webnovel

Fairy Spring

Ferza adalah seorang summoner kuat yang punya nama, tapi setelah mengetahui kalau kekuatan yang didapatkannya memerlukan korban. Dia memilih untuk kembali jadi orang biasa setelah menyelamatkan sebanyak mungkin calon-calon korban yang bisa dia temukan. Tapi sayangnya, usahanya untuk jadi orang biasa kembali diganggu ketika seorang False God. Dewa dari mitologi yang bermaterialisasi di dunia dengan bantuan tangan manusia.

lenovoaxioo · Fantasy
Not enough ratings
7 Chs

The Sacrifices

Begitu melihat Valien pergi sambil mengeluarkan air mata, Ferza ingin segera mengejarnya. Tapi keinginan itu hanya berakhir hanya sekedar keinginan, sebab kakinya tidak bisa bergerak. Bukan karena sesuatu dari luar, tapi sesuatu yang ada di dalam dirinya.

Alasan gadis itu sampai bisa menunjukan wajah sedih adalah dirinya, yang membuatnya menangis juga adalah dirinya, dan orang saat ini dibenci oleh gadis itu juga adalah dirinya. Jika dia pergi mengejarnya dan mencoba keadaan mungkin akan jadi semakin buruk, selain itu pada dasarnya dia juga tidak tahu apa yang harus dia katakan pada Valien untuk membuat perasaan gadis itu lebih baik.

Kemudian, meski dia bisa mengatakan hal baikpun pada akhirnya dia tidak bisa memberikan apa yang gadis itu paling inginkan. Dia tidak bisa membantu Valien untuk menjadi pahlawan.

"Aghh. . . ."

"Kenapa kak Ferza?"

Yang mendekati Ferza adalah Annable, sama seperti yang lain dia juga adalah salah satu anak yang dia urus di Fairy Spring. Umurnya sekarang adalah sebelas tahun, setahun lebih muda dari Litsa sebagai anak yang paling tua di tempat itu.

"Aku sedang stress"

"Aku bisa melihatnya"

Tempat mereka berada cukup jauh dari perkotaan, dan yang diamksud cukup jauh di sini adalah lebih dari lima puluh kilometer dari kota terdekat. Dan sebab keadaan jalan ke tempat itu hanya bisa dikategorikan sebagai arena offroad ekstrim. Menyebabkan sarana hiburan sangat sulit didapatkan. Yang pada akhirnya membuat anak-anak yang ada di sana sering kekurangan sesuatu untuk dikerjakan.

Karena itulah, ketika ada sesuatu yang menarik perhatian. Seperti wajah stress Ferza, beberapa anak yang di dekatnya tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.

"Jadi apa masalahnya? apa kau ditolak oleh anak baru itu?"

"Ditolak?"

"Ya ditolak, bukankah kau mengajaknya untuk masuk ke dalam harem?"

"Harem yang mana?"

Memang benar ada banyak wanita yang punya hubungan dengannya. Ada kakaknya yang jarang dia lihat, ada saudara jauhnya yang lebih jarang lagi dia lihat, lalu beberapa teman lamanya saat dia masih jadi summoner, kemudian beberapa kurir yang sering datang ke tempatnya untuk merekrutnya jadi summoner lagi.

Hanya saja di antara mereka semua tidak ada yang punya hubungan romantis dengannya. Kakak perempuan dan saudara jauhnya sudah jelas dicoret, lalu teman lamanya juga tidak ada yang cukup dekat dengannya untuk bisa punya hubungan yang lebih dari sekedar pekerjaan, lalu tentu saja kurir yang dikirim padanya juga sama sekali tidak bisa dihitung.

"Yang mana? ya yang di sini! ja-jangan bilang kalau kau tidak pernah menghitungku sebagai anggota haremu ka Ferza"

"Sejak kapan aku membuat harem loliii!!!!!!!"

"Eh? tapi bukankah setiap malam kami selalu melayanimu secara bergantian"

Anak asuhnya memasang muka malu saat mengatakannya, dan hal itu sempat membuatnya berpikir aneh. Tapi setelah menenangkan dirinya, dia sama sekali tidak ingat pernah melakukan sesuatu pada anak-anak asuhnya yang membuatnya harus dibawa polisi.

"Melayani apa?"

Dia tidak ingat pernah dilayani siapapun, malah sebaliknya. Dialah yang melayani semua kebutuhan dari anak-anak asuhnya. Dia yang membuat makanan, dia yang merawat tempat tinggal mereka, dia yang mengajari mereka tentang dunia luar, bahkan dia sering mencuci dan menjemur pakaian mereka, lalu yang terpenting. Ketika ada bahaya, selalu dia yang maju untuk mengatasinya.

