webnovel

EP. 007 - Persidangan

Seorang pria sedang duduk di atas alas tikar anyaman yang sudah rusak. Pria itu berada di sebuah ruangan gelap yang ditutup pintu jeruji kayu. Ruangan itu adalah penjara bawah tanah dalam komplek istana Tirtanu. Fungsinya untuk menahan anggota pemerintahan yang menjadi tersangka tindak kejahatan. Salah satu orang yang ditahan di sana adalah Putra Mahkota Ehren.

"Putra Mahkota, anda bisa keluar sekarang! Persidangan akan dimulai sebentar lagi", ucap seorang sipir. Sipir adalah penjaga penjara agar tahanan tidak kabur atau membuat keributan.

Sipir itu mengantarkan Ehren yang tangannya terikat tali dari penjara ke aula Ednura. Ehren melangkah dengan berat. Dia tidak menyangka bahwa dia akan dituduh seperti ini. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Belum ada lembaga pengadilan khusus pada zaman itu. Sistem pengadilan memang ada dan yang menjadi hakim saat itu adalah raja, gubernur, atau adipati. Jika mereka berhalangan, maka yang menjadi hakim adalah para cendekiawan dari Huanran. Huanran adalah lembaga pendidikan filsafat, sejarah, hukum, dan kebudayaan timur.

Aula Ednura pagi itu sudah ramai. Di sana sudah hadir semua anggota keluarga, para menteri, para cendekiawan, dan beberapa staf. 18 November 1344 adalah hari persidangan Ehren. Persidangan dipimpin oleh para cendekiawan sebagai hakim dan jaksa karena Raja Cedric sudah meninggal. Raja dan Ratu sudah meninggal, Putra Mahkota sedang duduk di kursi terdakwa, jadi anggota keluarga kerajaan dengan pangkat tertinggi adalah Putri Mahkota Alatariel. Di persidangan Ehren, Alatariel bertugas sebagai panitera.

Persidangan Ehren dimulai. Putri Mahkota Alatariel sebagai panitera mulai membacakan berita acara. Panitera adalah pejabat pengadilan yang salah satu tugasnya adalah membantu hakim dalam membuat berita acara pemeriksaan, mengurus berkas, dan barang bukti dalam proses persidangan. Setelah hakim membuka dan mengetuk palu 3 kali, Ehren masuk dan duduk di kursi terdakwa. Setelah Ehren duduk, jaksa penuntut umum mulai membacakan dakwaannya.

"Kami menemukan botol oksigen kecil yang berisi gas sarin di kamar Raja Cedric. Gas sarin adalah gas yang sangat mematikan tapi tidak berbau dan berwarna. Sekali hirupan, maka dapat membuat mulut berbusa hingga meninggal", kata jaksa penuntut umum.

Gas sarin adalah gas beracun yang berbahaya. Gas sarin 26 kali lebih berbahaya daripada sianida. Gas sarin berasal dari cairan sarin yang jika menguap dan masuk ke tubuh manusia dapat menghentikan kinerja saraf otot. Jika otot tidak berfungsi maka seseorang bisa mati.

"Berdasarkan barang bukti dan pemeriksaan tempat kejadian, Ehren membunuh Raja Cedric dengan gas sarin yang disamarkan sebagai oksigen. Gas sarin tersebut membuat Raja tak sadarkan diri dan tidak bernapas. Namun saat Menteri Alvaro dan Putri Mahkota Alatariel datang, Ehren menyamarkan tindakan pembunuhannya dengan memberi pertolongan pertama pada Raja Cedric", lanjut jaksa penuntut.

"Itu tidak benar. Tak pernah berniat membunuh Raja", Ehren menyanggah pernyataan jaksa.

"Tapi Raja Cedric benar-benar meninggal di tangan anda. Jika Putra Mahkota Ehren tidak berniat membunuh itu artinya dia melakukan pembunuhan tidak disengaja", balas jaksa penuntut.

"Semuanya diam", kata hakim. Hakim melanjutkan perkataannya, "Kita minta dengarkan kesaksian Menteri Alvaro dan Putri Mahkota Alatariel".

Paman Alvaro dan Alatariel memberikan kesaksian yang sama dengan yang disampaikan jaksa penuntut. Paman Alvaro dan Alatariel baru datang saat Raja sudah tak sadarkan diri dengan mulut yang berbusa. Mereka tidak melihat langsung proses Ehren membunuh Raja Cedric. Namun mereka yakin, jika Raja Cedric berhasil batuk itu artinya Raja Cedric masih hidup. Beliau baru meninggal beberapa menit setelahnya, setelah diperiksa tabib.

Kemudian, hakim memanggil tabib untuk memberikan kesaksian. Tabib mengatakan bahwa Raja kembali bernapas setelah mendapatkan CPR tapi denyut nadinya sangat lemah. Tabib sudah mengusahakan segala cara agar denyut nadi kembali normal. Sayangnya yang terjadi malah sebaliknya, denyut nadi semakin lemah, semakin lemah, dan akhirnya menghilang. Saat dilakukan CPR lagi, ternyata denyut nadi tetap tidak ada dan Raja Cedric juga tidak bernapas.

