webnovel

- Prahara

Prahara besar menyebar laksana halilintar ke seluruh tenda. Di malam itu, suara gaduh menggema memecah keheningan di padang rumput yang sunyi itu. Logam mulia yang diamanahkan oleh Khagan mereka telah raib dirampas oleh musuh.

Para penghuni tenda panik, ketakutan menghantui mereka semua. Terutama di tenda yang paling besar, terjadi perkelahian berdarah ditempat itu antara penjaga tenda dibawah komando Nushibi dan penghuni tenda yang paranoid.

Ernak, sang kepala kabilah hanya bisa duduk terus menerus berkeringat sekalipun angin yang menembus ke tenda begitu dingin. Uldin dan pasukannya yang ditugasi berjaga didekatnya, belum juga nampak batang hidung mereka untuk melindunginya.  

Api besar mulai berkobar dari tenda itu, terlihat dengan jelas oleh mereka berdua di malam yang gelap ini. Heshana segera mengambil tindakan cepat, agar kerusuhan tidak menjalar ke tenda-tenda lainnya. 

"Kita akan menuju ke tenda besar!" sahut Heshana dengan lantang memisah barisan dari Iltas dan pasukannya. Iltas hanya memberikan sandi tangan kepada Heshana dari kejauhan yang berarti "semoga berhasil". 

Iltas dan pasukannya telah sampai ke robekan tenda yang tadinya tersimpan logam mulia dan mayat anak buah Irbis yang mati mengenaskan.

"Jangan malas, tingkatkan pengamanan lagi!", sahutnya belum merasa puas dengan kinerja anak buahnya yang sempat ia perintahkan untuk mengamankan keadaan tadi. 

Di tempat itu, Iltas turun dari kudanya. Dengan teliti ia memeriksa lalu meraba bekas-bekas luka yang ditimbulkan akibat terkaman maut tombak musuh. Dari raut wajah paramayat itu, ia menyimpulkan bahwa musuh menyerang mereka secara tiba-tiba dari depan.

Akan tetapi tetap terasa janggal baginya. Kalau memang benar mereka diserang secara bersamaan dari depan, tentunya para prajurit dapat melacak jejak kaki kuda musuh kalau mereka kabur setelah merampas logam mulia itu. 

Hal yang lebih janggal lagi baginya adalah mengapa tidak ada satupun musuh yang tewas ketika melakukan serangan. Seakan-akan pasukan itu disergap tanpa bisa mempersiapkan perlawan dan mengetahui keberadaan lawan mereka dimana. 

Ataukah benar rumor yang mengatakan bahwa Tentara Avar menyerang bagaikan hantu. Rasa penasaran itu, kini berubah menjadi amarah ketika ia mendengar dari anak buahnya bahwa Uldin, salah satu kapten sedang tertidur lelap tidak mau diganggu di tendanya setelah mabuk meminum khamr. 

"Maaf, tuan tapi aku tidak berani untuk mengganggu tuan Uldin" balas prajurit itu.

Iltas bersikap acuh tak acuh sambil menutup mulut salah satu mayat yang menganga lebar, "Aku tidak peduli kau seret saja si peminum khamr sialan itu kesini!" tuturnya setelah selesai seraya menaiki kudanya.

"Kalau kau takut, aku yang akan menghajar dia!" bentaknya.

--

"Jangan biarkan mereka sampai lolos!" teriak Irbis diikuti puluhan penunggang berkuda anak buahnya. Mereka terus memacu kuda, mengejar tentara Avar berpenutup wajah berwarna hitam. Tidak disangka oleh Irbis, mereka memiliki kemampuan berkuda yang tidak kalah hebat dari mereka. 

"Mulai halau, lalu lesatkan panah!" seketika dari teriakannya, hujan panah mulai dilesatkan ke arah musuh.

Akan tetapi musuh segera berpencar dengan lincah berusaha menghindari setiap anak panah yang dilesatkan. Kemudian membalas balik dengan busur di punggung mereka untuk memperlambat laju pasukan berkuda Irbis.

Woosh!

Irbis sudah mengantisipasi pergerakan mereka dengan menyuruh anak buahnya untuk memotong jalur pelarian mereka. Tentara Avar telah terperangkap sementara tampak jelas di hadapan mereka, sungai besar itu semakin nampak mengerikan. 

Byur!