Selain itu, yang mereka lakukan hanyalah bermain dan membuat tempat mereka berantakan. Dia tidak pernah merasa pernah mendapatkan layanan macam apapun dari anak asuhnya, kalaupun ada yang ingin melakukannya dia akan menolak. Mengingat hal itu akan membuat pekerjaannya jadi hilang.

"Bukankah setiap hari kami selalu bergantian jadi bantal gulingmu?

"Ha?"

"Kak Litsa bilang sebab kami tidak punya uang kami harus membayarmu dengan tubuh kami"

"Kau tidak sengaja bicara seperti itu agar aku kedengaran seperti orang mesum kan?"

"Ha?"

Gadis itu memiringkan kepalanya, menandakan kalau sepertinya dia tidak paham dengan apa yang Ferza maksud.

"Lupakan, sekarang aku paham kenapa setiap hari ada yang datang ke kamarku"

Seperti yang sudah Annable bilang, setiap hari ada yang datang ke kamarnya untuk tidur bersama. Dan dia tidak punya masalah dengan hal itu, sebab selama ini Ferza berpikir mereka melakukan hal itu hanya agar bisa mengenang masa-masa saat mereka masih bersama keluarga masing.

Tapi begitu sekarang dia sudah tahu apa maksud sebenarnya dari tindakan mereka, dia memutuskan untuk tidak sembarang memberi mereka ijin untuk ke kamarnya. Yang pertama, dia tidak butuh bayaran semacam itu. Yang kedua, dia tidak ingin membuat hal semacam itu pengetahuan sosial di Fairy Spring. Dan yang terakhir, dia tidak mau nama baiknya yang sudah buruk jadi semakin buruk.

"Dengarkan aku Annable, aku tidak butuh bayaran!"

Sebab pada dasarnya dia sudah dibayar oleh uang yang kakak perempuannya cari. Meski memang, daripada gaji apa yang dia dapatkan lebih tepat disebut sebagai uang operasional untuk menjalankan Fairy Spring.

"Tapi Ibuku bilang kalau seseorang berbuat baik padamu itu artinya dia ingin sesuatu darimu!"

"Aku benar-benar ingin bicara pada Ibumu!!"

Mengajarkan realitas dunia pada anaknya mungkin adalah tugas orang tua, tapi Ferza merasa kalau pelajaran yang diterima oleh Annable terlalu cepat Ibunya berikan.

"Dia sudah tidak ada, jadi sayang sekali kak Ferza sudah tidak bicara padanya sampai kau ikut mati! ah. . . tentu saja aku tidak ingin kak Ferza mati hanya untuk bicara dengannya!"

"Maaf!!"

Dia sudah tahu kalau Ibu Annable sudah tidak ada, tapi dia melupakannya dan bicara sembarang tentang topik itu di depannya. Jika bisa, dia benar-benar ingin menampar dirinya dari beberapa detik yang lalu.

"Yang jelas, aku tidak butuh bayaran darimu! jika kau ingin membalas budi kau cukup hidup sampai dewasa dan jadi bahagia sampai tua!"

"Kak Ferza. . ."

Seperti yang sudah dia bilang sebelumnya, dia bukan Hikaru Genji. Dia tidak membawa gadis kecil ke tempatnya bukan karena dia punya agenda tersembunyi seperti mendidik mereka untuk jadi gadis idealnya saat sudah dewasa. Yang dia inginkan sangat sederhana, menjaga mereka sampai dewasa dan memastikan kalau tidak ada orang iseng yang mengganggu mereka sebelum mereka bisa mengurus dirinya sendiri.

Jika ada sesuatu yang bisa disebut agenda pribadi, hal itu hanyalah keinginannya untuk mendapatkan kepuasan pribadinya sendiri. Kepuasan pribadinya saat dia berhasil memastikan kalau masa depan anak-anak yang diasuhnya terjamin.

"Maaf kak Ferza, tapi aku tidak bisa melakukannya!"

"Kenapa?"

"Karena kau sudah kehilangan banyak hal demi kami semua!"

"Anna. . ."

Ferza ingin mengangkat tangannya untuk membelai kepala Annable dan sekali lagi menegaskan kalau dia tidak peduli dengan yang namanya hutang budi ataupun pembayaran atasnya. Tapi sebelum telapak tangannya mendarat di atas kepala gadis kecil itu, tiba-tiba dia mendengar sebuah suara sirine yang menggema ke berbagai arah bersamaan dengan suara helikopter yang semakin lama semakin dekat ke tempatnya berada.

"Annable, ajak semuanya masuk!"

". . Um"

Annable kelihatan masih ingin berbicara, tapi dia memutuskan untuk menelan semua kata-kata yang ingin dia keluarkan. Setelah itu dia berlari ke arah teman-temannya dan mengajak mereka semua untuk masuk ke dalam gedung lalu menutup rapat pintunya.

Setelah itu, helikopter tadi mendarat dan beberapa orang berpakaian militer yang mengawal seorang turun dan berjalan ke arah Ferza.