Jaksa juga menyerahkan barang bukti berupa cetakan tangan dari Ehren, Alatariel, Paman Alvaro, dan Tabib. Ternyata di cetakan tangan Ehren mengandung gas sarin. Gas sarin ini bisa saja muncul karena Ehren menarik lidah Raja Cedric namun juga bisa muncul karena Ehren kurang hati-hati saat memasukkan cairan sarin ke botol. Cetakan tangan dari Paman Alvaro bersih. Cetakan tangan dari tabib mengandung darah dan gas sarin. Sedangkan cetakan tangan Alatariel sama seperti Ehren, sama-sama mengandung gas sarin.

"Bukankah ada hukum samaritan?" ucap Paman Alvaro. Paman Alvaro melanjutkan, "Berdasarkan hukum samaritan, jika pasien meninggal karena pertolongan pertama dari seseorang maka orang yang menolong itu tidak dapat dituntut atau dihukum".

"Baiklah, berdasarkan kesaksian dan barang bukti maka Putra Mahkota Ehren Enzi Alsaki dinyatakan tidak membunuh Raja Cedric Alsaki", ucap hakim.

"Tunggu Pak Hakim, bukankah kita terlalu tergesa-tergesa dalam memberi putusan? Investigasi tentang meninggalnya Raja Cedric hanya dilakukan selama 3 hari. Yang artinya, kita bisa saja salah menyimpulkan suatu kasus karena keterbasan waktu dan informasi. Bagaimana jika kita durasi investigasi diperpanjang?", usul Alatariel.

Ehren kaget mendengar perkataan Alatariel. Dia tidak menyangka bahwa sebenarnya istrinya yakin bahwa Ehren yang membunuh ayahnya sendiri. Ehren marah, tapi tidak tahu harus berbuat apa. Ehren mengira Alatariel akan membelanya tapi kenyataannya Alatariel malah melakukan hal sebaliknya.

"Baiklah, berdasarkan kesaksian dan barang bukti maka Putra Mahkota Ehren Enzi Alsaki dinyatakan tidak membunuh Raja Cedric Alsaki. Namun, karena dia lalai dalam memberikan pertolongan pertama, maka dia mendapat hukuman penjara 1 tahun", ucap hakim dari Huanran yang ditutup dengan ketokan palu.

Putra Mahkota Ehren dipenjara selama 1 tahun. Terjadi kekosongan kekuasaan di Kerajaan Tirtanu. Tahta yang semestinya langsung diduduki Ehren, sekarang kosong. Putri Mahkota Alatariel Artanis Rin tidak bisa langsung menjabat sebagai ratu pemimpin kerajaan Tirtanu. Namun, Alatariel mendapat wewenang sebagai penjaga tahta.

Penjaga tahta memiliki wewenang untuk menerima laporan dari seluruh negeri. Laporan tersebut kemudian harus dirundingkan dengan kementerian sebelum ditindaklanjuti. Jika penjaga tahta memiliki kebijakan baru maka kebijakan itu harus disetujui terlebih dahulu oleh kementerian.

Rabu, 1 Desember 1344 adalah hari pertama Alatariel bekerja sebagai penjaga tahta. Hal yang pertama dilakukan Alatariel adalah memastikan stok makanan cukup selama musim dingin. Selain itu, dia juga memeriksa kondisi perusahaan kapal dan jumlah pelabuhan yang membeku. Dia juga berkerjasama dengan Huanran untuk mencegah terjadinya konflik perebutan tahta. Untuk urusan keamanan, sudah jelas tim elit Araukaria yang memimpin pergerakan.

Suatu hari, saat semuanya baik-baik saja. Alatariel memeriksa berkas persidangan Ehren. Alatariel bisa mendapatkan berkas dengan mudah karena saat itu dia bertugas sebagai panitra. Setelah membaca ulang, dia menemukan kejanggalan. Putri Mahkota memerintahkan Tim Araukaria untuk menyelidiki ulang kasus meninggalnya Raja Cedric diam-diam tanpa sepengetahuan anggota kerajaan lain dan kementerian.

"Entah mengapa, firasatku mengatakan bahwa bukan Ehren yang membunuh Raja. Ehren sangat sayang dan dekat kepada ayahnya. Jangankan membunuh, Ehren tidak pernah membiarkan orang lain menghina ayahnya. Tapi hal ini terlalu rumit karena tidak ada saksi. Bagaimana jika kita mulai dari gas sarin?", kata Alatariel pada Calvin, pemimpin Tim Araukaria.

"Baiklah. Gas sarin terbentuk dari cairan sarin. Setahuku, tidak ada satupun orang yang menjual gas sarin di Tirtanu. Tapi ada seorang warga Tirtanu yang terbiasa menjual benda-benda aneh", kata Calvin.

"Baiklah, silakan mulai penyelidikan dari sana. Tolong, ya!", perintah Alatariel.

Hakim memang sudah menyatakan bahwa Putra Mahkota Ehren bukan pembunuh. Namun, berita tentang persidangan sudah penyebar ke seluruh pelosok negeri. Nama Ehren menjadi bahan gunjingan seluruh warga. Bahkan sebagian warga yakin bahwa Putra Mahkota Ehren tidak pentas menyandang gelar raja.

Musim gugur sudah berganti musim dingin. Terlihat dari jendela, turunnya salju pertama. Halaman istana Tirtanu mulai ditutupi salju. Di penjara bawah tanah, Ehren mulai meratapi nasib sial yang menimpanya. Pertama, ibunya meninggal karena sakit. Kedua, ayahnya juga meninggal. Ketiga, dia dituduh membunuh ayahnya. Keempat, ternyata istri yang paling dia sayang malah menyudutkannya dan sekarang menikmati indahnya jabatan penjaga tahta.