webnovel

FAJAR

Bernama lengkap Zella Anurtika. Seorang gadis remaja yang hidupnya mulai berubah semenjak menjadi pacarnya Fajar Virennt Narendra. Sepanjang hubungan mereka berjalan, tidak ada satu haripun yang membuat Zella senang. Fajar terlalu dingin untuk digenggam dan terlalu jauh untuk digapai. Disisi lain ada Fajar Dirmasukma Septian yang terjebak friendzone selama 2 tahun dengan Zella. Meskipun begitu, Dirma memiliki pacar yang bernama lengkap Maura Vergina Putri. Akankah kehidupan Zella masih baik-baik saja selama ia masih berpacaran dengan Fajar? Ataukah mereka akan kandas saat mengetahui rahasia terbesar Zella ada pada Fajar?

Sankhaa · Teen
Not enough ratings
10 Chs

4. MEREKA ITU SAMA

Kembali masuk ke kelas, Zella langsung duduk di bangku. Untungnya saat ini masih jam kosong, tidak banyak orang yang berada di kelas. Mereka pastinya berkeluyuran di sekitar sekolah atau malah berkumpul di kantin. Tapi Zella memilih untuk berdiam diri sembari menenangkan hati. Sebisa mungkin ia melupakan kejadian yang baru saja terjadi.

Kejadian yang membawa dirinya dan Fajar berada pada situasi yang tidak mengenakan. Kalau hanya dengan kata maaf bisa menyelesaikan masalah maka sekarang ini juga Zella akan meminta maaf pada Fajar. Tapi mengingat sikap cowok itu yang sudah melewati batasnya, untuk apa Zella merendahkan dirinya lebih rendah lagi?

Waktupun telah membuat Fajar memperlihatkan jati dirinya yang asli. Saat dirinya terdesak, maka tangan menjadi senjata. Tidak kenal siapa yang ada di depannya yang terpenting emosi harus segera dilampiaskan.

Dan yang lebih penting dari itu semua, Fajar mengingatkan Zella pada sikap kasar Ayahnya padanya.

"Saya harap pukulan ini akan menyadarkanmu siapa dirimu yang sebenarnya!"

Ucapan Pak Hasan beberapa tahun lalu masih terngiang di telinga. Zella berkali-kali mengutuk masa lalunya yang pahit. Kalau saja obat dari kesakitannya tidak hilang maka sampai sekarang Zella tidak akan hidup seperti ini.

Dan akan lebih baik lagi jika Zella segera melupakan rasa sakitnya. Ia percaya bahwa Tuhan tidak akan mengujinya seberat ini. Ia percaya nasibnya akan berubah. Meski kini ia masih terjerat dalam dilema cintanya. Rasa cinta yang selalu mengalahkan logikanya.

Ting! Sebuah pesan masuk ke ponsel. Dengan gerakan cepat Zella membuka pesan yang dikirim Fajar.

Fajar : Gue buang suratnya

Benda itu tidak penting bagi Zella. Yang ia inginkan Fajar meminta maaf meski itu hal paling mustahil untuk dilakukannya.

Fajar : Maaf

Sesuai dengan apa yang dipikirkan, kata maaf muncul setelah kesalahan dibuat. Tapi Zella tahu betul sifat cowok itu. Ia tidak akan meminta maaf kalau tidak ada sesuatu di dalamnya.

Fajar : Lala

Terlalu lama membiarkan pesan itu menganggur tanpa jawaban, Zella mulai mengetikan balasan.

Zella : Kamu mau apa?

Fajar : Kok gitu?

Zella : Terus gimana?

Fajar : Lagi marah?

Zella : Nggak

Fajar : Oh yaudah maaf ya

Zella tidak berniat berbalas pesan sampai sehambar ini. Hubungannya sedang diambang kehancuran.

Fajar : Lala

Rasa malas semakin menghasutnya untuk tidak melanjutkan obrolan ini. Tapi pesan dari Fajar lebih cepat masuk sebelum cewek itu berniat mematikan ponselnya.

Fajar : Lo udah nggak sayang gue lagi ya?

Fajar : Kalo enggak juga nggak papa

Fajar : Lala

Fajar : Maafin

Zella : Kenapa nggak ngomong langsung aja? Beraninya di chat doang

Fajar : Nasib

Zella : Nasib yang gimana coba?