"Apa kau Ferza!"

"Ya, apa kalian dari organisasi?"

"Ya! seorang False God muncul dan kami membutuhkan bantuanmu!"

"Sayangnya aku bukan seorang summoner! cari orang lain!"

"Ha? bukankah kau sudah menerima Astra yang kami kirimkan!"

"Aku menerimanya, tapi aku belum membuat kontrak dengannya!"

"Kau serius!"

"Aku kelihatan bercanda?"

"Aku tidak keberatan kau bertingkah seperti anak kecil, asal jangan sekarang!"

Keberadaan False God bisa disamakan dengan bencana alam, sebab secara literal mereka memang bisa menyebabkan bencana alam. Membuat badai besar, mengundang banjir, membawa gelombang pasang tinggi, meledakan isi gunung, dan sebagainya-dan sebagainya. Dan orang-orang yang bisa menghadapi mereka, alias menghentikan apa yang mereka coba lakukan hanyalah seorang summoner yang sama-sama punya kekuatan dewa.

"Kau sadar kalau banyak orang mungkin akan jadi korban kan?"

". . ."

Tentu saja Ferza tahu, karena itulah dia tidak bisa menjawab. Jika dia ada di posisi orang yang ada di depannya, mungkin dia juga akan meneriakinya seperti itu. Tidak! bahkan dia sendiri ingin memukul wajahnya sendiri. Hanya saja, dia tidak bisa begitu saja mengubah pikirannya dan menerima tugas itu. Tugas untuk menyelamatkan dunia.

Dan alasan yang dia miliki bahkan bukan karena dia tidak mampu, tapi hanya karena dia tidak mau!.

"Di mana summoner yang lain?"

"Kalau ada yang lain aku tidak akan ke sini!"

"Kapan mereka bisa datang?"

"Paling cepat nanti malam! "

"Kalau begitu panggil seseorang untuk mengevakuasi kami!"

"Kau berani bilang begitu?"

"Kau berani menolak permintaanku?"

Ferza adalah seorang pasifis, dia tidak suka kegiatan seperti mengintimidasi orang lain. Hanya saja dia tidak punya pilihan lain. Karena itulah dia menggunakan kekuasaan yang dia pinjam dari koneksi kakak perempuannya dengan organisasi.

"Dengarkan aku baik-baik! mengevakuasi beberapa orang anak kecil sama sekali bukan masalah! tapi kami tidak bisa mengevakuasi semua orang! karena itulah aku datang ke sini meminta bantuanmu!"

Radius bencana yang bisa ditimbulkan oleh seorang False God tidak bisa dengan mudah dikalkulasi. Sebab apa yang bisa mereka lakukan tidak bisa diukur dengan hukum fisika. Oleh sebab itulah, area yang punya resiko terkena efek dari bahaya yang mereka timbulkan sangat luas.

Lokasi False God mungkin jauh dari pemukiman padat, tapi bukan berarti mayoritas orang yang tinggal di sana bisa merasa aman. Menyelamatkan Ferza dan anak asuhnya mungkin mudah, tapi mengevakuasi ribuan orang sama sekali tugas yang bisa dilakukan dalam satu atau dua jam.

Daripada memindahkan banyak orang ke tempat yang mungkin juga belum tentu aman, pilihan paling logis adalah mengirim seseorang untuk menghentikan bencana yang sedang berjalan ke arah mereka.

Dirinya yang dulu tidak akan ragu untuk menerima tugas itu. Ketika kau punya kekuatan untuk melakukan sesuatu, kau harus melakukan sesuatu. Hanya berdiam diri dan melihat adalah dosa besar. Bahkan sekarang, dia sedang berusaha sekuat tenaga untuk tidak sekedar mengiyakan permintaan orang yang mendatanginya.

Mau bagaimana lagi, yang jadi taruhan adalah nyawa banyak orang. Meski jelas tidak kenal dengan mereka semua, tapi semua orang itu adalah orang-orang yang sama sepertinya. Punya sesuatu yang dicintai, memiliki seseorang yang ingin dilindungi, dan punya keinginan untuk membuat masa depan yang bahagia.

Jika nyawanya saja cukup untuk melindungi mereka semua, dia akan senang hati untuk mengorbankannya.

Hanya saja, dia tidak bisa mati. Dia tidak boleh mati. Dia tidak bisa meninggalkan semua anak asuhnya dan maju ke medan perang, sebab nasib mereka semua secara literal ada ditangannya.

Oleh sebab itulah, dia mencoba membunuh perasaannya dan berharap kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Sampaikan pada tim evakuasi kalau kami menunggu di atap gedung, kalian bisa pulang sekarang"

Dari raut wajah orang yang sedang bicara padanya, Ferza bisa merasakan emosi yang benar-benar besar. Tapi sebab dia terikat kontrak dengan organisasi, dan organisasi terikat kontrak dengan kakaknya dia tidak bisa melakukan apa-apa dan akhirnya hanya bisa pergi dengan wajah penuh kemarahan.

