"Berarti sebelum shalat ied?" tanya Laras.
Martin menatap Nana. Sampai mereka memilih untuk beristirahat belum ada keputusan yang pasti. Hanya saja Martin dan Nana terlihat resah.
.
.
Suara takbir masih bersahutan di luar sana, walaupun begitu hal lain selain surau terlihat sangat sunyi. Leandra mencoba menutup matanya sedari tadi. Tiga anak muda yang melalui perjalan jauh Jakarta -Trenggalek, seharusnya cukup lelah dan lekas menutup mata.
Dua temannya sudah hilang ditelan mimpi. Termasuk lelaki yang sedang menjaga ketiganya. Lek Manto, pria tersebut bahkan mendengkur di sisi Leandra.
Berbeda dengan yang lain, mata Leandra masih terbuka lebar. Si hitam pekat itu menamati hal yang sama sejak tadi. Dia benci seluruh lampu dimatikan lebih benci lagi ialah nyala api yang bergoyang mengejeknya pada lampu gantung di tengah ruangan.
Leandra memicingkan matanya dongkol. Dia tak bisa istirahat. Pemuda ini bangkit, membuka selimut kasar bahkan hampir mengubur badan Lek Manto sampai kepalanya. Suara dengkuran yang menghilang jadi gelagapan. Dan lekas kembali normal setelah Leandra menarik kembali selimut yang dia lempar.
"Sial!" dia mendesis. Memasukan tangannya ke saku celana dan lekas berjalan menuju pintu. Leandra keluar dari rumah Joglo.
Matanya sedikit silau dengan lampu hias kelap kelip yang dipasang pemilik rumah pada teras mereka.
Menutup pintu dan hendak tidur pada sebuah kursi kayu memanjang terbuat dari bambu. Pria ini mendengar sebuah suara. Suara langkah, tidak, bukan sekedar langkah.
Saat dia berbalik Leandra merasa ada siluet yang berusaha menjauh. Pemuda ini membalik tubuhnya dan mencoba berlari meninggalkan teras. Dia mencoba menemukan suara samar itu dengan berjalan cepat keluar dari pelataran rumah laras. Sayangnya sia-sia. Apakah tadi itu imajinasinya ataukah benar sebuat siluet lelaki berpakaian hitam sungguhan?
Kampung ini sangat sepi. Tiap rumah memiliki plataran yang luas. Tanah tegal ada dimana-mana dan parahnya mereka semua menutup pintu secara serempak selepas isya. Menyisakan satu lampu di depan rumah. Tidak ada lampu jalan.
Leandra terlihat termenung sesaat di antara plataran rumah Joglo sederhana dengan jalan setapak di hadapannya. Jalan setapak menyisakan sebuah tapak, apakah mungkin ia hanya berimajinasi ketika ada jejak di atas tanah?
Pemuda ini mencoba menemukan kunci mobil pada sakunya. Leandra merasa ia harus tidur di mobil, andai sewaktu-waktu terjadi sesuatu dia bisa menjadi yang pertama tahu. Maka dari itu dia meringkuk di kursi penumpang bagian belakang malam ini.
.
.
"Cuit Duuuar, Cuit Duuuar,"
"Ah...," Kaki kanannya jatuh.
"Cuit Duuuar," Dentuman bom molotof buatan di tanah lapang terdengar keras sekali.
Separuh tubuhnya menyentuh tanah. Dan entah bagaimana sebagian tubuhnya menjadi lumpuh secara perlahan-lahan.
"Sayang... ayo bangun..." Suara itu lagi. Suara perempuan. Lembut. Hangat. Selalu mengganggu tidurnya.
"Sayang... kamu bisa! Bangun..." Suara itu berbisik lagi. Sial. "Sayang... jangan menoleh kebelakang... bangun dan berlarilah..."
"jangan menoleh kebelakang! Lari!!"
"Aaargh!!" Leandra tersentak bangun dari tidurnya. "Duk!!" ubun-ubunnya membentur atap mobil, "Aduuh," Mengusap-usap kepalanya jengkel bukan main. Sial sekali dia malam ini. Badannya lelah, sayangnya giliran menutup mata harus dihadapkan pada mimpi buruk.
Untungnya mimpinya kali ini bisa dia takhlukkan. Kalau tidak, Leandra akan melihat wujud mengerikan itu sekali lagi. Mencekam dan menakutkan dengan bara yang menyala-nyala.
