webnovel

EP. 026 - Seragam

Musim Panas Tahun 1350

Beberapa prajurit menghampiri orang-orang terapung itu dengan sekoci. Ada 3 sekoci yang diturunkan. Ternyata orang-orang yang terapung itu adalah Grizelle dan teman-temannya. Para prajurit segera mengangkat mereka dan memeriksa kondisinya.

"Mereka masih hidup. Mereka hanya pingsan!" kata seorang prajurit.

"Ya sudah, kita angkat saja semuanya", kata prajurit yang lain.

Grizelle dan teman-temannya belum makan dan minum selama 48 jam. Wajar jika mereka langsung pingsan di laut walau airnya hangat. Mereka terakhir makan pada sore hari dua hari yang lalu, itupun juga dengan makanan dan minuman yang sangat tidak layak.

Prajurit itu memberi kode pada Jenderal Aiden yang berada di atas kapal. Jenderal Aiden membalas kode mereka yang artinya bawa semua orang yang mengapung di laut. Kemudian tiga sekoci kembali ke kapal. Para prajurit angkatan laut bahu membahu untuk mengangkat Grizelle dan rekan-rekannya.

"Mereka dehidrasi parah, Jenderal", kata seorang prajurit.

"Baiklah, berikan mereka semua air", perintah Jenderal.

Syukurlah, ada banyak stok air tawar dan makanan yang layak makan di kapal angkatan laut Eldamanu. Para prajurit di sana memberikan air kepada semua orang yang terapung tadi. Setelah itu, mereka dipindahkan ke dalam kamar yang aman.

"Semuanya sudah masuk?" tanya Jenderal.

"Sudah, Jenderal", jawab seorang prajurit.

"Baiklah, kita pulang sekarang ke Eldamanu!" perintah Jenderal.

Dae segera menggerakkan tuas kapal. Layar kapal kembali di bentangkan. Jangkar kapal di naikkan. Kapal angkatan laut bergerak untuk kembali pulang ke Kerajaan Eldamanu. Puluhan lumba-lumba mengiringi perjalanan mereka sambil melompat-lompat.

—----

Grizelle melihat banyak jenazah berjajar di atas dek kapal. Dia berdiri sekitar 10 langkah di samping barisan jenazah yang tertutup kain goni coklat. Arah angin tiba-tiba berganti dan menyingkap kain goni itu. Terlihat wajah Bu Agni di sana.

"Aku bermimpi lagi ya. Seingatku Bu Agni sudah meninggal beberapa hari yang lalu", pikir Grizelle.

Tiba-tiba jenazah berubah dan suasananya juga berubah. Awalnya, Grizelle melihat jenazah Bu Agni di atas dek kapal. Lalu dia melihat banyak jenazah warga biasa di tanah lapang. Lalu melihat banyak jenazah di sebuah klinik pengobatan. Kemudian pemandangan berubah lagi dan Grizelle melihat ada banyak jenazah prajurit. Mereka menggunakan seragam biru dan merah.

"Seragam biru adalah milik tentara Tirtanu. Sama seperti yang aku pakai. Lalu yang merah tentara mana?" batin Grizelle penasaran.

Tiba-tiba seorang prajurit muncul di depan Grizelle dan berkata, "Yang Mulia Ratu Alatariel Artanis Rin".

—----

Sontak, panggilan nama itu membuat Grizelle terbangun. Dia langsung duduk kaget. Nafasnya ngos-ngosan. Jantungnya berdebar-debar. Ternyata yang tadi hanyalah mimpi.

"Apa itu tadi? Dia memanggilku Ratu Alatariel Artanis Rin? Tidak mungkin. Jika aku benar-benar seorang Ratu, akan ada orang yang menjemputku. Tapi yang tadi itu rasanya sangat nyata dan ceritanya menyambung dengan mimpiku dulu", kata Grizelle pada dirinya sendiri.

Grizelle merasa sangat lelah. Dia memutuskan untuk kembali membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Dia melihat ke arah atas. Di sana ada langit-langit yang terbuat dari kayu. Tiba-tiba badannya terasa bergoyang-goyang dan membuatnya menyadari sesuatu.

"Di mana aku?" tanya Grizelle.

Sadar, Grizelle langsung melihat ke sekelilingnya. Dia belum pernah mengenali lingkungan ini sebelumnya. Langit-langit dari kayu. Dinding juga dari kayu. Dia tidur di atas ranjang kayu. Lalu dia melihat ke samping kanan, ternyata ada jendela tertutup. Grizelle segera bangun dan membuka jendela.

Setelah berdiri membuka jendela, Grizelle menyadari bahwa hari sudah malam. Ada banyak bintang di sana. Dia mengarahkan pandangannya ke bawah, dia melihat lautan lengkap dengan ombaknya.

"Jadi, aku ada di atas kapal? Sebentar, seingatku kapal ikan yang kunaiki sudah hancur tenggelam. Lalu ini kapal siapa?" pikir Grizelle kaget.

Karena kaget penasaran, Grizelle segera membuka pintu kamarnya. Dia menyusuri lorong dan memeriksa ruangan satu per satu. Sayangnya, tidak ada satupun orang di dalam ruangan-ruangan itu. Grizelle panik dan langsung berjalan cepat sambil membuka tutup pintu.