Begitu orang organisasi terbang dan tidak kelihatan lagi, Ferza masuk ke dalam gedung panti asuhan dan memanggil semuanya untuk berkumpul.

"Ganti baju kalian ke pakaian yang mudah untuk bergerak, persiapkan perlengkapan kemah, setelah selesai cepat berkumpul di atap"

Anak-anak asuhnya menatap satu sama lain dengan pandangan khawatir, setelah itu salah satu dari mereka memberanikan diri untuk bicara.

"Apa kita akan pindah lagi?"

"Mungkin, tapi jangan khawatir aku akan memastikan kalian semua aman"

"Bagaimana dengan ka Ferza?"

Seorang anak lain mengajukan pertanyaan pada Ferza.

"Ha?"

"Kau akan ikut bersama kami kan?"

"Ah.. . . tentu saja, kali ini kita tidak sedang dikejar seseorang! jangan khawatirkan aku!"

Ferza punya banyak musuh. Dan hal itu disebabkan karena dia memutuskan untuk membawa anak-anak kecil yang sekarang dia rawat.

Dia tumbuh dengan melihat ayahnya menyelamatkan banyak orang, membuat orang bisa punya kesempatan untuk bahagia, dan menerima kebaikan dari orang-orang yang dia selamatkan sebagai seorang summoner. Hal itu membuatnya punya aspirasi untuk jadi seperti ayahnya, untuk jadi seorang summoner. Untuk jadi seorang pahlawan.

Sama seperti kakak perempuannya, Ferza menjadi summoner saat ayah mereka pergi selamanya. Dan sebab dia sudah punya dasar yang diberikan oleh ayah dan Ibunya, dia punya nama yang sedikit dipandang dalam komunitas supranatural.

Dia melakukan pekerjaannya dengan rasa bangga, dia merasa kalau apa yang dia lakukan adalah sesuatu yang baik, dan setiap kali dia menyelesaikan sebuah misi dia juga merasa kalau dia sudah membuat dunia jadi sedikit lebih baik.

Selama beberapa tahun, dia menjadi summoner dengan pikiran semacam itu.

Hanya saja suatu hari semuanya berubah.

Sebelumnya, untuk melakukan summoning ceremony, kau memerlukan dua orang. Satu sebagai summoner yang melakukan casting, dan dua vessel yang akan jadi tempat dari makhluk yang mereka panggil bersinggah.

Kedua orang tuanya menggunakan formasi itu dengan Ayahnya sebagai summoner dan Ibunya sebagai vesselnya.

Metode summoning ceremony sudah berubah banyak sejak jaman ayahnya aktif. Tidak seperti ayah dan Ibunya, summoning ceremony tidak lagi memerlukan dua orang untuk bisa dilakukan. Yang diperlukan sekarang hanyalah seorang summoner dan sebuah astra.

Keberadaan vessel yang jadi tempat bersinggah makhluk yang dipanggil tidak diperlukan.

Awalnya dia berpikir kalau perubahan itu hanyalah sekedar hasil dari kemajuan teknologi. Sebab dia melihat sendiri kalau mantra, simbol-simbol magic, dan peralatan aneh tidak lagi diperlukan sebab semua fungsinya sudah digantikan oleh mesin. Teknologi dunia ini sudah cukup maju bahkan untuk bisa mengintegrasikan magic yang punya hukum tersendiri kedalamnya.

Karena itulah ketika dia bisa berbicara dengan roh yang menjadi medium summoning ceremony saat menggunakan Astranya. Dia mengira kalau yang dia ajak bicara bukanlah manusia. Dia percaya begitu saja kalau gadis yang ada di depannya adalah 'artificial soul', sebuah program buatan manusia yang diciptakan menyerupai manusia.

Tapi ketika akhirnya dia tahu bagaimana sesungguhnya mereka diciptakan. Dia sadar kalau pengertiannya yang dijelaskan padanya tentang Artificial Soul dan apa sebenarnya Artificial Soul itu. Dia tidak bisa menerimanya.

Artificial Soul bukanlah roh buatan, tapi roh yang dibuat tidak punya tubuh. Itu berarti, mereka adalah roh dari seseorang yang sudah meninggal. Mereka adalah manusia, bukan program, bukan makhluk dari alam lain, mereka bukan sesuatu yang dibuat oleh tangan manusia.

Mereka adalah seseorang yang pernah hidup, punya kehidupannya sendiri, perasaannya sendiri, impiannya sendiri, dan masa depannya sendiri.

Dan dia, secara tidak langsung sudah merenggut semua itu dari mereka.

