webnovel

Chapter 36. M8 Greyhound dan sore hari di dekat sawah.

     Setelah ibunya pergi, Susan menggantikan ibunya sebagai kepala perwakilan keraton, tidak banyak pekerjaan yang ia lakukan. Beberapa berkas datang dari wilayah wilayah yang ada di bawah pengaruh dan kontrol keraton, namun Susan yang sudah terbiasa melakukan pekerjaan surat menyurat dapat menyelesaikannya dengan relatif cepat.

     sebagian besar waktunya di habiskan untuk memuaskan rasa ingin tahu adiknya mengenai Senshado. Susan menjelaskan prinsip dasar dari Senshado dan menerangkan jika Senshado bukanlah perang melainkan seni, untuk orang awam hal ini terdengar konyol karena Senshado sendiri adalah kegiatan olahraga dimana tank tank dari kedua kubu saling menembak dan melumpuhkan satu sama lain, namun Senshado tidak hanya sebatas itu. Dalam Senshado sportivitas sangatlah penting, tanpa sportivitas maka pertandingan akan berubah menjadi fanatisme yang berujung pada kebencian dan permusuhan, tujuan dari aliran Senshado yang keluarga Ayu pegang adalah mencari persahabatan melalui pertempuran, keluarga Ayu yakin jika pertandingan yang sportif dan adil akan menghasilkan persahabatan dengan lawan.

 Susan kemudian menjelaskan taktik dasar dari aliran Senshado mereka, taktik serang cepat, mundur cepat dan susun ulang strategi adalah inti dari aliran Senhado Ayu, taktik ini terinspirasi dari serangan cepat yang di lakukan para pejuang kemerdekaan dalam melawan penjajah, meski dengan senjata seadanya para pejuang kemerdekaan tetap memberikan perlawanan kepada penjajah, setidaknya jika mereka tidak bisa mengalahkan mereka, membuat lawan kerepotan saja sudah bagus.

     Susi mendengarkan dengan semua hal yang diterangkan kakaknya dengan seksama, tidak pernah sekalipun Susi terlihat bosan atau jenuh, Susi selalu aktif dalam dialog, ia tidak pernah ragu untuk menanyakan hal yang ia tidak mengerti. Susan merasa sangat senang dapat menurunkan pengetahuannya kepada adiknya, ia merasa telah memenuhi kewajibannya seperti yang dulu kakaknya, Kartika lakukan kepadanya, namun Susan masih dirundungi rasa cemas dan khawatir terhadap adiknya, pertanyaan yang kini mengganggunya "bagaimana jika adiknya mengalami hal yang sama dengannya?"

     Menjelang sore Susan mengajak Susi menyusuri sebuah jalan antar desa yang ada di dekat rumahnya, dengan menaiki sebuah panser M8 Greyhound berwarna biru gelap, mereka menyusuri jalan kecil dengan dua lajur yang di kelilingin hamparan sawah di kedua sisinya, jalan itu nantinya akan melewati sebuah lereng diantara 2 kaki gunung berapi, salah satu gunung sudah tidak aktif sementara yang satunya sepertinya sedang tertidur dan tidak menunjukkan aktivitas vulkanik sama sekali.

     Susan mengendarai panser itu dengan lambat, beberapa kali ia berpapasan dengan para petani dan pengumpul gabah yang pulang dari tempat kerja mereka. Setiap mereka akan berpapasan dengan Susi, mereka akan melambaikan tangan dan tersenyum, mereka dengan cepat mengenali panser milik keraton itu berkat warna biru gelap yang merupakan warna utama keraton keluarganya, selain itu terdapat juga lambang keraton yang terpampang di pojok kanan depan.

     Susan membalas lambaian tangan dan senyuman yang di berikan dengan ramah, ia merasa seperti sudah memberikan peran yang besar kepada masyarakat di sekitarnya. Susan menepikan panser nya ke pinggir jalan dekat dengan sebuah pintu air yang digunakan untuk mengatur irigasi sawah. Terdapat lajur khusus yang dapat di gunakannya sehingga ia tidak akan mengganggu dua lajur utama yang digunakan untuk lalu Lalang. Susan membuka palkanya dan naik keatas pansernya menuju turret.

