73 Pingsan

Hari ini adalah hari senin, hari dimana Carolina harus mengumpulkan kartu konsultasi proposal miliknya, sekaligus hari yang dijanjikan si apel merah untuk memberikannya 100 tanda tangan milik pria itu.

Tapi, sudah 20 menit yang lalu Carolina masih berada di dalam kamar mandi di dalam kamar indekos miliknya, tapi bukan untuk mandi, bukan juga untuk melakukan panggilan alam, tapi untuk mual-mual.

"Maag sialan! Padahal ini hari penting, tapi gue daritadi mual-mual mulu, hoekk," maki Carolina lagi.

"Lagipula gue juga udah tau ada maag, tapi sok-sok-an gak mau makan, ah, padahal sebentar lagi gue berhasil nemuin papa," pikir Carolina lagi namun rasa mual kembali menyerangnya.

Hari sabtu siang kemarin, Carolina yang selalu menyuruh Yui, kecerdasan buatan yang dia buat, untuk melacak keberadaan papanya, entah dari nama yang muncul di media cetak atau wajahnya yang aplikasi Carolina buat untuk memperkirakan seperti apa wajah papanya saat ini, dan tiba-tiba dia mendapatkan sebuah pencerahan.

Yui berhasil mendeteksi orang yang kemungkinan papanya lewat kamera lalu lintas yang berada di Jakarta! Ketika melihat rekaman itu, meski wajah itu terlihat lebih tua dari ingatan yang Carolina ingat tentang papanya, Carolina yakin bahwa itu adalah papanya!

Papanya ternyata berada lebih dekat daripada yang dia perkirakan!

Papanya masih berada di Indonesia!

Setelah mengetahui hal itu, Carolina menghabiskan hari itu untuk menelusuri kemungkinan-kemungkinan papanya akan pergi ke mana, meretas cctv setiap toko yang berada di sekitar situ, dan melakukan semua upaya yang dapat dia pikirkan dan lakukan.

Karena melakukan hal tersebut, dia mengabaikan makan siang dan makan malam di hari itu dan hanya memakan roti persediaannya.

Keesokan harinya juga begitu, dia hanya sarapan dan memakan roti di malam hari karena terlalu sibuk untuk mencari keberadaan papanya. Dia bahkan nanti tidur jam 3 pagi karena ingin mencari informasi tentang papanya,

Akibatnya, hari ini dia bangun dengan kepala yang sakit, badan yang kelelahan dan rasa mual, Carolina langsung mengambil kesimpulan bahwa maag telah menyerangnya.

Tapi karena hari ini dia harus ke kampus untuk meminta tanda tangan dosen pembimbingnya dan ke NamTech untuk mengambil tanda tangan Ethan, Carolina memaksakan dirinya untuk mandi dan pergi ke NamTech.

***

"Selamat pagi neng Carol, tumben telat" sapa satpam NamTech ketika melihat Carolina, "Eh, kok pucet banget mukanya? Neng sakit?" tanya satpam itu lagi ketika melihat keadaan Carolina.

"Pagi pak, ah gak kok, ini hanya masuk angin saja, iya nih, telat 20 menit, mudah-mudahan gak dimarahin pak Andi, hehe. Aku duluan ya pak," ucap Carolina kemudian kembali melangkahkan kakinya lagi.

"Hmm… kayaknya gue ke ruangannya si bodoh itu dulu deh, daripada lagi-lagi si bodoh itu datang ke tempat gue, terus rumor kalo gue sering ketemu sama dia makin melebar-lebar," pikir Carolina yang kembali mengingat perkataan mahasiswi Ilmu Keperawatan yang menghampirinya jumat kemarin.

Setelah sampai di lantai 6, Carolina berjalan menghampiri Agung.

"Selamat pagi pak Agung, apa pak Ethan ada? Pak Ethan menyuruhku untuk datang menemuinya," ucap Carolina, sengaja berkata seperti itu. Dia tidak mungkin bilang ke Agung dia ingin menemui Ethan dengan kemauannya sendiri, bukan?