Yang merenggut nyawa mereka dan menjadikan mereka senjata tentu saja bukan dia sendiri. Tapi tetap saja dia punya tanggung jawab atas berakhirnya kehidupan mereka, sebab dirinyalah yang menggunakan mereka di lapangan. Dengan kata lain, secara tidak langsung para summoner, termasuk Ferza sudah membunuh banyak orang tidak berdosa.

Di saat itulah dia memutuskan untuk berhenti jadi summoner. Dia tidak bisa lagi menganggap dirinya sebagai pahlawan saat dia tahu kalau untuk bisa menjalankan tanggung jawabnya, dia harus mengorbankan nyawa orang-orang yang bahkan tidak tahu apa-apa.

Menyelamatkan dunia dari False God memang penting, tapi baginya. Mengorbankan nyawa orang lain untuk bisa melakukannya sama sekali bukan sesuatu yang bisa dia lakukan. Tidak, hal itu adalah sesuatu yang dia benci.

Dengan begitu, Ferza kembali memulai perangnya. Kali ini, bukan melawan False God, tapi organisasi yang sebelumnya jadi rekannya. Bukan untuk menyelamatkan dunia tapi untuk melindungi gadis-gadis kecil yang masa depannya akan dihapus dari dunia.

Meski apa yang dilakukan bisa dibilang adalah tindakan kepahlawanan, tapi dalam skala yang lebih besar yang dia lakukan adalah pengkhianatan terhadap umat manusia. Dengan menculik para calon vessel itu, pada dasarnya dia sudah memperlemah pertahanan manusia terhadap False God.

Demi menyelamatkan anak-anak yang sekarang ada di Fairy spring, dia bersedia membuat semua orang jadi musuhnya. Dan demi mereka juga, dia harus menguatkan dirinya untuk tidak bisa melakukan apapun saat seseorang membutuhkannya. Yang ujungnya juga berakhir menambah orang yang punya dendam padanya.

Kontrak antara roh dalam sebuah astra dan seorang summoner tidak bisa sembarangan dijalin. Pertama seorang summoner harus punya bakat dan skill, kedua pihak harus punya compability, dan yang terakhir. Roh yang ingin diajak untuk membuat kontrak harus masih single, dengan kata lain sedang tidak punya kontrak dengan orang lain.

Kurang satu hal saja maka kau tidak akan bisa melakukan summoning ceremony.

Jika dia bisa melindungi mereka semua selamanya, dia akan melakukannya. Hanya saja, dia hanyalah satu orang manusia. Dan tanpa kekuatannya sebagai seorang summoner, dia juga hanyalah orang biasa yang tidak bisa berbuat banyak melawan organisasi yang punya angka, kuasa, dan juga kekuatan.

Oleh sebab itulah dia mengambil jalan tengah.

Tidak semua orang bisa jadi vessel dan rohnya digunakan dalam sebuah astra. Selain bakat mereka juga harus memperhatikan umur dari korban yang akan mereka jadikan tumbal.

Semakin muda seseorang, semakin sensitif orang itu terhadap hal supranatural. Menjadikan mereka medium summoning ceremony yang efektif. Tentu jadi terlalu muda juga adalah sebuah masalah, mengingat mereka akan kesusahan mengontrol kekuatan mereka. Karena itulah, normalnya hanya seseorang dalam umur sembilan sampai tiga belas tahun yang bisa dijadikan roh sebuah astra.

Rencana Ferza untuk menyelamatkan mereka sederhana. Dia akan menjalin kontrak supranatural dengan mereka kemudian dia akan menunggu mereka sampai dewasa di saat kemampuan mereka sudah tidak lagi dibutuhkan oleh orang-orang dari dunia bawah tanah. Jika dia bisa selama beberapa tahun saja, maka dia akan bisa membebaskan mereka dari takdir menjadi tumbal demi menyelamatkan umat manusia.

Selama mereka menjalin kontrak spiritual dengannya, tidak akan ada yang bisa menjadikan mereka sebuah vessel .

Satu-satunya cara agar roh mereka tidak terikat dengannya lagi hanyalah, dia memutuskan kontrak mereka. Atau, Ferza mati dan membuat kontrak mereka berakhir secara otomatis.

Dia tidak bisa mati, tidak boleh mati, sebab nyawanya bukan hanya miliknya seorang. Meski dia ingin menggunakannya untuk menolong orang lain yang mungkin lebih membutuhkan, dia tidak bisa melakukannya.

"Sekarang cepat bersiap, begitu heli datang kita langsung pergi"

Dengan begitu, gadis kecil di depannyapun pergi meninggalkannya untuk mempersiapkan diri. Setelah itu, Ferza sendiri ikut menyiapkan diri. Tidak seperti anak-anak asuhnya, barang yang dia bawa jumlahnya lebih banyak. Hanya saja, karena dia sudah terbiasa melakukan packing, dia bisa memasukan semua kebutuhannya ke dalam dua tas besar yang bisa dia gendong dan tentang secara bersamaan.

