webnovel

Forgive Me, Snow

Dia Little Snow yang harus tinggal bersama dengan ibu tirinya dan juga harus menerima semua banyaknya kebencian orang-orang yang ada di sekitarnya. Kehidupan Snow tak seindah dengan kehidupan Snow yang ada di film Disney. Snow harus berusaha untuk menerima semua kehidupannya yang begitu menyedihkan dan selalu dianggap tak berguna oleh semua orang yang ada di lingkungannya. Snow tak pantang menyerah, dia lebih memilih untuk menerima semuanya dengan ikhlas. Ah... Apakah Snow akan berakhir happy ending sama seperti film Snow White pada film Disney yang dia tonton? *** "Anak sialan! Kamu hanya menumpang di rumah saya, jadi kamu harus bekerja lebih banyak untuk saya!" - Andin Acheyya. "Wanita menjijikkan seperti lo itu nggak pantas untuk ditolong dan dikasihani." - Aldean Pranegara. "Dia adalah Puteri di dunia nyata. Tidak seperti kamu yang berperan sebagai iblis di dunia nyata, Kinara!" - Anggara Arcale "Snow selalu di bawah gue! Dia nggak akan pernah berada di atas gue!" - Kinara Acheyya "Aku tidak butuh harta ataupun sejenisnya, aku hanya butuh kasih sayang dan juga sedikit kebahagiaan. Itu sudah cukup dan sudah banyak bagiku." - Little Snow. *** Ikuti kisah Little Snow di dalam buku ini. Selamat membaca ^^

Fitriani_nstr · Teen
Not enough ratings
134 Chs

Sebuah Tuduhan

Snow kini sudah berada tepat di hadapan loker Aldean, dia sedang linglung untuk mengikuti permintaan siapa terlebih dahulu.

"Aduh ... Aku harus gimana?" tanyanya panik.

"Apa aku harus bersihkan loker Aldean terlebih dahulu? Atau aku ke WC guru terlebih dahulu buat bantu Debara yang dihukum?" tanya Snow pada dirinya sendiri.

Snow menggigit ujung jarinya karena merasa bingung.

Ingin rasanya Snow membagi tubuhnya menjadi dua bagian saja, lalu kemudian dia memerintahkan tubuhnya untuk ke WC guru menjalankan hukuman Debara dan meminta tubuhnya yang satu lagi untuk membersihkan loker Aldean. Tapi, semuanya hanya ekspektasi semata karena hal itu tidak akan pernah terjadi.

"WOY!" teriak seseorang dengan keras dan berhasil membuat Snow kaget dan berbalik dengan cepat.

"Lo ngapain di depan loker Aldean?!" tanya orang itu dengan nada suaranya yang meninggi, matanya menatap Snow dengan tatapan yang memicing dan penuh rasa curiga.

"Aku gak ngapa-ngapain!" kata Snow sambil menggelengkan kepalanya sebelum orang itu menuduh yang tidak-tidak pada dirinya.

Orang itu memutar kedua bola matanya dengan malas.

"Halah ... Mana ada maling yang mau ngaku, sih?!" tanyanya sinis.

"Kamu gak tahu apa-apa dan kamu cuma salah paham semata. Jadi, kamu jangan memutuskan tentang hal negatif yang aku kerjakan. Aku gak pernah maling disini!" kata Snow membela dirinya.

Siswi itu memicingkan matanya saat melihat keberanian Snow dan bahkan gadis itu sempat menaikkan setengah volume nada suaranya.

"Lo melawan gue, yah?" tanya siswi itu dengan datar.

"Aku nggak melawan," Snow menggelengkan kepalanya.

"Tapi, aku membela diri!" lanjutnya lagi dengan tegas.

Siswi itu menatap Snow dengan tajam.

"Lo tadi ngebentak dan lawan gue, sialan!" teriak siswi itu dengan kesal, lalu mendorong tubuh Snow dengan sekuat tenaga sehingga membuat punggung Snow langsung bertubrukan dengan loker milik Aldean.

"Arggg!" ringis Snow kesakitan sambil memejamkan matanya dan merasakan sensasi nyeri pada punggungnya yang baru saja menubruk besi yang begitu keras.

Siswi itu menarik rambut sebahu Snow, lalu kemudian menjambaknya dengan tanpa ampun dan Snow yang mendapatkan perlakuan itu langsung memohon agar siswi itu melepaskan dirinya.

"Ampun ... Lepasin aku. Aku nggak bersalah," kata Snow memohon.

Siswi itu tertawa sinis.

"Ck ... Ternyata bully orang emang rasanya menyenangkan juga, yah? Pantesan aja si Aldean suka buat jadiin lo sebagai target bully-nya," kata siswi itu sambil tersenyum santai.

Snow meringis kesakitan.

"Apa yang lo buat?!" tanya seseorang tiba-tiba dan berhasil membuat Snow dan siswi tadi menoleh ke sumber suara.

"Ah ... Ryan..." kata siswi itu manja saat mendapati seorang lelaki tinggi dengan kulit putih dan pakaian basket berdiri tidak jauh dari hadapannya dengan Snow.

