Rumah sakit umum Dr. Soedomo
Toyota Rush berhenti tepat di depan lobi. Pemuda berambut panjang berserakan turun dari kursi kemudi dan lekas menuju pintu belakang. Seperti komando tanpa pemberitahuan semua orang bergegas mendekat. Mendekati pemuda yang membopong perempuan ringkih di kedua telapak tangannya sembari berlari.
Air mata bu sumi tumpah ketika tubuh ringkih itu masuk ruang IGD dan disambut sekelompok orang berbaju putih. Hanya diizinkan seorang saja yang menemaninya. Terlihat Laras buru-buru mengambil peran tersebut membalik tubuhnya sejenak untuk menatap ibunya dan seolah memberi instruksi pada leandra bahwa dia menitipkan sang ibu pada pemuda tersebut.
Leandra kebingungan. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan menuntun bu sumi untuk duduk di salah satu kursi bersama orang-orang yang sedang menghadapi dilema yang sama.
Dilema yang mendalam tentang salah satu anggota keluarga mereka sedang dalam kondisi kritis.
Dalam kecanggungannya mpemuda ini mencoba menatap bu sumi, dia hanya menatap saja sebab dia tak ingat bahwa dirinya pernah mengalami kejadian serupa, kalau toh salah satu anggota keluarganya sakit sekelompok tenaga medis akan mengurusnya. Tak ada air mata di sana tak ada keresahan sebesar ini bahkan tak ada hati yang merintih. '
Semua tertangani dengan sempurna. Sesempurna terbaring di sebuah kamar VVIP rawat inap rumah sakit ternama lalu keesokan harinya segalanya usai begitu saja. Beruntung salah satu dari anggota keluarga ingat untuk menjenguk. Leandra sering kali lupa menjenguk anggota keluarganya sendiri ketika sakit.
Tapi hari ini yang temukan berbeda, perempuan dihadapannya menghapus air matanya, sejenak kemudian tersenyum pada leandra lalu berkata : "matur nuwun," menepuk-nepuk bahunya dengan lembut dan bangkit.
"ibu mau kemana?"pertanyaan yang terkesan seperti pemuda kosong yang polos,
"Tole tunggu di sini saja," Bu sumi terlihat sibuk mengeluarkan sesuatu. Dan leandra bisa melihat itu adalah kartu kesehatan BPJS.
"nanti kalau Laras keluar dan butuh sesuatu, bilang, ibu masih antri di ruang administrasi," leandra mengangguk layaknya anak kecil yang penurut.
Lalu perempuan dengan usia mendekati lima puluh tahunan tersebut berjalan anggun menjauhi keberadaan Leandra. Pemuda ini tak tahu kenapa di dalam dadanya sesara ada sebuah gumpalan yang menekan. Leandra merasa dia bisa merasakan sesuatu yang dirasakan ibu sumi. Keadaan yang aneh menurutnya.
Dan benar kata ibu sumi, tak lama laras keluar. Gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu yang menjadikan leandra mengangkat tangannya. Memberi tahu tempatnya berada. Tidak ada air mata pada wajah gadis itu dia tenang dan terlihat tegar.
Hanya duduk terdiam menarik rambutnya yang terikat berantakan lalu membuat ikatan ulang sebelum dia bertanya : "kemana ibuku?"
"mengantri di ruang administrasi," lalu leandra menemukan gadis itu mengangguk.
"bagaimana keadaan nenek?" leandra memberanikan diri untuk bertanya. Dia pikir pertanyaan ini mampu memecah kesunyian.
Gadis itu terlihat menggigit bibirnya sejalan kemudian dia terlihat menelan oksigen di sekitarnya banyak-banyak, "entah," kata-kata ini keluar seiring dengan hembusan nafas yang Leandra pikir itu cara Laras mengusir gundah.
Bahkan hingga menit berganti dia tak berkata-kata dan tak banyak bergerak. Duduk tenang mengamati handphone di tangannya.
Leandra bangkit mengingat bahwa tenggorokannya kering kerontang. Dia mencari minum dan membawa kembali tiga botol air mineral.
Ia hampir tak ingat bahwa di dalam sakunya hanya ada uang dua puluh ribu dari celana yang entah sudah berapa hari belum ganti. Ketika dia berjalan menuju Laras dirinya menatap miris Tuanku Imam Bonjol dengan jenggot panjangnya yang terlihat teduh.
Meletakkan salah satu botol di atas pangkuan Laras gadis itu menatapnya sekilas kala ia membasahi tenggorokannya dengan air mineral.
***
Di tempat lain, di rumah joglo.
Sekelompok orang yang akan menunaikan shalat ied terhenti dan bergumul. Kerumunan itu penasaran atas kabar menghilangnya satu unit mobil yang bermalam di kampung mereka.