Lorong yang dilalui Grizelle berujung pada sebuah tangga. Ada tangga ke bawah dan ada tangga ke atas. Grizelle bingung memilih yang mana. Namun tak lama setelah itu, dia memutuskan untuk naik ke atas.

"Jika ini kapal maka akan selalu ada orang di dek atas", pikir Grizelle.

Dia berjalan cepat menaiki tangga. Tangga itu berujung pada sebuah lorong. Dia melihat dari ujung ke ujung, ternyata hanya ada satu pintu di lorong itu. Grizelle segera membukanya dan memasuki ruangan itu.

"Kamu sudah bangun? Yuk, kita makan dulu. Makanannya enak", ucap seseorang yang sedang makan dengan sumpit kayunya.

Grizelle diam saja. Dia berusaha mengingat wajah orang itu. Ternyata dia adalah pria pedayung yang selamat dan memegang gentong kayu di sampingnya.

Suara ajakan rekan pedayung Grizelle membuat semua orang yang ada di ruangan menengok ke arah pintu. Alangkah kagetnya saat Grizelle sadar bahwa rekannya makan bersama para prajurit berseragam merah. Persis seperti yang ada di mimpi. Seragam merah mereka juga dibalut dengan zirah.

"Ayo, duduk di sini! Kita makan bersama", ajak seseorang yang lain.

Ternyata, semua rekan pedayung Grizelle yang selamat ikut makan di ruangan itu. Mereka makan bersama prajurit berseragam merah. Grizelle tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pemandangan itu membuatnya bingung, apakah dia sedang bermimpi lagi atau ini kenyataan. Tanpa sadar, Grizelle berjalan mundur.

"BRUUKKK!" Grizelle terjatuh pingsan.

"Lha kok malah pingsan lagi?" kata seorang prajurit berbaju merah.

"Ya sudah, bawa lagi ke kamarnya!" perintah Jenderal Aiden yang kebetulan sedang makan di sana.

Seragam merah adalah seragam milik prajurit Eldamanu. Pemimpin tertinggi dari prajurit Eldamanu adalah Jenderal Aiden. Grizelle ingat bahwa pasukan seragam biru pernah bertempur melawan pasukan merah di dalam mimpinya. Lalu dia pingsan saat mengingatnya.

Musim Semi Tahun 1345

Pelabuhan di Kerajaan Tirtanu sangat ramai. Orang-orang di sana sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ada yang sibuk berdagang. Ada yang sibuk memindahkan barang. Ada yang sibuk menimbang ikan. Di tengah-tengah hiruk pikuk pelabuhan, datanglah sebuah kereta kuda.

Kereta kuda yang datang di pelabuhan Tirtanu ada dua. Keduanya sama-sama besar. Yang satu ditarik empat kuda putih, yang lainnya ditarik empat kuda hitam.

"Yang Mulia Ratu datang!", teriak seseorang.

Setelah terdengar teriakan itu, warga langsung menepi untuk memberikan jalan. Seorang perempuan turun dari kereta kuda putih. Dia menutup kepalanya topi jerami kerucut yang dibungkus kain hitam tipis. Kain itu menjuntai ke bawah dan menutupi wajahnya.

Dibalik caping berpenutup kain itu ada sebuah wajah yang cantik, dan pemilik wajah itu adalah Ratu Alatariel Artanis Rin. Dia berjalan melewati ratusan warga yang menunduk. Di belakangnya, pintu kereta kuda hitam terbuka. Anggota tim Araukaria bergantian turun dari kereta. Mereka berseragam biru rapi sambil membawa barang bawaan yang ikat dengan kain gendong. Lalu mereka berjalan mengikuti Ratu Alatariel.

Sebuah kapal besar yang mewah bersandar di pelabuhan itu. Kapal itu adalah kapal terbesar di pelabuhan. Dia memiliki banyak layar. Jika umumnya kapal memiliki 6-7 layar, kapal ini memiliki 12 layar. Ratu Alatariel berjalan menaiki kapal itu bersama dengan Araukaria.

"Ini akan menjadi perjalanan panjang. Jadi tolong jaga diri kalian dengan baik dan pulanglah dengan selamat", kata Ratu Alatariel yang berdiri di dek kapal utama.

"Siap!", jawab para prajurit Araukaria.

"Misi kita kali ini adalah mencari tempat penyimpanan 10 ton sarin di Kerajaan Gaharunu. Lalu, cari tahu juga bagaimana cara sarin itu bisa sampai ke Tirtanu lalu terhirup oleh Yang Mulia Raja Cedric", kata Alatariel.

"Baik, Yang Mulia", jawab para prajurit.

Setelah menjelaskan segala sesuatu tentang misi, Ratu Alatariel segera turun dari kapal. Bel kapal segera berbunyi setelah Ratu dan para datangnya sudah turun dari kapal dan berdiri di dermaga. Ratu Alatariel memandangi kapal yang membawa tim Araukaria.

"Semoga kalian semua sehat, dikaruniai perjalanan yang lancar dan bisa kembali dengan selamat", Ratu Alatariel mendoakan tim Araukaria yang berangkat ke Gaharunu.

Jangkar kapal ditarik. 12 layar kapal dibentangkan. Para pedayung mengeluarkan dayungnya. Kapal mulai bergerak perlahan. Kecepatan kapal bertambah saat para pedayung menggerakkan dayungnya. Ratu Alatariel memandangi kapal itu hingga tak terlihat lagi.