"Pa.. Kaget aku! Apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat pucat!" Agung yang baru saja akan membahas salam Carolina, terkejut ketika melihat penampilan wanita itu.

"Aku hanya masuk angin kok pak Agung, jadi apa pak Ethan ada di dalam?" tanya Carolina lagi.

Agung mengangguk, "Ya, pak Ethan ada di dalam, kamu bisa masuk ke dalam, apa kamu gak ingin minta izin dulu?"

"Tidak apa-apa kok pak Agung, kalau begitu aku masuk dulu, ya," ucap Carolina, kemudian setelah mengetuk pintunya dan mendengar suara Ethan yang menyuruhnya untuk masuk, Carolina baru membuka pintunya.

"Sia.. Oh kamu, eh, apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat pucat!" ucap Ethan ketika menyadari bahwa wanita yang masuk adalah Carolina, namun penampilan wanita itu terlihat sangat pucat.

"Gue baik-baik aja kok, oh ya mana hoek" baru saja Carolina ingin menanyakan 100 buah tanda tangan Ethan, rasa mual kembali mendatanginya.

Ethan yang masih duduk di kursi kulitnya, segera berdiri ketika melihat hal itu, "Apa kamu baik-baik saja? Jangan muntah di lantai, itu di situ toilet, kamu bisa menggunakannya," ucap Ethan yang melihat bahwa Carolina sebentar lagi akan muntah. Menunjuk sebuah pintu toilet yang berada di ruangannya

Carolina yang menutup mulutnya dengan tangannya, hanya mengangguk dan segera membuka pintu toilet itu.

"Hoek… hoek… hoek"

"Pelan-pelan saja, muntahkan saja dulu semuanya, jangan muntah di lantai ruanganku!" ucap Ethan dari luar.

Carolina yang mendengar hal itu merasa kesal, memangnya si bodoh itu pikir dia orang yang seperti apa? Apa dia muntahin aja kursi kulit milik pria itu, ya?"

"Apa kamu yakin sudah memuntahkan semuanya?" tanya Ethan yang berdiri tepat di depan toilet ketika Carolina telah membukakan pintu toiletnya.

"Tentu saja! Awas!" ucap Carolina dengan tidak senang karena pria itu menghalangi jalannya.

"Kamu yakin? Jangan muntah di lan- Hei! Apa kamu yakin kamu baik-baik saja?" tanya Ethan ketika melihat Carolina berjalan dengan linglung.

"Gue cuma sedikit pusing aja ini gue…" belum sempat Carolina melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba pandangannya semakin kabur dan tubuhnya terasa kehilangan tenaga, dan akhirnya, dia tidak sadarkan diri.

"Hei!" Ethan terkejut ketika melihat wanita itu tiba-tiba saja roboh seperti itu, untung saja posisi mereka saat ini dekat, jadi Ethan bisa menangkap wanita itu sebelum wanita itu jatuh ke lantai.

"Apa kamu baik-baik saja? Sadarlah!" ucap Ethan menepuk-nepuk pipi wanita itu dengan ragu. Jika wanita itu hanya bercanda dan tahu bahwa pipinya di tepuk-tepuk oleh dirinya, apa mungkin wanita itu akan memarahinya lagi?

Tapi melihat Carolina yang masih tidak sadarkan diri, Ethan langsung mengangkat tubuh wanita itu yang terasa ringan dan lemah di tangannya, dan membuka pintu ruangannya untuk membawanya ke rumah sakit.

Jika terjadi sesuatu dengan wanita itu di ruangannya, bisa-bisa dia akan menjadi seorang tersangka.

"Pak Ethan, Eh! Apa yang terjadi?!" tanya Agung yang kaget melihat Ethan yang sedang menggendong Carolina.

"Aku juga tidak tahu! Bisakah kamu membantuku untuk membukakan liftnya? Aku akan mengantarkannya ke rumah sakit," ucap Ethan yang sedikit takut juga, Carolina yang dia kenal adalah wanita yang pandai mengumpat, suka makan, suka uang, dan terlihat percaya diri ketika sedang bersamanya.

