33 Para pengkhianat

"Setelah obatnya bekerja dia akan baik-baik saja, untuk saat ini biarkan dia tetap beristirahat." Seorang dokter yang sudah berusia cukup tua berbicara pada Kainer, menjelaskan kondisi Elena yang masih belum sadarkan diri.

Tiga puluh menit yang lalu, setelah Elena tiba-tiba pingsan Kainer segera membawa Elena pergi ke sebuah klinik yang berada tidak jauh dari Clarke International Hotel bersama Christian yang nampak sangat kaget melihat Elena pingsan.

Begitu mendapatkan penjelasan dari dokter, Kainer segera mendekati Christian yang sedang berdiri di ujung ranjang Elena.

"Apa kata dokter?"

"Elena kelelahan, Tuan. Karena itu dia pingsan, ditambah lagi demamnya yang…"

"Apa dia demam gara-gara kejadian tadi malam?" secara mengejutkan Christian menyinggung soal penyiraman menimpa Elena tadi malam.

"Bisa jadi, Tuan. Tadi Elena sempat menyinggung soal alasannya memotong rambut pada saya juga karena kejadian tadi malam."

Tanpa bisa dicegah, Christian langsung memalingkan wajahnya ke arah Kainer. "Bicara lebih jelas."

"Elena mengatakan alasannya memotong rambutnya karena rambutnya lengket dan susah dibersihkan meskipun dia sudah mencoba keramas berkali-kali setelah terkena wine, karena itu dia memotong rambutnya menjadi sangat pendek untuk memudahkannya membersihkan rambutnya. Sepertinya karena terlalu lama mandi dia menjadi seperti ini, Tuan," ucap Kainer pelan.

Secara mengejutkan, untuk pertama kali setelah bertahun-tahun Kainer bisa melihat kilat kemarahan yang pekat di wajah Christian yang biasanya datar tanpa ekspresi meskipun dia melihat orang-orang disekitarnya mendapat masalah.

"Cari tahu siapa orang yang sudah menyiram Elena tadi malam." Christian mendesis sambil mengalihkan tatapannya pada Elena kembali yang beberapa saat lalu sempat menggerakkan jemarinya.

"Namanya Areez Floyen, Tuan."

"Nama pria yang sudah menyiram Elena?" Christian memastikan sekali lagi.

Kainer mengangguk pelan. "Benar, Areez Floyen adalah keturunan terakhir dari bangsawan Floyen yang dulunya menguasai seluruh daratan Selandia Baru. Saat ini dia tinggal di Auckland, di mansion peninggalan keluarganya.

"Bangsawan yang menguasai seluruh Selandia Baru? Hmmm menarik, pantas saja dia sangat arogan dan menyebalkan, ternyata dia seorang bangsawan," gumam Christian lirih.

"Beberapa saat yang lalu salah satu orang kita memberikan info kalau orang yang sedang ingin membangun pulau buatan di pantai dekat hotel milik keluarga Clarke adalah Areez Floyen itu, Tuan."

"What??" Christian yang lupa tempat dimana dia berada, sehingga sebuah teriakan keras terlontar dari bibirnya saat Kainer mengatakan Areez Floyen adalah orang yang bertanggung jawab atas kesibukkan yang dia hadapi akhir-akhir ini.

Elena yang merasa terganggu akan suara teriakan Christian nampak bergerak kecil dan ekor mata Christian melihat pergerakan itu. Menyadari kesalahannya, Christian lantas berjalan cepat menuju pintu meninggalkan sisi ranjang Elena yang langsung diikuti Kainer dibelakangnya.

Begitu berada di luar kamar perawatan Elena, Kainer langsung menjelaskan semua secara terperinci pada Christian. Selama Kainer bicara tidak ada satupun kata yang terlontar dari bibir Christian, Christian hanya diam tanpa merubah ekspresi wajahnya yang dingin dan gelap.

"Dibantu salah satu anak pejabat di Australia, Areez Floyen berambisi membuat pulau buatan seperti yang ada di Dubai. Dan proyek ini ternyata sudah disetujui oleh hampir setengah orang di parlemen Australia."

"Damn it, bagaimana kita bisa kecolongan seperti ini?" geram Christian murka. "Proyek reklamasi itu tidak boleh dikerjakan di sepanjang pantai yang berada di wilayah Clarke International Hotel, apapun alasannya aku akan menentangnya paling keras. Gunakan semua koneksiku untuk mengumpulkan orang-orang di parlemen yang menyetujui proyek itu dan bawa mereka semua ke hadapanku malam ini juga, aku ingin segera menyelesaikan masalah ini." Dada Christian naik turun saat bicara.

"Baik Tuan, saya akan segera menghubungi orang-orang kita untuk membawa semua orang yang menyetujui proyek reklamasi itu," jawab Kainer patuh, detik selanjutnya Kainer pun bergegas pergi dari hadapan Christian untuk menyelesaikan semua tugas yang baru saja diberikan sang tuan.

