webnovel

Gentar Almaliki

Gentar merupakan seorang pemuda yatim piatu, berkelana ke pulau Juku untuk menuntut ilmu agama dan belajar ilmu bela diri. Hal tersebut, semata-mata untuk menghindari orang-orang yang selama ini selalu menghina dan meremehkannya. Akan tetapi, Gentar tidak mempunyai dendam terhadap mereka. Ia bertolak dari pulau Kaliwana menyebrangi lautan menuju ke pulau Juku atas petunjuk dari seorang pengurus Masjid yang berada di desa tempat tinggalnya, dan juga sudah menjadi tekad yang kuat dalam dirinya untuk mengasingkan diri dari keramaian. Hingga pada akhirnya, Gentar tiba di sebuah hutan yang ada di pulau Juku, dan di tempat tersebut ia bertemu dengan seorang pria berusia senja yakni–Ki Ageng Raksanagara yang sudah berdiam diri dan menyepi di bawah kaki gunung Kalingking selama bertahun-tahun lamanya. Kemudian, Gentar pun mengajukan diri kepada Ki Ageng Raksanagara untuk menjadi muridnya. Dengan senang hati, Ki Ageng menerima Gentar sebagai muridnya. Banyak hal yang Gentar dapatkan selama tinggal bersama Ki Ageng, Gentar tumbuh menjadi seorang pemuda berakhlak baik dan bijaksana, serta mempunyai kesaktian tinggi dalam ilmu kanuragan.

Gumilar79 · Fantasy
Not enough ratings
60 Chs

Pertemuan Gentar dengan Wanita Iblis

Gentar tampak emosi, ingin rasanya memukul wajah orang itu. Namun, sekuat tenaga ia mencoba menahan amarahnya.

"Pengurus padepokan menyambut tamu dengan begitu kasarnya, tidak guna aku ladeni. Kelak aku akan menyuruh pemimpin kalian bersimpuh di hadapanku. Saat itu kalian akan tahu bahwa aku adalah satu anak muda yang tidak boleh dipandang rendah!" pungkas Gentar berlalu dari tempat itu.

Kemudian, ia pun langsung kembali ke kota Ponti, benda pusaka yang hendak ia serahkan kepada Sri Wulandari dibawa lagi pulang.

"Aku sudah bersusah-payah mereka tidak menghargaiku," gerutu Gentar dalam perjalanannya kembali ke kota Ponti.

*

Malam harinya, Gentar langsung melaksanakan rencananya, memasang pengumuman di pusat keramaian. Setelah selesai, ia kembali lagi ke rumah penginapan untuk beristirahat.

Esok paginya di pusat keramaian kota. Warga digegerkan dengan sebuah pengumuman yang menyatakan bahwa telah dibuka sayembara untuk memperebutkan keris pusaka yang awalnya hendak diserahkan kepada Sri Wulandari.

Dalam pengumuman tersebut, Gentar menuliskan bahwa, Sri Wulandari dan anak buahnya tidak berhak mengikuti acara tersebut.

Pengumuman sayembara itu, sudah mengegerkan warga kota, khusus bagi para pendekar di rimba persilatan. Meskipun kabar tersebut tidak mereka ketahui dengan pasti dari mana datangnya. Namun, para pendekar di kota tersebut sangat antusias menyambut sayembara itu, karena mereka tertarik dengan keris pusaka tersebut.

Sebagian dari warga, ada pula yang menganggap bahwa itu adalah sebuah lelucon dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Akan tetapi, bagi para pendekar yang kebetulan sedang berada di kota Ponti. Hal tersebut, merupakan kesempatan mereka untuk mengasah kemampuan.

Para pendekar dari seluruh dunia persilatan tergiur dengan hadiah keris pusaka tersebut. Ratusan tahun silam, keris pusaka tersebut sudah membuat geger di kalangan para pendekar yang ada di pulau Juku. Kini, setelah lama menghilang. Tiba-tiba muncul dan kembali membuat gaduh di pulau yang berbeda, yakni di pulau Kaliwana.

"Aku tidak menyangka, bahwa keris tersebut bisa kembali. Setelah menghilang hampir satu abad lamanya," ujar seorang kakek renta. "Ketika pergolakan terjadi seratus tahun silam. Aku masih berumur delapan tahun, sekarang umurku sudah menginjak satu abad lebih peristiwa ini aku alami kembali," sambungnya lirih.

"Berarti umur Kakek sudah 108 tahun?" tanya seorang anak muda yang duduk di sebelah orang tua itu.

Orang tua renta itu hanya tersenyum dan menganggukkan kepala. Kemudian, ia berkata lagi, "Sungguh aku tidak menyangka, secara mendadak ada orang dari pulau Juku mengeluarkan wara-wara seperti ini."

"Apa keistimewaan dari keris pusaka itu, Kek?" bertanya lagi pemuda itu.

"Di samping senjata, keris itu merupakan kitab kuno. Kenapa aku bilang sebagai kitab kuno? Karena di bagian badan dan warangka keris tersebut, tersimpan tulisan kuno. Jika dipelajari, maka pemiliknya akan menjadi orang terhebat di rimba persilatan," jawab orang tua itu menuturkan.