     Susi selama perjalanan ada di turret dengan atap terbuka di panser itu, ia beberapa kali memutar turret ke kanan dan kiri secara manual, biasanya turret tidak boleh di gerakkan Ketika panser sedang berjalan, karena di takutkan meriam dapat menghantam benda benda di sekitar jalan seperti tiang lampu/listrik/telepon, atau kendaraan yang datang dari arah berlawanan, beruntung selama di perjalanan tadi mereka tidak berpapasan dengan kendaraan besar seperti bus atau truk, dan jalan itu juga belum di lengkapi dengan lampu penerangan, sehingga Susi dapat memainkan turret itu sesuka hatinya.

     Susan duduk di atas kompartemen mesin, dan merenggangkan kakinya setelah hampir setengah jam menginjak pedal gas terus menerus.

"Hadehh, lelah banget" ucap Susan sambil menarik sendi sendi di tubuhnya.

"kak, nanti pulangnya Susi boleh coba bawa?" ucap Susi yang tiba tiba menyembul dari dalam turret.

"gaboleh, ini jalan raya, bahaya" Susan menolak permintaan adiknya dengan tegas.

"Susi bakal hati hati kok, Susi juga sering bawa panser kalo di sekolah" Susi mencoba meyakinkan kakaknya dengan ekspresi polosnya, sayangnya hal itu malah semakin tidak yakin jika adiknya memiliki keterampilan untuk membawa kendaraan besar seperti panser.

"yang kamu bawa Bren universal carrier kan? Itu mah anak SD juga bisa" Susan menebak jenis kendaraan yang adiknya akui sudah mahir kendarai.

"loh, kok kakak bisa tau?" Susi terkejut kakaknya bisa menebak dengan benar.

"Kakak tau kendaraan yang ada di klub senshado sekolah kamu, kan waktu itu kakak yang bantu pengurusan izin nya" Susan menjelaskan.

"Hmmmpff" Susi cemberut dan masuk Kembali kedalam turret.

     Interaksi keduanya berhenti untuk sementara. Susan memandangi pertemuan dua warna di Langit, di sisi timur langit mulai biru menggelap dikejar waktu maghrib sedangkan di sisi barat langit masih berwarna oranye karena sinar matahari yang mulai mengilang dari cakrawala, suara senandung doa dan pujian keagamaan mulai bersahutan dari beberapa desa yang ada di balik gunung seakan ingin menjadi yang paling lantang menyerukan kebesaran yang maha kuasa. Padi yang sudah menunduk dan menguning melambai terhembus angin, dari atas panser, kumpulan padi itu terlihat seperti permukaan laut yang bergelombang.

"damai sekali ya, Susi" ucap Susan pelan, ia menengok ke arah turret, penasaran adiknya sedang apa. "Susi?" Susan memanggil adiknya dengan lembut, adiknya hanya menjawab "nggih" namun sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya.

"kirain kemana" ucap Susan lega. "gimana sekolah kamu, lancar kah?" tanya Susan membuka obrolan baru yang ringan.

"normal normal aja sih" jawab Susi datar.

"masih berapa lama lagi sampai kelulusan?" lanjut Susan menanyakan hal lain menenai sekolah adiknya itu.

"ga sampai dua bulan sih, nanti sekolah akan mengadakan perpisahan di Yogya, lalu klub Senshado juga akan melakukan outing ke Ambarawa" Susi menjawab dengan detail.

"oh iya, pertandingan kakak melawan Van Oranje tahun ini di Ambarawa juga kan?" lanjut Susi menyambungkan obrolannya seketika ia menyebutkan nama kota yang ada di jawa tengah itu.

"loh, emang kamu ga nonton pertandingannya?" Susan terkejut adiknya menanyakan hal itu.

