Pagi yang sendu dengan embun sisa rintik hujan semalam, buliran-buliran embun bergelinding diatas daun lompong. Mentari yang nampak malu dibelakan awan membuat ayam kembali terlelap dalam sarangnya. Perkiraan cuaca menunjukkan suhu 20 derajat celcius, cukup dingin untuk ukuran suhu dipagi hari. Seperti biasa setelah mengantarkan adiknya ke sekolah, Ana bergegas lari menuju sekolahnya. Gerbang sekolah masih terbuka sangat lebar, karena memang waktu masih menunjukkan pukul 06.04 WIB. Masih sangat pagi untuk datang ke sekolah, namun daripada menunggu dirumah akan lebih baik Ana bersantai dikelasnya. Ditaruhnya backpack warna hijau tua dengan gantungan kunci berbentuk payung, gantungan kunci yang paling Ana sayang karena pemberian sahabatnya beberapa waktu yang lalu.
"Weits, udah berangkat aja kamu. Ana" goda salah satu teman sekelasnya.
"Iya nih, bangunnya kepagian. Re" jawab Ana menoleh temannya.
"Bangun pagi apa malah nggak tidur?" jawab Reni sambil mengambil tempat sampah.
"Hahahaha, sok tau aja sih kamu" jawab Ana lagi.
"Oh ya, An. Raina sebenernya keluar atau dikeluarin sih?" taya Reni penasaran.
"Aku kurang tau, Re. yang jelas itu pilihan baik buat dia dan keluarganya" jawab Ana lagi.
"Ohh, yaudah. Aku buang sampah dulu ya" kata Reni yang berlalu membawa keranjang sampah dari kelasnya.
Dipandanginya lagi jendela yang mengarah ke pintu gerbang, memang kini dirinya sudah masuk ke kelas 12. Namun dirinya kembali memilih duduk dimeja yang menghadap ke pintu gerbang untuk sedikit berbaharap sahabat dan orang yang dicintainya akan kembali ke sekolah lagi. Meskipun akhirnya dirinya akan menghindari laki-laki itu, tapi setidaknya kini dirinya tak perlu takut dengan Zoya yang akan mempermalukan dirinya disekolah jika ketahuan mengamati Gaska dari jauh. Kini dirinya bingung dengan perasaannya kepada Gaska, Ana sangat membenci dan bahkan sakit hati bila melihat Gaska. Namun untuk saat ini, saat dirinya tidak bisa melihat wajah Gaska, Ana malah merasakan rindu dan sakitnya ditinggalkan seseorang yang dirinya cintai. Lamunannya tentang Gaska dan Raina dikagetkan dengan kedatangan kedua sahabat yang datang kekelasnya.
"Woy! Diem diem bae, nyusu ngapa nyusu" kata Sekha memberikan sekotak susu pada Ana yang sedang melamun memandangi gerbang.
"Ngelamun bae si ini bocah, hehehehe" goda Yasha yang datang bersama Sekha.
"Eh kalian, tumben kesini?" tanya Ana basa basi.
"Yaudah, Sha. Balik aja yuk, kita diusir sama Ana" ajak Sekha menggoda Ana.
"Hehehehe, bukan gitu maksudku. Tumben banget jam segini udah berangkat, biasanya telat" ejek Ana pada kedua sahabatnya.
"Ini nih, ini anak tidur dirumahku. Trus katanya hari ini piket, yaudah aku minta mamahku bangunin jam 6. Eh malah dibangunin subuh coba" kata Yasha menjelaskan.
"Wahahaha, ya namanya orang tua itu alarm paling ampuh" jawab Ana tertawa.
"Bener banget, trus sarapannya udah siap semua lagi. Nggak tau deh mamahnya Yasha masak dari jam berapa, sarapannya lengkap banget" jelas Sekha lagi.
"Wah, kapan-kapan kayanya aku mau deh nginep dirumah kamu. Sha" kata Ana menggoda.
"Ide bagus tuh, ajak Alma aja" kata Sekha lagi.
"Bagus, bagus mata lu. Rumah ku berasa tempat penampungan anak" kata Yasha.
"Minggir! Minggir, aku mau nyapu" kata Reni yang datang dan kembali menyapu kelas dengan beberapa teman lainnya yang piket.
"Eh Reni, makin cantik aja nih" goda Sekha.
"Emang, emang akutuh cantik. Emang kamu, jelek" jawab Reni yang tengah membersikan kolong meja dan kursi yang diduduki Ana, Yasha dan Sekha.
"Yah, nyolot banget sih. Ren. Salah minum obat nih pasti. Hahaha" goda Yasha.
"Obat nyamuk" jawab Reni dengan cengingisan.
"Ini Ren, minum susu. Biar gede, nggak segini bae" kata Sekha meledek.