Setelah setengah jam menunggu, akhirnya helikopter yang dia minta datang juga. Tapi ada yang aneh dengan mereka. Selain helikopter untuk keperluan sipil, ada dua helikopter lain yang dilihat dari manapun adalah helikopter tempur dengan senjata penuh yang ikut terbang ke arahnya.

Merasa ada yang beres, Ferza segera bergegas menuju ke tempat helikopter mendarat. Hanya saja, dalam perjalanan dia bertemu dengan Valien. Yang sama sepertinya, juga kelihatan buru-buru untuk mengejar benda itu.

Mungkin karena merasakan pandangan Ferza di punggungnya, Valien berbalik dan melihat ke arah Ferza sebagai reaksinya. Dan begitu keduanya berhasil melihat satu sama lain, keduanya langsung menghentikan langkah masing-masing di tempatnya.

". . . . ."

Ferza ingin mengatakan sesuatu pada Valien, tapi ketika dia ingin bicara otaknya terasa seperti jadi blank dan apapun yang dia coba katakan tidak berhasil keluar dari mulutnya. Di saat seperti ini, dia tidak tahu apa yang sebaiknya dia katakan pada gadis itu.

Sepertinya menyadari akan hal itu, Valien memutuskan untuk bicara duluan.

"Ferza, aku minta maaf karena sudah menghinamu sebagai pengecut, sekarang aku paham kalau kau itu pemberani, kau adalah seorang pahlawan"

Valien paham kalau Ferza punya alasan kenapa dia tidak mau jadi summoner lagi, tapi dia tidak menyangka kalau asalan pemuda itu jauh lebih dalam dari yang dia pikirkan. Berkat cerita dari salah satu anak asuhnya, Valien sekarang paham kalau Ferza juga punya banyak beban di pundaknya.

Sebagai seorang summoner, mereka tidak diharuskan untuk masuk dalam institusi pemerintah. Dan seorang summoner yang tidak mau bekerjasama dengan pemerintah bahkan akan sering mendapatkan perlakuan tidak adil, didiskriminasi dengan regulasi, dan kehidupannya dipersulit secara tidak langsung.

Menghadapi bullying dari pemerintah sama sekali bukan sesuatu yang mengenakan. Tapi Ferza tetap melawan dan tidak mau mengalah. Demi anak-anak yang ada dalam perlindungannya, dia rela membantah perintah dari organisasi milik pemerintah.

Melakukan semua itu tentu saja perlu banyak keberanian, dan resolusi yang dimilikinya saat memutuskan untuk melindungi masa depan anak-anak itu dari tangan-tangan kotor milik orang-orang berkuasa tentu saja tidak main-main.

Karena itulah, Ferza juga adalah seorang pahlawan.

Dia memang tidak mencoba menyelamatkan dunia, tapi masa depan anak-anak yang ada di tangannya juga tidak kalah pentingnya dari nasib dunia itu sendiri. Oleh sebab itulah Valien tidak bisa lagi memandang Ferza sebagai seorang pengecut.

"Aku akan menghadapi Sekhmet sendiri"

Begitu Valien mengontak organisasinya, dia diberitahukan kalau False God yang muncul dan bergerak ke arah mereka adalah Sekhmet.

"Ha? memangnya bagaimana kau bisa menghadapinya? kau tidak punya summoner"

"Mengalahkannya memang tidak mungkin, tapi aku bisa menguras kekuatannya"

"Jangan bilang kalau kau. . "

"Aku tidak punya pilihan lain, jika tidak ada yang bisa mengalahkannya sekarang maka setidaknya harus ada yang mengulur waktu . . . kalau dia dibiarkan saja aku yakin kalau negara ini perlu melakukan sensus lebih cepat"

Sekhmet adalah putri dari Ra, sang dewa matahari. Dan kehidupan serta keberadaannya ditopang oleh kekuatan Ra yang notabene adalah dewa matahari. Karena itulah Sekhmet harus menyerap energi dari matahari untuk bisa terus bermaterialisasi di dunia ini. Yang artinya adalah, suhu di tempat sekhmet berada akan turun secara drastis sebab panas yang ada dia serap sebagai makanan.

Negara ini adalah negara dengan iklim tropis, jadi tentu saja tidak ada orang yang pernah menyiapkan diri untuk menghadapi musim dingin. Dan meski orang-orang yang mampu bisa bertahan dalam cuaca ekstrim, bagaimana dengan orang-orang yang bahkan kesusahan untuk mencari makanannya sendiri?.

Tidak diragukan lagi kalau akan ada korban yang jatuh, dan korban itu jumlahnya sama sekali tidak akan sedikit mengingat skala dari kekuatan Sekhmet yang posisinya adalah dewa. Seperti yang sudah Valien katakan, kalau Sekhmet dibiarkan begitu saja maka negara ini perlu mengecek populasinya sekali lagi setelah dia pergi.

