webnovel

Part 11

  Jalanan yang tadinya tak begitu kuperhatikan karena terpesona akan pemandangan pulau melayang, kini berhasil membuat mataku tak berkedip oleh rune-rune samar di kiri-kanan jalan, memancarkan cahaya kebiruan redup dengan ritme layaknya sebuah napas. Lampu-lampu jalan melayang di udara, cukup tinggi agar tak mengganggu para pejalan kaki dan cukup rendah agar aman bagi kendaraan melayang yang berada pada ketinggian tertentu. 

  Di atas sana, tampak sebuah kubah biru transparan dengan pusatnya berasal dari dalam istana yang terletak pada puncak tertinggi kota. Sebuah suar biru terang tampak memancar ke atas, terlihat begitu terang namun tak sampai menyakiti mata, membuatku penasaran, menggunakan energi apakah kubah proteksi raksasa ini tercipta? Sudah pasti menggunakan sesuatu yang juga mampu menghancurkan kota. 

  Berbagai macam ras mulai bermunculan, berjalan dengan canda maupun tawa, tampak begitu damai dan tenang, membuat hati terasa nyaman. Untuk pertama kalinya, aku melihat seseorang dengan telinga seekor binatang, contohnya kucing, rubah, serigala dan lain sebagainya. Mereka bahkan memiliki ekor! 

  Kemudian terkesima melihat secara langsung bangsa Orc yang memiliki badan kekar dengan tinggi melebihi 2 meter dan berwarna hijau. Garis-garis tribal merah tampak pada badan mereka. Ada yang pada sekujur tubuh, satu atau kedua tangan dan hanya pada wajah. Mungkin memiliki sebuah arti atau hanya pilihan fashion mereka. Bisa jadi keduanya, mengingat bangsa Orc sangat kental terhadap suku dan hal-hal semacam itu. 

  Lalu para Elf. Ras yang sudah menjadi salah satu ras favorit para pecinta genre fantasy, tak hanya karena rupa mereka yang bagaikan malaikat, tetapi juga karena tingkat kepekaan terhadap sihir yang tinggi. Mereka juga mahluk yang tampil elegan dan penuh wibawa layaknya seorang bangsawan, bahkan jika Elf tersebut hanyalah seorang warga biasa di tempat asalnya. Sudah menjadi sebuah hal umum bagi seorang Elf untuk memiliki harga diri yang tinggi mengingat mereka memiliki jenjang umur paling lama dibanding ras yang lain serta mengemban tugas mulia layaknya menjaga hutan beserta isinya yang justru menjadi pertanyaanku sekarang, apakah mereka tak apa-apa melihat alat-alat maupun perabotan yang terbuat dari kayu? Semoga saja tak terjadi masalah.

  Tak lama, aku melihat ras lain yang termasuk lumayan jarang muncul baik di game, film maupun komik, yaitu ras yang berasal dari api, seperti mereka, tiga orang dengan tinggi rata-rata, satu perempuan dua laki-laki yang seluruh tubuhnya terlihat terbuat dari bebatuan magma dingin dengan tiap sela retakan mengalir magma cair yang entah bagaimana, takkan pernah mengalir keluar dari jalur. Mereka berjalan ke arahku sembari bercerita dengan tawa yang sesekali muncul, mengucapkan "Selamat malam" Ketika melewatiku dan melanjutkan perjalanan.

  "Mereka adalah ras Ignis, ras yang berasal dari sebelah timur, jauh di daerah padang pasir yang kata papa begitu panas sampai seseorang sekuat papa pun merasa kelelahan di sana" Jelas tuan putri, menyadari raut penuh tanda tanya pada wajahku "Mereka termasuk salah satu ras yang baru saja tiba di dunia ini, hanya berbeda beberapa bulan dari Zent, tapi sudah merupakan salah satu ras yang sering membantu ras lainnya ketika terjadi sebuah masalah" 

  Ohh, aku tak menyangka tuan putri akan mengetahui begitu banyak mengenai dunia ini. Kepintarannya itu tertutupi oleh sifat kekanakan yang tak sampai sedetik kemudian muncul ketika kami melewati seorang penjual permen dalam bentuk kubus berwarna biru yang uniknya, juga memancarkan sedikit cahaya kebiruan. Tuan putri berlari ke sana, berusaha menarik perhatian Sang penjual yang sementara melayani pembeli lain.

  Aku bergegas ke sana, berlutut di samping tuan putri sembari memerhatikan permen-permen yang sementara di pajang di atas meja menggunakan sebuah stik kayu halus berwarna krem "Tuan putri menginginkannya?" Tanyaku, menarik perhatian tuan putri dari Sang penjual yang masih sibuk melayani. 