Christian masih berdiri tanpa suara menatap ke arah lorong dimana Kainer baru saja menghilang, perkataan Kainer terus berputar dalam kepalanya.

"Sial..sial… bagaimana bisa aku kecolongan seperti ini? Para tikus menjijikan itu benar-benar tidak tahu terima kasih, setelah aku memberikan mereka makan bertahun-tahun ini balasan mereka untukku," geram Christian penuh emosi. "Lihat saja apa yang bisa aku lakukan untuk menghukum kalian."

Meskipun sedang sangat marah, Christian masih bertanggung jawab pada Elena. Christian memutuskan kembali masuk ke kamar perawatan Elena seraya menunggu kabar dari Kainer yang sedang menjalankan tugas yang baru saja dia berikan.

Pada saat Christian baru saja duduk, Elena membuka kedua matanya. Butuh beberapa menit untuk Elena mengetahui tempatnya berada sekarang, sebuah pekikan kecil meluncur dari bibir pucat Elena saat dia menyadari dimana dia saat ini.

"Kenapa aku di rumah sakit?"

Christian yang sedang menatap layar ponselnya melirik ke arah Elena yang sedang menatapnya dengan mata sendu, rona wajahnya masih belum kembali. Penampilan Elena benar-benar kacau.

"Bukankah ini hal yang wajar setelah apa yang kau lakukan tadi malam? Mandi berulang-ulang untuk membersihkan rambut, kau bukan anak kecil, Elena. Apa kau tidak bisa memikirkan akibatnya jika kau melakukan hal itu?" Tanpa rasa bersalah Christian memberikan pertanyaan bertubi-tubi pada Elena yang baru saja sadar dari pingsannya.

Elana menurunkan kepalanya yang sebelumnya dia angkat untuk melihat ke arah Christian. "A-aroma wine itu masih tertinggal di rambutku jadi aku memutuskan mencucinya berkali-kali."

"Kalau kau sudah mencucinya berkali-kali seperti itu kenapa kau memotong rambutmu setelahnya? Bukankah lebih mudah jika kau memotong rambutmu terlebih dahulu sebelum mencucinya berkali-kali seperti itu, ya?" sindir Christian sarkas. "Sepertinya ada masalah dalam otakmu, kau terlalu lambat dalam mengambil keputusan."

Elena mengunci bibirnya, rasanya akan percuma jika dia menjelaskan semuanya pada Christian. Bosnya yang angkuh itu tentu tidak akan percaya dengan mitos memotong rambut akan bisa menghilangkan kesialan seperti yang dia percaya.

Rahang Christian mengeras saat melihat Elena hanya diam. "Lebih baik kau tidur supaya obatmu segera bekerja, ada sesuatu yang menyenangkan yang ingin aku tunjukkan malam ini padamu."

"Sesuatu yang menyenangkan?"

Christian menipiskan bibirnya. "Kau akan tahu nanti malam, jadi sekarang jangan cerewet dan cepatlah tidur. Kau sudah sangat merepotkan aku hari ini."

"Maaf."

"Tidak usah ucapkan kata maaf, aku tidak butuh itu," sahut Christian ketus. "Asal kau bisa cepat sembuh dan bisa bekerja lagi maka aku akan melupakan kejadian hari ini, hanya kau satu-satunya karyawan yang membuatku menggendongmu, Elena."

Seketika Elena langsung menutup bibirnya dengan kedua tangannya. "A-anda menggendong saya?"

"Menurutmu bagaimana? Apakah aku harus melemparkanmu dari hotel sampai ke klinik ini, huh?"

Pipi Elena memerah, selama ini dia tidak pernah bersentuhan dengan lelaki manapun. Karena itu saat ini jantungnya berdetak sangat cepat saat mendengar dirinya baru saja digendong oleh seorang pria dan sialnya pria itu adalah pria yang dia benci, bukan pangeran charming yang selama ini dia idamkan.

"Tidurlah Elena, kau tidak mau melihatku bertambah marah, bukan?"

Ucapan Christian membuat lamunan Elena buyar, tanpa diperintah dua kali Elena memejamkan kedua matanya dengan segera. Lagipula sebenarnya tanpa diperintah pun Elena berniat untuk tidur, rasa kantuk yang menyerangnya sejak tadi begitu kuat.

Melihat Elena memejamkan kedua matanya Christian menghembuskan nafas Panjang, seolah lega karena berhasil menyelesaikan satu masalah, Christian kembali memfokuskan perhatiannya pada ponselnya yang masih terhubung dengan tampilan system yang hanya dia ketahui sebagai seorang CEO Clarke Enterprise.

Bersambung

avataravatar
Next chapter