Kalau dia pergi.

"Apa kau serius. "

"Aku serius!!. "

"Valien. . . apa kau. . . tidak takut?"

Hal yang bisa dilakukan oleh seorang roh dari sebuah Astra tidaklah banyak, tanpa seorang summoner mereka tidak bisa memanggil Visitor untuk merasuki tubuh supranatural mereka dan meminjam kekuatan mereka untuk bertarung. Saat ini mereka hanyalah hantu gentayangan.

Jadi bagaimana Valien berencana untuk menghadapi Sekhmet?.

Jawabannya mudah.

Dia hanya perlu mengizinkan makhluk lain membajak tubuhnya saat dia berada di depannya, setelah itu tubuh spiritualnya yang berfungsi sebagai gerbang ke dunia lain akan memanggil makhluk-makhluk supranatural lain yang ada di tempat itu.

Secara individu, kekuatan yang dimiliki oleh makhluk-makhluk supranatural yang ada di dunia ini mungkin tidak sehebat para dewa. Tapi, setidaknya jumlah mereka tidaklah sedikit. Sebab makhluk-makhluk itu berasal dari potongan-potongan kecil jiwa manusia yang pernah hidup di dunia.

Seharusnya mereka sudah cukup untuk setidaknya memberikan sedikit masalah untuk Sekhmet. Dengan begitu, selain menunda zaman es datang dia juga bisa membuat summoner yang datang ke sana nanti bisa mengalahkan Sekhmet dengan lebih mudah.

"Tentu saja aku takut"

Dengan membiarkan dirinya dibajak oleh makhluk-makhluk itu tanpa seorang summoner, itu berarti dia tidak akan bisa mengendalikan dirinya lagi secara bebas dan akan berakhir sebagai monster. Jika seorang summoner datang, maka dia tidak akan punya pilihan kecuali ikut membunuh Valien yang akan jadi masalah kalau keberadaannya dibiarkan.

Rencana yang Valien bicarakan tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah rencana bunuh diri.

"Lalu kenapa? kenapa kau ingin mati lagi? kau sudah pernah merasakan seberapa sakitnya berada di gerbang kematian kan! kau yang bilang sendiri kalau kau tidak ingin merasakannya lagi kan? lalu kenap. . "

"Aku ingin jadi pahlawan!"

Dia akan mempertaruhkan semua yang dia miliki untuk menghadapi Sekhmet. Kenapa? karena dari awal. Dia berani menghadapi kematian, menahan rasa sakitnya, dan meninggalkan semua orang yang dia sayangi adalah demi mengalah False God dan menyelamatkan dunia.

Dan dengan hanya diam, melihat dari jauh, serta tidak bertarung saat Sekhmet membuat masalah adalah sama saja dengan keberadaannya sudah ditolak, resolusinya dihina, dan impiannya dihancurkan.

"Jika aku tidak bertarung maka sama saja aku menganggap kalau kedua orang tuaku hanyalah sekedar penjahat, oleh karena itulah aku akan bertarung dan jadi pahlawan"

Dengan begitu, mereka tidak akan jadi hanya sekadar kriminal yang menjual anaknya sendiri untuk dibunuh demi uang. Mereka juga akan jadi pahlawan yang terpaksa membunuh perasaannya sendiri demi dunia.

". . . . .. . "

Jauh di dalam sana Valien tahu, kalau sebenarnya kedua orang tuanya hanya membuangnya, hanya ingin menyingkirkannya, hanya ingin agar beban yang mereka bawa menghilang. Dia bahkan bisa ingat dengan jelas wajah lega ayah dan ibunya ketika seseorang dari pemerintah mengambilnya dari mereka. Ketika mereka menerima uang dari orang yang ingin mengambil putri mereka satu-satunya.

Tapi meski begitu dia tidak ingin menerimanya, dia menolak percaya kalau kedua orang tua yang sudah merawatnya sejak dia lahir tidak menginginkannya lagi dan dengan mudah menjualnya nasibnya demi uang.

Oleh sebab itulah dia memutuskan untuk mempercayai kebohongan orang tuanya kalau mereka membiarkan Valien pergi dan mati agar dia bisa jadi pahlawan dan menyelamatkan dunia. Dengan mempercayai hal itu dia akan bisa tetap menjaga keyakinan di hatinya kalau dia itu dicintai, disayangi, dan dianggap berharga oleh kedua orang tuanya yang baik.

"Valien. . . Aku. "

Ferza tidak bisa melanjutkan kalimat yang ingin dia katakan. Semua kata-kata yang ingin dia keluarkan tersangkut di tenggorokannya yang terasa sakit karena dia paksa untuk menahan teriakan yang ingin dia suarakan.