  Tuan putri mengangguk cepat beberapa kali, terlihat begitu menginginkan permen tersebut namun bingung bagaimana cara agar Sang penjual dapat melayaninya. Tanpa dapat kucegah, tanganku sudah mengusap lembut kepala tuan putri "Tuan putri, apakah aku bisa meminta satu hal dari tuan putri?" Tanyaku lagi dan kali ini perhatiannya benar-benar mengarah padaku "Tuan putri lihat masih banyak orang yang ingin membeli permen tersebut bukan? Dan kita adalah orang yang terakhir datang, jadi kita harus.. " 

  "Mengantri" Jawab tuan putri. Ia melirik ke belakang, memerhatikan permen yang sudah mulai berkurang, gelisah, kemudian kembali menatapku "Tapi permen itu akan habis! Aku tak tahu apa kita dapat membelinya lagi atau tidak, terutama aku tahu Zent takkan lama di sini. Aku ingin membelinya agar Zent mengingat tempat ini dan akan kembali lagi" 

  Di saat itulah aku merasa seakan hatiku baru saja tertusuk oleh sebuah pisau, mendengar kata-kata yang sangat tak kusukai, sebuah perpisahan. Bagaimana aku harus membalasnya? Mengetahui kalau ternyata tuan putri tampak gelisah bukan karena menginginkan permen, namun karena ingin membuat sebuah kenangan, sebuah memori.. Khusus untukku. 

  Aku menutup mata sejenak, berusaha menenangkan hati, lalu menguatkan diri untuk melihat tuan putri tepat di mata "Tuan putri, aku berjanji padamu, aku pasti akan kembali jika itu yang tuan putri inginkan" 

  "Zent berjanji?" Ulangnya memastikan.

  Kuatkan dirimu Zent "Aku berjanji"

  "Aww, dia benar-benar seorang pria yang baik meski memiliki wajah yang terlalu polos. Tapi, mengapa bisa tuan putri begitu cepat akrab dengannya? Bukankah mereka baru saja bertemu kurang dari 5 jam yang lalu?" Tanya Sang ksatria pirang yang kini bergelantungan di bawah sebuah menara, di mana Celine dan ksatria lainnya juga sementara memerhatikan kedua orang di bawah sesudah memastikan area sekitar aman.

  "Itu karena akhir-akhir ini Mr. Anderson jarang berada di rumah, sibuk dalam persiapan untuk 'hal' tersebut. Tentu saja Luna akan merasa kesepian, bayangkan saja dirimu hidup dalam rumah sebesar itu namun terasa kosong tanpa kehadiran seseorang. Para maid memang masih berusaha menghabiskan waktu dengannya, tetapi mereka juga memiliki tugas masing-masing sementara maid pribadi Luna telah melakukan berbagai cara agar dia mau membuka hati, tapi tetap saja gagal. Menurutmu mengapa hanya Zent seorang yang mampu melakukannya?"

  "Kau baru saja menjawab pertanyaanku dengan sebuah pertanyaan" Balas ksatria tersebut yang dengan sengaja tak di gubrisnya.

  "Karena Zent berbeda" Jawab Celine, mengejutkan kedua sahabatnya tanpa mengalihkan pandangan sekalipun dari si laki-laki berambut putih yang kini memberikan permen tersebut pada tuan putri, membuat ia berjingkrak-jingkrak bahagia dan membuat sebuah senyum lembut terbentuk pada wajah Celine tanpa dapat dirinya sadari "Aku tak tahu mengapa, terdapat sesuatu dalam dirinya yang membuat orang-orang merasa nyaman, merasa aman. Mungkin itu salah satu alasan Luna menjadi begitu lengket padanya selain karena Mr. Anderson yang belakangan ini jarang menghabiskan waktu bersama putrinya" 

  Kedua ksatria itu terdiam mendengar penjelasan Luna, bukan karena tak setuju, melainkan karena mereka merasakan hal yang sama. Di awal mereka melihat Zent, mereka bukannya waspada melainkan merasa bahwa dirinya sama sekali tak berbahaya, bahkan tak memiliki niat buruk sedikitpun. Karena itu mereka merasa aman Luna bersama dengan dirinya dengan harapan semoga saja penilaian mereka tak salah karena kalau iya, mereka takkan pernah dapat memaafkan diri mereka sendiri.

  Sementara kedua sahabatnya memikirkan hal tersebut, Celine justru berpikir bagaimana cara agar laki-laki itu memperlakukan dia sama seperti dia memperlakukan tuan putri. Mungkinkah dia juga harus tampil menggemaskan dan melompat-lompat bahagia seperti yang dilakukan Luna sekarang? Membayangkannya saja sudah membuat Celine jijik setengah mati sampai reflek menghantam pilar atap yang tepat berada di sampingnya, membuat kedua sahabat ia tersentak kaget dan meringis memerhatikan dinding yang remuk sembari bertanya-tanya apa yang sudah membuat Celine bertingkah aneh seperti itu. Tingkah yang selama mereka berteman dengannya, belum pernah muncul sekalipun. Hanya ketika Zent menampakkan diri..

  Kedua ksatria tersebut saling berpandangan, tersenyum penuh arti, kemudian bersamaan menatap Kapten mereka yang kembali bersandar pada dinding pembatas, masih melihat ke arah bawah.