Riak gemuruh air yang besar di udara, segera menyembur membasahi tanah di sekitar tepian sungai. Irbis tidak habis pikir, tentara Avar tetap nekat ingin bunuh diri, meloncat dengan kuda mereka di sungai yang sangat dingin itu. Mereka berenang, sembari menuntun kuda mereka sekuat tenaga menyebrangi sungai yang mematikan itu.

Irbis tidak menyuruh para pengendara kuda untuk melesatkan panah mereka lagi. "Mundur kita kembali ke tenda!" perintahnya.

Baru saja ia menyadari bahwa pasukan yang ia kejar tidak membawa satupun logam mulia yang dicuri.

Mereka tidak membawa apapun, terlihat jelas dari pundak maupun pelana kuda. Tempat para penunggang kuda dari stepa biasanya mengaitkan barang bawaan mereka.

Mulut Irbis secara tidak sadar menganga lebar, dirinya berhasil diperdaya oleh musuh. perkiraanya bahwa tentara Avar membangun tenda disekitar situ meleset total.

Justru menurutnya sekarang ini setelah ia pikirkan lagi, sudah dapat dipastikan menurutnya bahwa Tentara Avar saat ini sedang bertempur dengan pasukan Gokturk untuk merampok tenda. 

"Sial!" spontan kata itu keluar dari mulutnya sembari memacu kudanya kembali lagi ke tenda.

Pikirnya saat ini tenda mungkin sedang kewalahan menghadapi musuh yang sangat besar jumlahnya. Namun ia belum mengetahui kalau sebenarnya ia sudah sangat terlambat untuk mengubah keadaan. 

-- 

Kekacuan di tenda besar itu dapat diredam, sekalipun beberapa tenda harus hangus akibat dimakan si jago merah. Ernak memandangi dengan geram dari dalam tenda khusus pertemuan. Wajah-wajah para perusuh yang badannya telah diikat dengan kencang.

Para prajurit Gokturk memandangi mereka dengan sinis, menunggu keputusan dari Aqsaqal (gelar kebangsawanan). Apakah mereka tetap ditawan atau dibunuh.

Saat itu keempat orang kapten prajurit telah berkumpul disamping Ernak sembari memandangi para perusuh itu. Mereka adalah: Iltas, Heshana, Nushibi, dan Uldin yang baru bangun dalam keadaan setengah mabuk. 

Malam ini juga mereka harus segera membuat keputusan dan menyelesaikan masalah dengan cepat. Musim dingin akan segera tiba dan badai es dapat dipastikan menghantam wilayah ini.

Sejak seminggu yang lalu, Ernac telah mengirim surat pada Ornuc, seorang saudagar dari Suku Magyar. Bahwa tepat pada esok hari, sesuai isi surat yang dibalas olehnya. Armada kapal miliknya di Sungai itu akan segera membantu penyebrangan kabilah.

"Bagaimana ini, Heshana biasanya kau yang memiliki ide paling cemerlang disini. Aku bingung padahal aku telah berkirim surat pada Ornuc, apa sebaiknya kita ke selatan dan menunda pengiriman material sampai musim semi?" tanya Ernak.

"Menurutku Aqsaqal Ernak, akan lebih baik jika kita meneruskan perjalanan kita melintas di Sungai Volga. Aku juga tidak setuju kalau para perusuh itu dihukum penggal, karena kita juga lalai dalam pengawasan tenda." balas Heshana sembari menawarkan jus apel pada atasanya itu. 

"Kau itu sudah gila ya Heshana haha tertular dengan si pengkhianat yang lahir dari rahim seorang Rouran Mongol itu!"

"Duh kepalaku sakit... aku kebanyakan minum khamr lagi,"

"Haha itulah kawan! akalmu jadi rusak karena mencicipinya," celetuk Heshana sembari menepuk pundak Uldin.

"Apa kau bilang, anggur, aku mau anggur yang warnanya merah. Cepat kau itu pelayanku Heshana!" sahut Uldin sembari menghisap jari telunjuknya sendiri. Air liur tumpah ruah dari jari yang ia keluarkan itu. 

"Aku memang benci pemabuk, tapi aku paling benci dengan orang yang tidak bisa mengunci mulutnya" 

"Heh, kalian bertiga bekerja sama untuk berkhianat kan. Nyawa harus dibayar nyawa, anak buahku sudah kuanggap seperti keluarga dan keluarga tidak akan pernah rela jika anggotanya disakiti, aku mau keadilan Aqsaqal!"