Fajar : Ngajak bertengkar?

Zella : Iya!

Zella gagal mengontrol emosinya. Alhasil ponselnya dijadikan pelampiasan dengan melemparnya ke meja.

Saat mendengar bel pergantian jam pelajaran berbunyi, Zella segera memperbaiki suasana hatinya. Terlebih lagi baru saja matanya tak sengaja bertabrakan dengan mata Dirma. Cowok itu nyengir kuda lalu duduk dibelakang Zella. Tepat setelah Bu Venty masuk, seluruh murid XII IPA 1 diam membisu.

"Keluarkan buku kalian, pelajari materi Hukum Ohm. Lima menit lagi kita ulangan dan tidak ada penolakan!"

Mendengar Bu Venty akan mengadakan ulangan dadakan membuat seluruh murid terkejut. Mereka mengumpat kesal dengan cara kerja Guru itu. Selalu seenaknya tanpa melihat potensi murid didiknya terlebih dahulu.

"Bukannya minggu kemarin Bu Venty menyuruh kami menggarap soal-soal, 'kan? Kenapa malah ulangan?" Siska--salah satu murid pintar kelas ini bersuara.

Bu Venty menatap Siska tajam, "Saya berubah pikiran! Kenapa saya mengadakan ulangan? Karena kerja kalian lambat dalam belajar dan saya tidak suka. Jadi mau tidak mau harus mau!"

"Tengik!" umpat Dirma lirih namun penuh penekanan.

Zella yang mendengar umpatannya langsung menoleh ke belakang, "Yang tengik itu elo!" desisnya sembari menatap Dirma sinis.

Dirma memutar bola matanya malas. Ia membanting buku cetak berjudul fisika di mejanya tanpa merasa takut di tegur Guru didepan sana. Zella tahu Dirma bukanlah seseorang yang suka dipaksa. Sangat anti dengan manusia seperti Bu Venty. Maka dari itu mereka berdua sudah bermusuhan semenjak kelas sepuluh.

Dan ulangan yang tidak diharapkan pun pada akhirnya terlaksana juga.

***

"Jeli."

Mendengar sebutan itu terdengar di belakangnya, Zella menoleh. Ia mendapati Dirma tengah duduk diatas jok motor CBR-nya. Panggilan itu sudah biasa ia dengar dari mulut Dirma. Karena memang namanya sangat pas diplesetkan menjadi 'Jeli'

"Lo tahu alamat ini nggak? Penting banget soalnya."

Dirma menyodorkan ponselnya didepan wajah Zella. Didalam layar tersebut terdapat sebuah alamat. Setelah membaca alamat itu, dahi Zella berkenyit tajam.

"Mau ngapain lo?"

"Tahu nggak?"

"Itu alamat rumah gue." jawab Zella datar.

Dirma menyunggingkan senyumannya. Sangat manis tapi Zella berusaha untuk tidak terpikat.

"Naik ke motor gue cepat."

"Hah?" tanya Zella menatap Dirma horor.

"Mau pulang, 'kan?"

"Kok ngajak gue?"

"Pantas gue sebut Jeli, lembek dan lambat."

Rahang Zella mengeras. Cowok itu suka sekali membuatnya emosi. Tidak ada bedanya dengan Fajar. Dua cowok dengan karakter berbeda namun punya hobi yang sama, membuatnya cepat mati.

"Kebanyakan mikir lo."

"Lo ngajak gue pulang emang gue mau?"

"Enggak." balas Dirma santai.

Zella mengangguk.

"Tapi gue mau nganterin lo pulang. Masa nggak mau dianter pulang? Cuma lo yang nggak mau dapet gratisan, Zel."

"Gue udah punya supir pribadi."

"Angkot?"

Zella mengangguk lagi.

Dirma tertawa keras.

"Kalo supir pribadi, kenapa datengnya telat?"

Zella kehabisan akal untuk membalas ucapan Dirma. Cowok itu selalu berhasil mengalahkannya.

"Astaga, Jeli. Udah ayo gue anterin pulang. Mikirin apa sih?" Dirma mendekatkan wajahnya ke wajah Zella. Cewek itu reflek memundurkan wajahnya. "Lo takut sama Maura?"

