webnovel

Kabut Hitam (B)

Suwa terkesiap. Tubuhnya menegang. Tak bisa berontak maupun protes saat Ludra semakin menekan kepalanya ke lekukan leher Suwa.

Perpaduan sinar keemasan dari tubuh Ludra dan leher Suwa menciptakan sebuah cahaya melingkupi tubuh ke duanya. Gua yang tadinya gelap mendadak terang.

Ludra menghisap garis penanda di leher gadis itu, dan sedetik kemudian, Ludra dapat melihat sekelebat bayangan - bayangan masa lalu gadis ini. Putaran kehidupan Suwa dua belas tahun silam saat ia kehilangan seluruh anggota keluarganya.

Sungguh ironis.

Setelah dirasa cukup. Ludra melepas kecupannya. Melangkah mundur bersamaan itu cahaya keemasan di tubuhnya perlahan menghilang. Begitupun dengan yang ada di leher Suwa.

"Masa lalu adalah tempat yang cocok untuk dikunjungi namun bukanlah tempat yang cocok untuk ditinggali." Ucapan Ludra membukam Suwa yang hendak melayangkan protes.

Gadis itu tertegun. Apa maksudnya?

"Suwa Chi, itu nama panjangmu bukan?" Ludra kembali berseru. Membuat Suwa begitu terkejut.

"Ke... Kenapa kau bisa tahu?"

"Aku tahu." Ludra memakai kembali pakaiannya. "Kekuatanku perlahan pulih. Melihat masa lalu."

Sekali lagi Suwa terperangah. Entah kekuatan tak terduga apalagi yang masih dimiliki makhluk ini. Mendadak Suwa mendekati Ludra penuh minat, ‌ "Lalu, apa kau juga bisa melihat masa depan?" Suwa terlihat tertarik, "Bagaimana dengan masa depanku?"

"Masa depanmu adalah menjadi pelayanku seumur hidup."

Sontak ekspresi Suwa berubah lesu. Lebih baik ia tidak bertanya.

"Suwa.... "

Gadis itu kembali menatap Falcon.

"Jangan melihat masa lalu dengan penyesalan, jangan pula melihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran, Suwa. Dan sadarlah, sekarang kau bersamaku. Persiapkan dirimu! Nantinya kau akan banyak melihat hal mengerikan."

Wow.... Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah diberikan oleh makhluk ini. Kalimat yang ada benarnya sekaligus mengerikan di bagian akhir. Suwa mendadak merinding. Secara tidak langsung Ludra menekankan bahwa ia adalah abdinya. Ya... Memang benar ia diharuskan menemani perjalan makhluk ini kembali ke dunia Legendary setelah kekuatannya cukup sempurna. Mengalahkan sang kegelapan. Dan Suwa mempunyai firasat bahwa sesuatu yang menakutkan akan ia lihat suatu saat nanti. Suwa harus mempersiapkan diri.

"Ya aku tahu." Suwa terduduk, tetapi tunggu dulu! Ia masih kesal atas perlakuan Ludra padanya barusan. Suwa menatap tajam Ludra, "Hey.. Yang kau lakukan tadi~." Ragu - ragu Suwa berucap, "Bisakah kau tidak melakukannya lagi? Itu tindakan tidak baik."

Ludra hanya mengangkat sebelah alis. Tak menanggapi perkataan gadis itu. Drngan santai, ia menyenderkan punggungnya ke dinding gua lalu memejamkan mata.

Suwa mendengus sebal. Makhluk ini selalu saja seperti ini.

Tetapi dia memilih menyudahi. Menghela nafas panjang, Suwa kesal bukan karena makhluk itu melihat masa lalunya. Tetapi karena Ludra melakukannya dengan mencium lehernya. Astaga! Tidak tahukah hal tersebut membuat gelenyar panas mengalir di tubuhnya. Jantung Suwa pun berdebar tak karuan gara-gara hal itu.

Sungguh tak sopan.

Mungkin bagi makhluk Legendaris hal tersebut merupakan sesuatu yang tiada artinya. Tapi tidak dengan manusia. Sepertinya Suwa harus menjelaskan norma-norma di dunia manusia.

****

"Cukup sulit menemukan mu Momoru."

Tubuh pria bertundung tersebut menegang. Namun ia bisa menyembunyikan keterkejutannya dengan baik.

Kabut hitam muncul di hadapannya. Dengan aura yang begitu kelam. Momuru tahu, ia adalah jelmaan sang kegelapan.