"Tuanku, berfikir rasional!" spontan jawab Heshana.

"Atau kuberi usulan Heshana, kita para prajurit akan mengejar musuh yang kabur membawa harta kita ke arah barat. Kabilah ini kita akan serahkan saja penjagaanya pada Suku Magyar," ucap Iltas seraya mengangkat tangannya.

"Baru kali ini aku setuju denganmu anak Mongol,"

"Kau mau kubunuh sekarang dihadapan semua orang Nushibi?"

"Lakukan kalau kau berani, setiap Rouran yang kutemui adalah anak turun seorang pengecut!"

Tidak seperti di hutan tadi, Iltas mendiamkan ejekan dari Nushibi. Mengikuti kemauannya sama saja membuat curiga semua orang bahwa dia sangat pengkhianatnya terutama karena memang benar kata Nushibi, ayahnya memang seorang Mongol.

Suasana kembali hening diam namun atmosfir ketegangan masih menyelimuti tenda itu. Ucapan Nushibi ada benarnya. Muncul sedikit benih-benih kecurigaan di antara mereka berempat.

Ernak dapat menebak apa yang para kapten penjaganya pikirkan saat ini. Ia mengusap janggut panjangnya, menimang-nimang saran yang diberikan tadi.

"Aqsaqal!" tiba-tiba Irbis datang sembari membuka dengan paksa tirai tenda yang dijaga ketat oleh pasukan Nushibi. Sebenarnya Nushibi yang menyuruh anak buahnya menghalau Irbis untuk masuk. 

"Berani sekali pengkhianat sepertimu datang menampakan batang hidung hah!" ucap Nushibi tersenyum sinis.

"Apa matamu sudah buta Nushibi! lihat mana mungkin aku pengkhianatnya! kau ingin membunuhku saat aku mau masuk tenda tadi ya!" balas Irbis seperti orang mengamuk sembari menunjukan bekas luka akibat tancapan panah di lengannya. 

"Haha trik sederhana murahan agar terlihat seperti jawara, kenapa tidak sekalian kau tancapkan panah itu di nadimu. Kau tidak kelihatan tadi sehabis bertemu dengan musuh ya kan?"

"Tuan Aqsaqal sudah seharusnya..." 

"Sudah seharusnya apa, Heshana. Asal kau tahu, biasanya dalam cerita rakyat orang yang bersikap manis dan selalu memberikan saran, dialah pengkhianatnya agar tidak dicurigai orang lain." sahut Nushibi kembali tersenyum sinis. Perlahan sorot matanya yang tajam menatap ke Heshana.

"Nushibi kau keterlaluan! aku minta kau keluar dari tenda ini!" bentak Ernak menatap tajam ke arahnya.

"Sebentar tuan, pikirkan baik-baik hal ini. Sebelum kita membagi pasukan, agar rencana kita berjalan dengan lancar tidak boleh ada dusta diantara kita. Uldin, kau mungkin saja berpura-pura mabuk dan terlihat bodoh namun kau berkirim surat dengan mereka. Heshana, diantara yang lain disini aku yang paling mencurigaimu." 

"Hey pintar, apa maksudmu menuduh semua orang disini tanpa bukti!" bentak Iltas sembari mengepal-ngepalkan tinjunya.

"Biasanya dia yang menuduh dia yang pengkhianatnya," seru Heshana.

"Hoh, sudah kuduga si anak mongol ini akan bekerjasama dengan Irbis dan Heshana, untuk menusuk kita semua dari belakang!" 

"Mana buktinya, cepat kau tanya seluruh pasukanku!" teriak Irbis.

"Heh, sudah kuduga kau tidak bisa menunjukan bukti yang dapat dipercaya. Di negara lain pun mana ada pengakuan pasukan sendiri yang dapat dipercaya, tentu mereka akan membela pemimpin mereka. Aku yakin diantara kalian berempat pasti ada pengkhianat 1 atau 2 orang," 

Seketika mereka yang ada di dalam tenda terdiam. Angin dingin mulai berhembus malam itu, pertanda fajar telah dekat. Ketegangan tak kunjung reda, sesama kapten saling paranoid satu dengan yang lain.