak perlu membuang energi akan sesuatu yang belum terjadi. Seandainya terjadi sekalipun, kita tinggal mencarinya dan menghancurkannya, seperti yang selalu kita lakukan. Jadi, tenangkanlah dirimu...

  Aku sudah tak begitu tertarik mendengar sisa percakapan mereka. Aku telah menemukan sebuah informasi yang penting dan tuan putri telah kembali dari membeli dua buah biskuit berukuran cukup besar dengan krim dingin di dalamnya. Biskuit tersebut terasa begitu halus dan lembut ketika digigit, memberikan kesan nyaman yang kemudian diikuti oleh kejutan dari krim dingin manis sebagai sebuah sentuhan terakhir, memberi kenangan baru yang takkan mudah tergantikan dan mengukir sebuah senyum pada wajah, senyum yang membuat tuan putri melompat bahagia, berhasil membuatku akan merasa rindu pada tempat ini, pada kehadirannya.

"Enak bukan? Mereka menyebutnya 'Winter Coat'. Ini adalah salah satu cemilan favoritku! Sudah kuduga Zent juga akan menyukainya. Bagaimana? Kau merasa puas dan tenang bukan? Hehe, misi berhasil!" Serunya, kembali menggenggam tanganku dan membawaku pergi mendekati sebuah panggung yang telah disiapkan tak jauh di depan, dekat dengan air mancur.

  Namun karena terlalu bersemangat berbicara padaku mengenai acara yang akan dimulai, tuan putri tak begitu memperhatikan arah yang dituju dan tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang pria dewasa sebelum diriku sempat memberi peringatan. Tuan putri terjatuh, terduduk di tanah sembari meringis sakit. 

  Aku bergegas mendekat, berlutut di sampingnya, bertanya "Tuan putri tak apa-apa?" Yang dijawab dengan sebuah anggukan kepala dan senyuman penuh percaya diri.

  "Tentu saja! Apa Zent lupa? Aku adalah seseorang yang berani dan seseorang yang berani takkan mundur hanya karena dirinya jatuh!" Jawabnya bangga, kemudian bangkit berdiri bersamaku dan mulai membersihkan gaunnya dari debu.

  "Itu merupakan sebuah sikap yang sangat baik nona muda" Kata pria tadi yang kini berjalan mendekat. 

  Tetapi, sebelum ia dapat mendekat lebih jauh, aku mencegatnya, berdiri di depan tuan putri dengan wajah yang sama sekali tak bersahabat atau lebih tepatnya meminta dia untuk segera menjauh karena meskipun tampak sebuah senyuman di wajah tersebut, aku sama sekali tak menemukan perasaan bersahabat dari orang ini, justru aku merasakan bahaya dan sepasang mata merah itu, seolah mengatakan..

  "Hmm, jiwa yang menarik"