"Aku mencium bau siluman baru saja mati." Momoru berusaha tenang, "Itu pasti ulah mu."

Sang kegelapan tak menanggapi. Kabut tersebut terbang mendekati si penyihir putih. Berputar - putar di sekeliling tubuh Momoru. Memberi intimidasi.

"Aku tahu kau adalah penyihir suci yang tahu sang Falcon masih hidup. Di mana dia?"

Momoru tersenyum sinis, "Kau takut wahai sang kegelapan yang agung."

"Hahaha... " Tawa itu nyaris tak bernada, "Aku hanya ingin segera membunuh sisa Falcon."

"Kalau begitu tunggu saja. Kekuatan Falcon akan pulih dan ia sendiri yang akan mencarimu."

"Aku tak mau menunggu." Asap hitam mendekat, mencekik leher Momoru, "Hmm... Bisa saja aku membunuhmu. Tapi tidak sekarang." Sang kegelapan melepas cekikannya. Momoru terbatuk - batuk menetralkan tenggorokan.

"Kau masih berguna nanti." Sang kegelapan bergumam, ia dapat membaca pikiran si penyihir meski tidak sepenuhnya. Dan sepertinya ia bisa menebak di mana sang Falcon terakhir berada.

"Sampai jumpa." Ujarnya kembali kemudian menghilang dalam sekejap.

Momoru menghela nafas. Diliriknya makhluk - makhluk lain yang yang melongok di balik batu. Satu persatu dari mereka.berjalan menghampiri penyihir suci, "Benarkah Falcon masih ada?"

Momoru tersenyum dan mengangguk. Membuat wajah para makhluk itu diselimuti harapan.

****

Yang bisa memanggil Falcon hanyalah kaum pemegang sisi gelap dan putih yaitu manusia.

'Manusia.'

Dosta bergumam, jemarinya mengetuk-ngetuk kursi kebesarannya. Sesaat seringaian terbit di balik topeng emasnya.

"Falcon ada di dunia manusia."

Heise mendongak, begitupun dengan anak buahnya yang lain.

"Kalian tidak perlu mencari Falcon." Imbuh sang kegelapan membuat anak buahnya semakin mengernyit tak paham, "Carilah seorang wanita yang menjadi pemanggil Falcon!"

"Bagaimana kau bisa yakin pemanggil Falcon adalah wanita?" Ruby siluman rubah ekor sembilan bertanya penasaran.

Sang kegelapan menegakkan punggung, "Aku sangat tahu." Ucapnya yang sama sekali tak menjawab pertanyaan Ruby.

"Cari dan bunuh dia!"

****

"Ku dengar kau mau kabur lagi?" Heise berjalan memasuki sebuah kamar.

Wanita itu menoleh, berdiri di dekat jendela dengan lesu, "Aku ingin keluar."

"Itu harapan mustahil." Heise sudah berdiri di belakang Aira. Iris merahnya menatap ke luar jendela di mana terdapat dua raksasa penjaga pintu masuk.

Aira berbalik, mata bulatnya menatap penuh permohonan. "Sejak saya menjadi tahanan anda. Saya tidak pernah menghirup udara segar. Tolong biarkan saya keluar sejenak! Saya kesepian."

Heise menatap dingin. Sebelah tangannya menangkup pipi Aira, "Ada aku. Kau tidak akan kesepian." Heise lantas mencium bibir gadis itu penuh hasrat.

****

Semalam, pikiran Suwa begitu tak tenang. Ia memikirkan konsekuensi apa saja yang akan ia dapat nanti jika terus bersama makhluk ini. Dia bukanlah pelayannya, bukanlah budak maupun abdinya. Setidaknya tidak untuk esok. Ia harus bebas. Pergi dan hidup damai.

Suwa menelengkan kepala. Sejenak berpikir. Dia menjadi pelayan Falcon dan makhluk ini hanya memberi tugas untuk mencari manusia yang pantas mati. Bukankah itu bagus?

Dan ketika tugasnya selesai, Ludra mendapat seluruh kekuatannya kembali. Makhluk itu tak akan membutuhkan dirinya lagi. Dan ia bisa terbebas.

Bukankah ia juga bisa memanfaatkan Ludra untuk membalas rasa sakit hatinya. Mata Suwa menyala. Dendamnya kembali menguar.

"Tuan..."

Ludra menoleh.

Suwa menatap serius sang Falcon terakhir, "Aku akan membuat kekuatanmu sempurna." Suwa lantas tersenyum miring, "Bunuh para bandit penjual wanita."

****

Next chapter