Dirma mengangguk seraya tersenyum. Ia kembali menegakan punggungnya.

"Lo nggak usah takut sama dia. Maura ada dibawah kuasa gue. Meskipun dia pacar gue bukan berarti seluruh kehidupan gue selalu bergantung sama dia. Begitupun dengan elo, Zel. Lo nggak usah bergantung sama Fajar. Semakin lo bergantung semakin nggak jelas hidup lo."

Berhenti bikin gue makin berharap sama lo, Dirma.

"Mau bergantung atau enggak itu urusan gue." balas Zella seraya mengacungkan telunjuknya ke arah Dirma, "Lo cuma orang luar yang nggak berhak ikut campur dalam hubungan gue."

"Jadi, ayo pulang."

Zella memelototi Dirma. Susah sekali cowok itu mengerti apa yang diinginkannya.

"Kalo lo nggak mau itu artinya sama aja, 'kan? Lo juga ikut campur dalam hubungan gue. Dengan menghargai perasaan Maura sebagai pacar gue. Sekarang begini aja, kita anggap bahwa kita ini adalah sahabat. Yang selalu bersama dalam keadaan apapun."

Entah kenapa ucapan Dirma membawa Zella pada masa lalu, saat dimana sahabat kecilnya mengatakan hal yang sama persis dengan apa yang Dirma ucapkan.

"Menjadi sahabat sampai maut memisahkan."

"AAARGHH!"

Tiba-tiba kepala Zella pusing bukan main. Tubuhnya limbung ke depan dan jatuh di pelukan Dirma. Disisi lain Dirma sebisa mungkin menjaga keseimbangan dirinya yang masih berada diatas motor.

"Lo kenapa, Zel!?"

Sadar ada dimana dirinya, Zella langsung melepaskan pelukan Dirma. Ia merapikan seragamnya yang sedikit berantakan. Sorot matanya menjadi tidak tenang. Sedangkan Dirma semakin khawatir dengan keadaannya. Tapi Zella segera menepis kekhawatiran cowok itu dengan senyuman.

Sedetik kemudian tatapannya beralih ke arah belakang Dirma. Tak sengaja matanya bertemu dengan mata Fajar yang tengah duduk santai di bangku yang tersedia di warung depan sekolah, menatap dingin ke arahnya.

Jangan salah paham. Jangan salah paham. Jangan salah paham.

"Enak banget ya hidup lo!" teriak seseorang yang terlihat emosi, berjalan dengan langkah besar menghampiri Zella.

Tangannya yang bebas langsung menarik rambut Zella ganas. Reflek tubuh Zella memutar dan menghadap Maura. Tidak berhenti sampai disitu, Maura melayangkan sebelah tangannya untuk menampar pipi mulus cewek didepannya itu.

"Belum puas punya pangeran, mau rampas raja gue juga!?"

Maura mendorong bahu Zella sampai punggung cewek itu menabrak dada bidang Dirma yang sudah turun dari motornya. Ia menatap Maura tajam.

"Gue nggak mengira lo bakal kayak begini dibelakang gue, Dirma!"

Disisi lain, Fajar tetap duduk di bangkunya. Ia mengambil air mineral yang berada didepannya lalu menegaknya. Matanya tetap fokus menyorot pada tiga manusia yang tengah bertengkar didepan gerbang sekolah.

"Zella itu teman kelas gue. Apa ada yang melarang untuk berteman dengan orang yang berasal dari kelas sendiri?" balas Dirma dengan suara penuh penekanan.

"Lo nggak buta, Dirma. Zella itu cewek dan lo itu cowok. Nggak seharusnya--"

"Lo juga cewek, Ra. Terus kenapa lo sekarang ngelarang gue dekat sama cewek padahal lo juga cewek?"

"GUE PACAR ELO!"

"Cuma pacar, 'kan? Bukan istri ya."

Rahang cewek itu mengeras. Tangannya mengepal erat. Ingin sekali ia menghabisi cewek yang berada dipelukan Dirma. Tapi ia bisa apa jika cewek itu adalah kekasih sahabatnya sendiri?

Maura mengalihkan perhatiannya ke Zella, "Dengerin kata gue, Zella. Fajar itu udah bosen tapi nggak bisa ngomong sama lo!"

Fajar bosan denganku?

***