Menggeleng kepala mengusir semua itu dari benaknya. Ia merasa lelah, butuh minum. Sebab itulah pemuda ini menuruni mobil dan menuju sisi belakang rumah joglo. Dia tahu tempat tersebut adalah dapur. Sore tadi dirinya membantu bu Sumi membersihkan peralatan makan di tempat ini.
Leandra membuka pintu kayu yang ditutup sekenanya. Saat dia menyelinap ke dalam ia mendapati Laras di sana.
"Aku butuh minum." Keluh Leandra. Pemuda ini terbiasa memerintah.
Bukannya mengambilkan minum, Laras menatapnya dengan mata lebar berbinar.
"tolong aku," Kasir jutek itu merebut telapak tangannya dan membawanya memasuki ruangan tengah.
Dia membawa leandra kedepan sebuah pintu kamar.
Laras membuka pintu itu. Dua perempuan berumur berada disana dan salah satu tergeletak lemah.
Itu nenek Laras. Perempuan tua yang dalam benak leandara berusia lebih dari delapan puluh tahun terbujur kaku
"apakah dia pingsan?" Leandra bergumam lirih saat dengan spontan dia mendapati perempuan muda berambut panjang itu berusaha menggendong neneknya.
"Biar aku saja," Leandra lupa dia haus kala pemuda ini memanggul neneh Laras di atas punggungnya dan membawanya setengah berlari menuju mobil martin,
"apakah kita perlu membangunkan yang lain?" Leandra sempat menoleh ke arah selaras dan bu sumi yang tampak membawa tas kain di bahunya. Penuh sesak oleh sesuatu
"Tidak ada waktu!" rintih laras. Membuka pintu belakang mobil martin dan dengan sigap lenadra menidurkan perempuan paruh baya tersebut di pangkuan ibu sumi, ibu selaras.
Dalam waktu kurang dari satu menit mobil melaju, keluar dari pelataran rumah selaras dan mendengung keras sebab upayanya mempercepat jalan.
.
"Mobil??"
"Rio bangun!!" Ini teriakan Martin.
"Mobilku... itu suara mobilku.." Martin meracau.
"dimana leandra?" rio menoleh ke kanan dan ke kiri.
"leandra? Anak itu?" Martin bangkit dan berusaha berlari membuka pintu kayu rumah joglo.
"SIAL!! LEANDRA MENCURI MOBILKU. MATI SAJA KAU!! BEDEBAH!!' Martin teriak kesetanan. Dia yakin Leandra bisa melakukannya. Temannya satu itu tak takut apa pun dan tak mengenal ampun jadi yang paling bisa mencuri mobilnya untuk melarikan diri kian jauh dari keluarganya adalah mengambil mobil martin.
"Tuh kan ku bilang apa," Nana baru saja nongol. Dia menepuk bahu martin. Antara ingin menenangkan atau sekedar ingin membuatnya sadar . Sudah cukup menjadi malaikat penolong untuk leandra.
.
.
Di tempat lain dalam perjalanan berkecepatan tinggi.
"apakah masih jauh?"
"belok kemana ini?"
"kanan.."
Leandra tak mengira lokasi rumah sakit bisa sejauh ini. lebih dari setengah jam pemuda ini memacu toyota dengan kecepatan yang tak pernah dia pikirkan sebelumnya.
Beberapa kali dia mendengar ibu selaras mengujarkan kata: "hati-hati, tenang sedikit" ungkapan lain bernada halus
Lebih dari segala kepanikan yang terjadi yang paling leandra tak habis pikir adalah tidak ada rumah sakit di sepanjang yang dia lalui. Bagaimana hal ini terjadi. Di kota metropolitan satu-satunya yang membuat sulit mencapai klinik atau rumah sakit adalah jalanan yang padat
Di kota ini jalanan super lenggang. Sepi bukan main. Suara mobil martin yang dikendalikan sampai terdengar dengungannya saking sepinya.
Tapi jarak tempuh ke tempat yang sedang mereka tuju bukan main jauhnya.
"kurangi kecepatan Leandra! Belok kirim," gadis kasir itu memerintah.
Menunjukan sebuah tempat yang bertuliskan 'Rumah sakit Umum Dr. Soedomo'
____________________________
Hello, bantu saya dengan memberi komentar terbaik anda
Masukan pada perpustakaan
Peringatan! Jika buku ini berhenti update ikuti kisah lengkapnya dengan DM saya di Instagram
Sampai jumpa di hari yang indah
Nama Pena: dewisetyaningrat
IG & FB: @bluehadyan
Discord: bluehadyan#7481