Melihat wanita itu dalam keadaan lemah seperti ini membuat Ethan menyadari bahwa wanita itu tetap saja seorang wanita, makhluk lemah yang harus dijaga dan dilindungi.

Jiwa kejantanannya yang ingin melindungi wanita tiba-tiba saja keluar, dia tidak tahu perasaan ini muncul karena Carolina adalah seorang wanita, atau karena Carolina adalah Carolina.

"Ah, baik," ucap Agung kemudian langsung bergegas menuju ke arah lift dan menekan tombolnya.

Saat sampai di bawa, para resepsionis dan satpam terkejut ketika melihat boss mereka yang menggendong Carolina yang tampak tidak sadarkan diri.

"Pak, ayo bantu," panggil Agung kepada satpam ketika mereka mengalami kesulitan untuk memasukkan Carolina di jok belakang mobil.

"Pak Ethan yakin akan membawanya sendiri? Sebentar lagi pak Ethan akan ada meeting dengan para wakil direktur," ucap Agung yang tiba-tiba mengingat bahwa Ethan ada jadwal meeting.

"Iya, aku yakin, tunda saja dulu semua meeting hari ini!" ucap Ethan yang langsung masuk ke dalam mobilnya dan segera menancapkan pedal gasnya.

"Wanita ini… semoga kamu baik-baik saja!" pikir Ethan sambil sesekali menengok ke arah jok belakang.

***

"Dokter! Suster! Siapa saja!" teriak Ethan yang menggendong Carolina ke UGD.

"Kyaa! Nam Ethan!" jerit seorang suster yang mengenali Ethan, Ethan yang terburu-buru tidak sempat memakai penyamarannya.

"Ke sini! Ada apa?" teriak seorang dokter wanita yang menunjukkan sebuah ranjang kosong. Ethan segera menghampiri dokter itu dan membaringkan Carolina di ranjang itu.

"Apa yang terjadi?" tanya dokter itu sambil memeriksa keadaan Carolina.

"Aku gak tau, tiba-tiba saja dia pingsan," ucap Ethan lagi.

"Apa yang terjadi sebelum dia pingsan? Apa kamu melihatnya?" tanya dokter itu lagi.

"Hmm.. wajahnya memang sudah pucat, terus tadi dia sempat mual-mual di kamar mandi, aku gak tau kalau dia sampai muntah atau tidak, oh ya, dia juga tadi katanya sedikit pusing sebelum akhirnya dia pingsan dan tidak sadarkan diri sampai sekarang," jelas Ethan lagi.

"Sudah berapa lama sejak hal tersebut berlalu?"

"Sepertinya sekitar 20 menit sampai 25 menit yang lalu," ucap Ethan yang melihat jam tangan yang dia kenakan.

Dokter itu diam saja dan kembali memeriksa Carolina, setelah beberapa saat, dia berkata sesuatu kepada perawat, dan perawat membawakan sebuah alat, dokter itu kemudian mengangkat kemeja yang dikenakan oleh Carolina.

Melihat itu, Ethan langsung segera mengalihkan pandangannya, jika wanita itu tahu Ethan melihatnya, wanita itu bisa memarahinya lagi.

Tak lama kemudian, dokter itu berkata.

"Bapak tidak perlu khawatir, seperti pasien hanya kelelahan dan dehidrasi, dan saat ini pasien sedang tidur," ucap dokter itu sambil tersenyum menenangkan.

Ethan yang mendengar hal tersebut hanya bisa bernafas lega, dia kemudian memandang Carolina yang saat ini sedang tidur.

"Dasar wanita ini, membuat orang khawatir saja!"

"Tapi…," ucap dokter itu lagi menggantungkan kalimatnya.

"Ada apa? Apa sesuatu yang gawat terjadi padanya? Apa dia tidak akan bangun lagi?" tanya Ethan khawatir.

"Sepertinya pasien saat ini sedang hamil," ucap dokter itu lagi yang membuat Ethan terkejut.

Apa? Hamil?

avataravatar
Next chapter