"Lo ngapain di depan lokernya Aldean?" tanya siswa yang bernama lengkap Ryan Mahabarata itu.

"Ah ini, Ry!" kata siswi itu antusias, lalu menarik Snow dengan kasar untuk maju di hadapannya.

Ryan menatap Snow dengan datar.

"Dia ada di depan lokernya Aldean, Ry! Gue yakin banget seratus persen, sih! Pasti, dia mau curi barang-barang branded milik Dean yang ada di dalam lokernya, kan?!" kata siswi itu dengan antusias untuk menudingkan tuduhannya kepada Snow yang jelas tak bersalah.

"..." Ryan bergeming sambil menatap Snow dengan tatapannya yang masih datar juga.

Snow menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Itu salah, Ry! Tuduhan dia salah sama aku, Ry! Aku gak ada mau maling barang-barang branded milik Aldean!" kata Snow membela dirinya.

Ryan masih menatap Snow dan begitupun siswi yang menuduh Snow, dia juga menatap Snow dengan tatapannya yang tajam karena takut apabila nantinya Ryan lebih memilih untuk percaya dengan Snow dibandingkan dirinya.

"Sial! Bisa rugi besar gue kalau emang si Ryan lebih milih buat percaya sama si buluk daripada gue!" batin siswi itu sambil mengepalkan kedua tangannya dengan begitu kuat di bawah sana.

"Ini waktu yang tepat buat gue biar bisa dekat dengan Ryan. Jangan sampai gue kelihatan jelek di depan Ryan cuma gara-gara si buluk satu ini!" batin siswi itu di dalam hatinya.

"Lo pergi dari sini," kata Ryan pada akhirnya.

Snow dan siswi itu kaget saat Ryan membuka suaranya.

"Nah! Dengar sama apa yang dikatakan sama Ryan, kan?!" tanya siswi itu kepada Snow dengan sinis.

"Pergi dari sini, maling!" katanya lagi dengan sarkas.

Snow menundukkan kepalanya dengan sedih. Apakah dia difitnah lagi?

"Bukan dia yang pergi," kata Ryan dan berhasil membuat Snow dan siswi itu mengalihkan pandangannya dengan kaget.

"Lo ... Loh? Ka ... Kamu minta siapa yang pergi dari sini kalau bukan dia dong?" tanya siswi itu dengan gugupnya sambil mengitari pandangannya untuk mencari orang di sana selain mereka bertiga.

Mana mungkin Ryan meminta dirinya untuk pergi, kan? Seperti itulah pikirannya.

"Gue minta lo pergi," kata Ryan sinis.

Siswi itu kaget bukan main, bahkan Snow juga kaget sampai membulatkan matanya dengan lebar.

"Loh?! Kenapa malah aku yang disuruh pergi sama kamu, sih, Ry?!" tanyanya tidak terima.

"Harusnya dia yang kamu suruh pergi, Ry! Bukan aku!" protesnya lagi.

Ryan menatap siswi itu dengan tajam sehingga membuat siswi itu langsung terdiam membeku di tempatnya.

Siswi itu membalikkan badannya untuk berhadapan dengan Snow Sambil menatap Snow dengan tatapannya yang begitu tajam.

"Argggg! Sialan!" kesal siswi itu, lalu kemudian berjalan pergi meninggalkan Snow dan Ryan dengan perasaan marah dan emosi.

Snow dan Ryan kini berada di satu ruangan yang sama, hanya berdua saja pastinya.

"Jadi?" Ryan membuka suara.

Snow mengangkat pandangannya dengan cepat sambil menggelengkan kepalanya dengan kuat.

"Aku gak ada ambil barang apapun dari dalam lokernya Aldean!" kata Snow membela diri.

"Aldean sendiri yang meminta aku buat ke lokernya dia, terus bersihkan loker dia," kata Snow menjelaskan dengan pelan.

"..." Ryan hanya menyimak saja.

"Aku gak ada ambil barang apapun dari dalam sana. Aku cuma mau menjalankan tugas buat bersihkan lokernya Aldean," kata Snow pelan.

Snow menundukkan kepalanya sambil menahan tangisannya.

"Lo kira gue langsung percaya gitu aja?" tanya Ryan.

Snow bergeming.

"Biarpun lo bilang lagi jalanin perintah Dean, bukan berarti lo nggak akan ada niat buat curi barang branded milik Dean, kan?" tanya Ryan.

Snow mengangkat pandangannya sambil menatap Ryan dengan sendu.

"Sebegitu rendahnya aku, sampai kamu tuduh aku kalau aku bakalan curi barang-barang, Aldean?" tanya Snow sedih.

Ryan terdiam.

"Walaupun aku kekurangan ataupun berkecukupan, bukan berarti aku akan ada niat mencuri seperti itu. Aku tahu, mana yang salah dan mana yang benar," kata Snow, lalu kemudian berjalan pergi meninggalkan Ryan tanpa menunggu jawaban pria tampan itu.

Ryan menatap kepergian Snow dengan tatapan yang sulit diartikan, lalu kemudian dia mengusap wajahnya dengan kasar.