Pemuda itu, terdiam sejenak sambil mengerutkan keningnya. Lalu, ia berkata lagi, "Kalau memang hal itu benar, kenapa orang yang membawa keris pusaka tersebut. Tidak menguasai sendiri kerisnya dan mempelajari petunjuk tulisan dari keris tersebut?"

"Entahlah, aku pun tidak tahu akan hal itu," jawab orang tua tersebut.

Semenjak kemunculan kabar luar biasa itu. Di pasar, di ladang, di tempat-tempat umum pusat perkotaan, hampir di seluruh penjuru kota. Banyak yang membicarakan masalah keris pusaka tersebut.

Gentar yang sudah membuat gaduh suasana, hanya tertawa-tawa saja di rumah penginapan. Ia hanya berdiam diri di kamar penginapan, sambil menunggu waktu yang tepat, waktunya sayembara dimulai.

Sayembara tersebut cukup unik, dilaksanakan pada tengah malam di pinggiran desa yang ada di ujung kota tersebut. Gentar sengaja memilih tempat tersebut, demi kerahasiaan dirinya, agar tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas.

Ketika, menjelang waktu tengah malam. Gentar sudah bersiap dengan menyanggul sebilah pedang pusaka Almaliki, dan membawa keris pusaka yang hendak di sayembarakan itu, ia bergegas melangkah menuju pinggiran desa, ke sebuah tempat yang hendak ia jadikan arena sayembara itu.

Di saat keluar dari rumah penginapan, Gentar langsung menghentakkan kakinya dan melompat ke udara bak seekor elang melayang tinggi melesat menuju ke arah selatan.

Dari kejauhan, tampak para pendekar dan penduduk setempat sudah berkumpul di tempat tersebut. Mereka sangat antusias untuk ikut bersaing dalam memperebutkan keris pusaka itu.

"Ya, Allah! Ternyata sikap main-mainku dianggap sungguh-sungguh oleh para pendekar itu," desis Gentar sedikit merasa kaget dengan pemandangan yang ia lihat kala itu.

Selain itu, ternyata yang datang ke tempat tersebut merupakan para pendekar yang sudah mempunyai tingkat keilmuan tinggi di dunia persilatan. Mereka yang hendak ikut andil dalam acara tersebut, merupakan jago-jago dari dunia persilatan di berbagai sekte.

Namun, hal tersebut. Sudah terlanjur terjadi, dan Gentar pun siap melaksanakan sesuai rencana awal. Kemudian, ia meloncat tinggi, dan mendarat sempurna di atas tumpukan bebatuan besar yang ada di tempat tersebut.

Gentar langsung mengeluarkan keris pusaka. Lantas, ia berkata dengan lantangnya,

"Wahai para pendekar sekalian, dengarlah! Aku datang dari negri sebrang yang jauh, dengan membawa sebuah keris pusaka. Aku sengaja datang ke pulau Kaliwana. Awalnya hendak mengembalikan keris pusaka ini kepada pemiliknya yakni, Sri Wulandari. Namun sungguh disesalkan, pengurus dari padepokan tersebut sikapnya sangat angkuh dan jumawa, tidak sudi memberi izin kepadaku untuk bertemu dengan Sri Wulandari," ujar Gentar. "Bagiku sendiri, keris pusaka ini tidak ada manfaatnya. Maka, aku menggelar sayembara ini. Untuk kalian yang punya kesaktian tinggi dan berhasil menyingkirkan pesaing-pesaing dalam sayembara ini, maka keris ini akan jatuh ke tangan sang pemenang," sambung Gentar.

Belum selesai berbicara, tiba-tiba saja terdengar kegaduhan. Para pendekar itu, mendadak berpencar dan langsung mengitari Gentar yang berdiri di atas tumpukan bebatuan besar.

Masing-masing di antara para pendekar tersebut, sudah mengambil sikap. Sepertinya mereka akan segera turun.

Dalam dunia persilatan, Gentar terbilang masih seumuran jagung. Ia belum mengetahui bahayanya di kalangan dunia persilatan itu seperti apa? Ia bertindak gegabah, berani bermain api yang tentu akan membakar kulitnya sendiri, jika dirinya tidak mampu mengendalikan permainan tersebut.

Para pendekar yang mengurung dirinya, terdiri dari berbagai sekte dunia persilatan. Mereka bukan para pendekar biasa dan tidak hanya berasal dari kota Ponti saja, para pendekar tersebut datang dari berbagai belahan penjuru negri yang siap memperebutkan keris pusaka tersebut.

Para pendekar itu semuanya terdiri dari manusia-manusia buas dan kejam dari berbagai sekte persilatan.

Sedari awal kedatangan Gentar, mereka memang hanya diam saja. Namun itu bukan karena mereka takut kepada pendekar muda itu. Melainkan para pendekar itu, ingin melihat gelagat Gentar terlebih dahulu. Terutama mereka yang merasa jera terhadap Sri Wulandari atau wanita iblis yang merupakan pemilik keris pusaka tersebut.

*