webnovel

Fairy Spring

Ferza adalah seorang summoner kuat yang punya nama, tapi setelah mengetahui kalau kekuatan yang didapatkannya memerlukan korban. Dia memilih untuk kembali jadi orang biasa setelah menyelamatkan sebanyak mungkin calon-calon korban yang bisa dia temukan. Tapi sayangnya, usahanya untuk jadi orang biasa kembali diganggu ketika seorang False God. Dewa dari mitologi yang bermaterialisasi di dunia dengan bantuan tangan manusia.

lenovoaxioo · Fantasy
Not enough ratings
7 Chs

A Ghost From The Past

Valien lahir saat masa perang sedang ada dalam puncaknya. Sebuah masa yang sama sekali tidak bisa disebut mudah untuk dilalui sebab entah itu sumber daya manusia maupun alam sedang dieksploitasi besar-besaran untuk kepentingan militer.

Bagi seseorang yang tidak bisa masuk dalam industri militer, kehidupan mereka hadapi jadi semakin sulit. Meski mereka tidak harus memegang senjata dan disuruh maju ke medan perang, bukan berarti mereka hidup dengan tenang. Malah sebaliknya, tekanan dan teror yang mereka rasakan kadang jauh lebih besar daripada prajurit yang maju ke garis depan.

Apalagi bagi orang tua Valien yang bekerja sebagai petani.

Pesawat pembom sering mampir untuk menghancurkan lahan yang mereka garap dengan harapan untuk mengurangi supply pangan pasukan negaranya. Dan sebab teknologi masa itu masih primitif, tidak jarang ada bom yang salah sasaran dan menghancurkan pemukiman dan orang-orang yang ada di dalamnya.

Selain itu, mereka juga sering mendapatkan bonus semprotan bahan kimia berbahaya yang datang hampir setiap bulan.

Dengan semua hal itu, bisa dibilang kenyataan Valien yang lahir tanpa cacat fisik dan bisa tetap hidup sampai umurnya dua belas tahun di masa adalah sebuah keajaiban.

Sayangnya, sebuah keajaiban bukanlah sesuatu yang bisa terus terjadi. Dan ketika keajaiban itu mulai luntur efeknya tiba-tiba kehidupan Valien yang sudah sulit jadi bertambah sulit.

Karena terlalu sering terpapar bahan kimia berbahaya tubuh Valien lama kelamaan jadi lemah dan dia tidak lagi bisa membantu kedua orang tuanya untuk bekerja. Lalu, ketika dia tidak lagi membantu mereka posisinya berubah dari anak jadi hanya sebuah beban.

Tentu saja kedua orang tuanya tidak mengatakannya, tapi meski tidak dikatakanpun Valien bisa merasakannya. Kedua orang tuanya yang dulu selalu tersenyum padanya ketika pulang bersamanya sekarang hanya melihatnya sambil menghela nafas panjang. Mereka melihatnya dengan tatapan yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.

Ketika dia memaksakan diri untuk membantu, mereka akan marah sebab bantuanya malah akan membuat pekerjaan mereka sambakin banyak. Ketika dia mencoba bertingkah ceria agar keduanya tidak merasa khawatir, mereka akan mengatakan sesuatu yan artinya pada dasarnya seberapa mudah jadi dirinya yang bisa bersantai seharian. Lalu, ketika dia mencoba untuk tidak mengganggu, yang didapatkannya hanyalah komentar pedas tentang seberapa tidak bergunanya dia.

Valien tidak pernah menangis, tapi bukan karena dia tidak pernah merasa sedih dianggap sebagai pengganggu oleh keluarganya sendiri. Tapi karena dia tidak ingin orang yang dia cintai semakin membencinya. Oleh sabab itulah, dia menyimpan semua kesedihannya sendiri dan hanya menangis saat tidak ada yang melihat.

Bahkan, bukan hanya satu atau dua kali dia berpikir kalau mungkin akan lebih baik jika dia mati saja.

Tapi tentu saja dia masih terlalu takut untuk benar-benar mencoba membunuh dirinya sendiri. Selain itu dia tidak ingin meninggalkan kedua orang tuanya yang sudah merawatnya sejak kecil. Jika dia ingin pergi, setidaknya dia harus membalas budi terhadap mereka dulu.

Memang benar perlakuan mereka terhadapnya sudah jadi dingin, tapi hal itu tidak membuat kehangatan yang mereka pernah berikan padanya jadi palsu.

Kalau perang berakhir, mungkin keduanya akan kembali seperti dulu. Mungkin mereka akan menyanginya, mencintainya, dan memperlakukannya layaknya harta karun lagi seperti dulu. Saat dia masih bisa bergerak dengan bebas dan membantu mereka bekerja.

Hanya saja, seakan ingin menertawakan keinginan Valien. Di hari selanjutnya, seorang pria berpakaian militer mendarat di desa tempatnya tinggal dan mulai mengamuk. Dan meski yang datang hanya satu orang, tapi kerusakan yang dibuatnya tidak kalah dari pasukan bersenjata lengkap.