Valien tidak tahu apa yang sedang Ferza pikirkan, tapi ekspresi penuh rasa sakit yang pemuda itu tunjukan sudah cukup untuk memberitahukannya kalau pemuda itu bukan sekedar orang pemalas yang tidak mau melakukan kewajibannya, bukan orang tidak bertanggung jawab yang menghindari tugasnya, maupun pengecut yang hanya memikirkan dirinya sendiri.

Dia adalah orang yang memikul banyak tanggung jawab berat di pundaknya, dia adalah orang yang dipaksa untuk memilih pilihan-pilihan menyakitkan di kehidupannya, dan dia juga adalah orang yang sudah mengorbankan banyak hal demi sesuatu yang dia percayai.

Valien ingin mengajak Ferza untuk membantunya, dia datang ke tempat itu dengan harapan kalau dia akan mendapatkan partner untuk menyelamatkan dunia. Tapi dia paham kalau pekerjaan itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Pekerjaan itu datang dengan resiko yang sangat tinggi.

Dan dengan posisinya yang sekarang, pemuda itu bahkan akan menghadapi tragedi yang lebih besar dari seorang pria yang disuruh maju berperang saat istrinya sedang hamil tua jika sampai ada apa-apa yang terjadi padanya. Dia tidak hanya bertarung sambil mempertaruhkan nyawanya sendiri, tapi juga nyawa banyak anak asuhnya.

Dia tidak ada pada tempat dengan summoner lain yang hanya perlu memikirkan nasibnya sendiri saja. Oleh karena itulah wajar kalau dia takut pergi ke medan perang, kalau dia tidak mau mengambil resiko untuk terluka dan mati, kalau dia tidak ingin membantunya.

"Ferza, biar kuberitahukan kau sesuatu!"

"Apa?"

"Namaku bukan Emiya K*ritsugu"

"Ha?"

"Dengan kata lain, aku bukan tipe orang yang punya moto 'korbankan yang sedikit demi yang banyak' kau paham kan?"

"Tapi ka. . ."

"Aku sudah lama mati, meski aku tidak ada lagi tidak akan yang berubah!!!"

Dia hanya hidup demi, tidak. Dia masih terus berada di dunia ini hanya untuk memenuhi keinginannya. Dia tidak punya tugas lain ataupun tanggung jawab lain yang harus dipikulnya. Selain itu, sebab dia sudah mati. Apapun yang terjadi padanya tidak akan jadi masalah yang terlalu besar. Sebab pada dasarnya, tidak ada lagi orang yang akan menunggunya pulang.

Keluarganya, teman-temannya, kenalannya, semua orang sudah tidak ada lagi sejak lima puluh tahun yang lalu.

Menghilangnya dia dari dunia ini mungkin akan membuat orang-orang dari organisasi mendapat masalah, tapi dia tidak terlalu peduli dengan nasib mereka. Nasib dari orang-orang yang memperlakukannya layaknya alat. Dengan kata lain, pada dasarnya dia nothing to lose.

"Lagipula, gugur sebagai pahlawan kedengaran keren selain itu. . . ."

Aku sudah lelah.

Mungkin sudah saatnya dia berhenti bermain-main jadi pahlawan. Dia sudah menemani banyak orang untuk menyelamatkan dunia, kontribusinya harusnya sudah cukup besar. Harusnya dia juga sudah bisa disebut pahlawan. Karena itulah, mungkin sekarang sudah waktunya untuk dia diberi istirahat.

". . . . mereka sudah menunggumu"

Valien melihat ke arah helikopter yang sudah mendarat, di tempat itu dia menemukan anak-anak asuh Ferza sedang melihat ke arah keduanya dengan wajah khawatir. Dan hal itu membuatnya semakin merasa kalau dia tidak bisa mengambil pemuda di depannya untuk dia ajak menghadapi bahaya.

Anak-anak asuh Ferza pada dasarnya sama sepertinya, adalah tumbal untuk menyelamatkan dunia. Tapi tidak sepertinya, ada yang orang yang tidak mau melepaskan tangan mereka dan melindunginya meski harus jadi musuh dunia itu sendiri. Jika waktu itu kedua orang tuanya menolak tawaran pemerintah, masa depan macam apa yang akan dia dapatkan sebagai gantinya?

Dia tidak tahu, tapi yang jelas sekarang dia ingin bertemu dengan orang tuanya. Dia ingin agar mereka bisa membangun kehidupan yang baru dari awal lagi. Dan kalaupun mereka tidak bisa melakukannya, setidaknya dia ingin bersama dengan mereka lagi. Sebab tempat di mana mereka berada, adalah satu-satunya tempat yang bisa dia sebut rumah.

"Aku ingin pulang.. . "

Setelah mengatakan hal itu dengan suara kecil, Valien langsung bergerak ke arah helikopter militer yang mendarat di tempat lain karena ukurannya yang terlalu besar. Tentu saja sambil diikuti oleh astra miliknya yang terbang mengikutinya seperti hewan peliharaan.