"belum, waktu pertandingan berlangsung Susi sedang ada ujian tambahan untuk perbaikan beberapa mata pelajaran, dari pagi sampe sore Cuma ngisi soal di komputer, pas udah selesai mau nonton ternyata siarannya sudah selesai" Susi menjelaskan mengapa ia bertanya. Susi terlihat kecewa karena tidak dapat menonton pertandingan yang di pimpin dua kakaknya itu.

"oh, gitu…" ucap Susan berusaha menahan gelagatnya agar adiknya tidak menanyakan hal yang lebih detail dari topik itu.

     Susi lalu menceritakan acara class meeting yang di selenggarakan sekolahnya untuk mengisi kekosongan setelah ujian selesai, beragam jenis perlombaan di lakukan, baik perlombaan individu maupun tim di pertandingkan pada acara itu. Yang paling unik menurutnya adalah lomba Tarik tambang antara para guru, dimana banyak guru yang berjatuhan Ketika salah satu sisi kehilangan pijakan, semua murid yang menontonnya tertawa dan sekolah pun penuh dengan keseruan. Susan tersenyum, bukan karena ia senang mendengarkan cerita adiknya, ia tersenyum karena adiknya tidak mengulik lebih jauh mengenai pertandingannya, ia dapat bernapas lega karena tidak harus berurusan dengan hal itu untuk sementara.

"yah jadinya Susi harus ganti baju sebelum pulang sekolah, karena kotor banget sehabis class meet itu" Susi menutup ceritanya. "wah seru banget kayaknya, kakak jadi pengen nonton langsung" Susan tersenyum manis.

"kalo di sekolah kakak gimana, seru juga kah?" tanya Susi meminta kakaknya menceritakan begiannya.

"kurang lebih sama sih, tapi Class meet di sekolah kakak ga berlangsung lama, Cuma 2 hari" ucap Susan menceritakan kegiatan akhir tahun sekolahnya itu.

"karena ada acara festival budaya dan akademik dengan sekolah partner kita, jadi OSIS lebih sibuk dengan event itu, dan murid murid juga lebih tertarik sama event itu sih kayaknya" lanjut Susan menjelaskan.

"begitu ya, ketemu sama murid murid dari negara lain pasti seru ya" Susi tersenyum membayangkan hal menyenangkan yang dapat dilakukan dalam acara itu.

"banyak loh yang akhirnya kenalan dan jadi teman jarak jauh, kakak juga punya lumayan banyak nomer murid murid dari sekolah lain, tapi kakak jarang ngobrol sama mereka" ucap Susan.

"heee, bukannya sayang banget ya" ucap Susi bingung.

"kakak Cuma ngobrol seperlunya dengan mereka, sekedar menjalin silaturahmi dan menjaga kontak dengan sekolah mereka" Susan menjelaskan.

"oh iya Susi, soal Senshado" Susan mengubah topik pembicaraan.

"kakak tau kamu ingin sekali bergabung dengan klub Senshado di sekolah kakak dan ada di satu tim dengan kakak, tapi apakah kamu sudah pikirkan lagi? Apakah kamu tidak punya ketertarikan lain selain dengan Senshado?" tanya Susan.

"hmmmm, ada sih sebenernya, Susi suka dengan kegiatan yang menguji fisik seperti atletik, bahkan Susi pernah mencoba beberapa cabang olahraga atletik kayak lari dan renang" Susi menjelaskan.

"tapi menurut Susi ada yang sesuatu yang kurang sesuai dari Atletik dengan diri Susi, menurut Susi Atletik terlalu individualistis, ya memang sih tetap ada unsur sportivitas dalam pertandingannya, tapi Susi kurang suka aja, kayaknya" lanjut Susi menjelaskan pendapatnya.

"menurut Susi, Senshado lebih baik?" lanjut Susan menanyakan hal yang lebih detail.

"setiap jenis olah raga menurut Susi punya kelebihan dan kekurangannya sendiri, namun menurut Susi, Senshado itu olahraga yang lebih menantang dan kompleks, dan itu yang membuat Susi sangat suka dengan Senshado" Susi terus menjelaskan. Susan menangkap apa yang di katakan adiknya.