Sebuah kejadian yang super langka. Bahkan motor yang diletakkan di pinggiran embong sawah dengan kunci mencap di mana pemiliknya melalang buana di hamparan sawah mencari rumput saja, tak pernah sekalipun ada yang berminat mengambilnya.
Mobil adalah perkara besar. Lebih besar dari pada sapi lek manto yang melahirkan kembar. Atau kambing bu minah yang memiliki kaki tiga dan ditawar kolektor satwa dengan harga lima puluh juta rupiah.
Kerumunan tersebut terbelah jadi dua ketika kepala desa dan aparat datang, "Kok iso ilang piye ceritane??" kalimat-kalimat berbahasa bukan Indonesia membuat kepala Martin kian pening.
Dalam kegaduhan tadi pagi tak ada yang menyangka akan melebar sejauh ini.
Anak-anak metropolitan ini saling berdiskusi tanpa melibatkan sosok yang semalam tidur bersama mereka. Lek manto membuat inisiatif sendiri.
Dia pikir hilangnya mobil Martin murni kejadian pencurian. Untuk itu lek manto Spontan memberi tahu RT dan para aparat desa.
Sehingga kabar itu di siarkan di surau-surau di antara suara takbir menjelang sholat Idul Fitri.
Bukan kepalang hebohnya. Dan betapa peningnya kepala martin memberitahu mereka bahwa pencurinya bagian dari anggota mereka sendiri.
Anehnya orang-orang kampung ini membahas hal lain. Mereka menceritakan penampakan sekelompok orang berpakaian hitam yang dilengkapi mobil hitam. Berseliweran seharian di kampung mereka. Kerumunan itu membuat dugaan bahwa itu bisa jadi kelompok Intel. Entah apa itu Intel, Martin tidak tahu.
Sampai tetua desa dengan peci hitam dan sarung berlabel gajah duduk masuk di celah-celah mereka memberitahu shalat akan segera dimulai. Mereka bubar perlahan-lahan.
Menyisakan seorang sekretaris desa yang duduk di kursi menjalin hendak mewawancarai Martin.
Nana dan Rio tidak berada di sisi Martin. Kedua rekannya tentu saja sedang menunaikan ibadah satu tahun sekali.
Jadi detik ini Martin sedikit gugup. Sekretaris desa itu bernama mbak indah dia baru saja menggeledah seluruh rumah.
Martin pikir perempuan ini akan bertanya siapa Leandra. Ataukah mereka perlu mendatangkan polisi yang kantornya beberapa desa dari sini. Ada di kecamatan sana.
Seperti ide-ide bapak-bapak yang tadi memberi saran?
Nyatanya Mbak indah malah bertanya. "Di mana Laras? Mak Sum juga nggak ada? Mbah uti hilang juga,"
Nah? Kemana mereka?
Benar kata Bu sekretaris desa. Keluarga pemilik rumah joglo ini tidak kelihatan dari tadi.
Mana mungkin Leandra mencuri mobil martin bersama keluarga Laras sekalian.
Ini mustahil. Pasti ada sebuah kejadian yang menjadi sebab musababnya.
"atau jangan-jangan?" marten tidak di wawancarai. Dia diajak berfikir sama ibu sekretaris desa.
Sampai kumandang sholat idul Fitri selesai dan orang-orang berhamburan.
Sekelompok mobil hitam secara mengejutkan terparkir beriringan memasuki pelataran rumah Joglo.
Dua orang di dalam rumah joglo keluar. Dan dari arah berlawanan gelombang warga kampung hendak mengusut sekali lagi kejadian pencurian mobil.
Tapi semuanya tercengang oleh keberadaan mobil-mobil mewah, yang secara berangsur-angsur keluar dari balik mobil tersebut sekelompok orang berpakaian hitam.
Satu dari mereka yang berbadan gempal mendekati Martin. Ekspresi dan jalannya mengintimidasi.
Mereka yang juga berbaris rapi di antara tiga mobil mewah berwarna hitam tersebut turut serta memasang muka garang. Membuat warga kampung tercengang-cengang.
"Di mana Tuan muda kami?!"
Bukannya menjawab Martin melongo, "JAWAB!!" dia menggertak suaranya mendengung keras. Lebih menyakitkan dari bom molotov yang semalam di mainkan Martin bersama anak-anak.
"Le.. Leandra maksud anda?"
____________________________
Hello, bantu saya dengan memberi komentar terbaik anda
Masukan pada perpustakaan
Peringatan! Jika buku ini berhenti update ikuti kisah lengkapnya dengan DM saya di Instagram
Sampai jumpa di hari yang indah
Nama Pena: dewisetyaningrat
IG & FB: @bluehadyan
Discord: bluehadyan#7481