"Akutuh sebenernya nggak pendek, cuma keterusan duduk aja. Hahahaha" jawab Reni membalas ledekan Sekha.
Mereka pun asik bercengkramah hingga lupa bahwa bel masuk sudah berbunyi, untung saja guru yang masuk tidak memarahi Yasha dan Sekha yang berada dikelas Ana. Mereka diijinkan keluar dan kembali kekelas mereka masing-masing. Mereka mengikuti pelajaran dengan sangat memperhatikan, karena kelas 12 bukanlah waktu untuk bersantai dan bermain-main. Menuju ujian nasional yang akan dilaksanakan 4 bulan lagi, mereka dituntut memahami setia materi yang disampaikan guru dengan sangat cepat. Terpaksa mereka jarang bermain dan bertemu dalam berbagai keadaan, waktu yang kosong dilakukan untuk mencari materi diperpustakaan atau sekedar mengerjakan soal yang mereka dapat dari guru di masing-masing mata pelajaran
Satu tahun berlalu sejak kepindahan Raina dan Gaska, Ana duduk dikelas 12 Mipa 3 berpisah dengan kedua sahabatnya Yasha dan Sekha yang kembali bersama dikelasn 12 Mipa 4. Kelasnya memang hanya bersebelahan, namun mereka hanya bisa bertemu ketika jam istirahat tiba. Keduanya sama-sama sibuk setelah pulang sekolah, Yasha mempersiapkan diri untuk masuk ke salah satu Universitas yang diinginkannya diluar kota, sedangkan Sekha mempersiapkan diri untuk kembali ke desa sebelum akhirnya bersiap ke universitas yang sesuai dengan bidang keahliannya. Ana sendiri bukan tidak ingin melanjutkan sekolah, namun dia lebih memikirkan masa depan Alma yang sebentar lagi akan masuk sekolah menengah pertama yang tentunya banyak membutuhkan biaya. Kini ia terbiasa mengurus angkringan sendiri sejak kepergian Raina ke Singapura 1 tahun yang lalu. Ditengah putus asanya Ana saat itu, ia memutuskan pergi ke rumah Raina untuk menanyakan kebenaran bahwa Raina pindah dari sekolahnya. Ditengah hujan lebat, Ana memutuskan berlari menuju rumah Raina setelah sebelumnya menggunakan bis yang berhenti disalah satu halte tak jauh dari perumahan Raina.
"Raina! Raina! Raina!" seru Ana didepan rumah Raina.
"Raina! Keluar! Raina!" seru Ana lebih kencang lagi.
Tiba-tiba gerbang yang tadinya tertutup rapat kita terbuka dan menunjukkan seorang perempuan yang mengenakan paying.
"Ya ampun neng, non Raina baru aja pergi ke bandara" kata Mba Ipah menemui Ana.
"Barusan, mba?" tanya Ana yang mulai menggigil.
"Iya neng, yuk masuk dulu. Neng" ajak Mba Ipah.
Ana tak memperdulikan omongan Mba Ipah, dirinya segera berlari menuju gerbang utama perumahan Raina. Teringat dirinya dengan pangkalan ojek yang ada didepan perumahan ini, langkahnya tak lagi karuan sebab hawa dingin yang menusuk ke tulang membuatnya menggigil. Namun itu semua tak menghentikannya mengejar sahabatnya yang pergi tanpa berpamitan, ia berharap Raina tidak jadi pergi meninggalkan dirinya. Hidupnya sudah teramat sepi setelah perginya kedua orang tuanya. Segera ia bergegas menuju bandara menggunakan ojek yang sedang mangkal didepan perumahan Raina. Baju yang awalnya kering menjadi basah karena derasnya air hujan disepanjang jalan menuju bandara, hujan yang berubah menjadi gerimis membuat baju Ana kembali mongering karena rasa hangat ditubuhnya. Setelah selesai membayar ojek, ia berlari tak karuan menuju gate pemberangkatan menuju Singapura. Dilihatnya seorang wanita dengan rambut terurai menggandeng koper besar berjalan memasuki gate, tanpa berpikir panjang dan penuh pertimbangan. Ana berteriak memanggil wanita itu ditengah kerumunan manusia.
"Rainaaaa!!!" seru Ana memanggil Raina.
Namun sayang, badannya yang sudah menggigil membuatnya tak sadarkan diri dan akhirnya jatuh tanpa bertemu Raina.
"Raina pergi" pikirnya sebelum dirinya benar-benar tak sadarkan diri.
Ana yang malang harus kembali hidup sendiri, melepaskan sahabat yang ia jadikan pendengar pergi meninggalkan dirinya. Terkadang keluarga akan terasa asing dan orang luar terasa seperti saudara yang lahir dari rahim yang sama. Selamat membaca ~