"iya sih, Senshado melibatkan banyak sekali orang, bukan Cuma yang ada di dalam tank, tapi juga yang bertugas mengurusi dan merawat tank di luar pertandingan, modifikasi yang di izinkan juga terbatas agar pertandingan tetap adil" Susan menanggapi pendapat adiknya.

"tapi menurut Susi, hal itu juga menjadi masalah. semakin besar pihak yang terlibat, semakin besar tekanan untuk menang, tim tim besar seperti Kuromorimine dan Pravda memiliki ekspektasi yang besar untuk dapat mencapai puncak dan menjadi yang terbaik, akhirnya persaingan itu menimbulkan rivalitas yang tidak sehat, baik antara anggota kedua tim, maupun para penggemarnya" Susi beralih ke sisi negatif yang ada di dalam Senshado sebagai olah raga.

"tekanan untuk menang…." Susan menggumam pelan.

"Susi ingin menang, sejauh ini, Susi Cuma berhasil mendapatkan beberapa kemenangan melawan beberapa sekolah di tingkat kota dan provinsi, Susi ingin melawan tim yang lebih kuat dan menang" lanjut Susi menjelaskan, Susan menengok kearah adiknya dan melihat adiknya yang penuh pengharapan.

"Susi….." Susan menyelak. "Kalau kamu nggak menang, gimana ?" Susan bertanya dengan sangat serius, Susan yang sudah merasakan pahit manisnya olahraga itu tahu seperti apa rasanya kekalahan.

"Kalo kalah…." Ucapan Susi terhenti sebentar "Kalo Susi kalah, Susi akan coba lagi, siapa tahu setelahnya Susi akan menang, kalo nggak di coba ga akan tau, iya kan kak?" Susi menjawab dengan senyum penuh optimisme, maju terus pantang mundur sampai menang, mungkin itu mentalitas yang di pegang adiknya. Tapi Susan tidak melihat demikian, ia menganggap adiknya itu hanya terlalu polos dan tidak mengetahui realita yang sebenarnya dari olahraga itu.

"Ada apa kak?" tanya Susi melihat kakaknya itu diam melamun seperti memikirkan sesuatu.

"eh, nggak papa, kakak Cuma teringat sesuatu" ucap Susan memberikan alasan yang masuk akal.

 Susan mengeluarkan ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 17.45 "wah, ga kerasa udah jam segini" Susan terkejut dengan waktu yang berlalu begitu cepat.

"Eh, sudah mau pulang?" Sahut susi setelah melihat kakaknya itu membuka ponselnya.

"iya, kita harus sudah pulang sebelum terlalu gelap, panser kita juga ga di lengkapi dengan lampu malam" Susan menaruh Kembali ponselnya kedalam kantung bajunya dan beranjak dari tempatnya untuk Kembali ke posisi pengemudi.

"Yaaah, padahal rasanya baru sebentar" Susi kecewa, ia merasa mereka belum lama ada di tempat itu tapi persepsinya tentang waktu yang di lewatinya tidak akurat.

"Ayo Susi duduk di depan, nanti kakak ajarkan cara bawanya" Susan mengajak adiknya dengan Gerakan kepalanya. "Mauuu, Susi kesana sekarang!" Jawab Susi dengan semangat, ia langsung menutup turret dengan terpal gulung lalu berpindah ke sisi asisten pengemudi dari dalam.

     Panser mereka berputar arah dan berjalan menyusuri jalan lurus itu lagi, setengah jam perjalanan Kembali mereka tempuh dengan relatif sedikit input kemudi yang di butuhkan. Meski memiliki kecepatan hingga 89 km/jam di jalan raya, Susan hanya memacunya sampai kecepatan 55km/jam, alasannya adalah untuk menghemat bahan bakar dan juga untuk menghindari hal hal yang tidak di inginkan, jalanan juga mulai gelap, sedangkan lampu utama bawaan yang ada di depan tidak cukup terang. Mereka berdua akhirnya sampai di keraton tepat saat adzan maghrib berkumandang.