Ladang yang kedua orang tuanya garap terbakar, rumah yang dia tinggali sejak kecil roboh, dan semua orang yang tidak mau pergi dari desa dia bunuh saat itu juga. Memaksa kedua orang tuanya dan beberapa orang yang masih bisa bergerak kabur dengan sekuat tenaga.

Valien tidak pernah berpikir kalau kehidupannya dan keluarganya bisa jadi lebih sulit lagi, sebab pada dasarnya sejak awal kehidupan mereka sudah susah. Tapi, ternyata dugaannya salah. Kehdiupan di tempat pengungsian jauh lebih sengsara.

Mereka kabur tanpa membawa apa-apa sehingga mereka harus bergantung pada fasilitas umum yang tentu saja juga digunakan sangat banyak orang, mereka tidak membawa barang berharga dan tidak bisa membeli apa-apa, selain itu sebab di sana tidak ada tempat untuk bekerja dan mendapatkan uang mereka terpaksa harus bergantung pada supply pemerintah bahkan hanya untuk makan.

Dan tentu saja, supply jumlahnya jauh dari cukup. Bahkan tidak jarang mereka harus kelaparan selama dua atau tiga hari.

Lalu ketika dia merasa kalau sudah tidak mungkin tidak ada lagi masa depan untuknya. Tiba-tiba orang itu datang dan bilang. .

"Putrimu punya poetnsi, aku harap kalian bisa membiarkan kami mengasah potensinya demi negara ini"

Pada kedua orang tuanya.

Valien tidak bisa lagi mengingat wajahnya, tapi yang jelas orang itu adalah bagian dari pasukan imperal. Dan dari badge yang terpasang di seragamnya, dia yakin kalau orang itu punya pangkat yang cukup tinggi.

Setelah itu, orang itu bicara kalau negara membutuhkan Valien, dan memberitahukan kalau kehadirannya mungkin akan bisa bisa membalikan keadaan. Membuat perang yang sudah lama berjalan berakhir lebih cepat.

Valien pernah mendengar kalau negara yang sudah terpojok akan melakukan apapun untuk menambah jumlah pasukannya. Karena itulah tidak aneh mereka merekrut bahkan anak kecil yang masih di bawah umur. Dia sendiri pernah melihat salah satu anak laki-laki di desanya pergi bersama seorang prajurit untuk ikut ke medan perang.

Tapi meski begitu, kedatangan orang itu ke rumah Valien masih kelihatan aneh. Sebab, memangnya kontribusi macam apa yang bisa Valien berikan? tubuhnya lemah. Bahkan untuk berjalan saja dia masih perlu bantuan orang lain. Dia bahkan tidak akan berguna sebagai pembom bunuh diri.

Hanya saja, keraguan itu dijawab dengan senyum oleh orang itu.

"Yang kami butuhkan sekarang bukan prajurit kelas bawah, tapi seorang pahlawan!"

Pahlawan macam apa? pahlawan untuk propaganda? hanya hal itu saja yang terlintas di pikiran Valien dan kedua orang tuanya. Hanya saja, sekali lagi orang itu tersenyum dan dengan percaya diri bilang hal lain.

"Pahlawan yang kumaksud adalah pahlawan yang sesungguhnya, seseorang yang punya kekuatan sebanding dengan seribu prajurit!"

Kemudian orang itu bilang kalau Valien tidak akan diambil begitu saja dan kedua orang tuanya akan diberikan kompensasi. Bahkan tergantung dari kontribusi Valien, kehidupan mereka akan dijamin oleh pemerintah. Yang kelihatan jelas membuat keduanya langsung memasang wajah cerah, seakan mereka baru saja bisa membuang beban yang ada di punggung mereka.

Kedua orang tuanya tidak menyuruhnya untuk segera pergi, tapi dari cara mereka menatap ke arah anak perempuannya itu. Valien sadar kalau mereka ingin dia pergi. Membautnya pada dasarnya tidak punya pilihan lain kecuali setuju.

"Baiklah, aku akan ikut dengannya"

Jawaban Valien langsung disambut senyuman oleh semua orang. Lalu, ketiga orang di depannya langsung menuju tempat lain untuk membicarakan hal lain. Beberapa menit kemudian, orang itu kembali ke kamar Valien dengan membawa sebuah botol kecil.

"Dengan meminumnya kau akan bisa jadi seorang pahlawan"

Apa yang akan terjadi padanya? dia tidak tahu. Tapi yang jelas tidak ada yang namanya tempat aman di garis depan medan perang. Apakah dia merasa takut? tentu saja! tapi meski begitu dia harus menerima takdir yang sudah dia pilih sendiri.

Tidak!.

Takdir yang terpaksa dia ambil.

Jika aku pergi kedua orang tuanya akan bisa hidup lebih baik.

Jika dia maju, maka perang yang sudah lama berlangsung akan cepat berakhir. Dan jika perang berakhir, maka mungkin kedua orang tuanya akan kembali seperti dulu. Kembali menyayangin dan mencintainya, tidak lagi memberikannya lagi tatapan dingin dan kekecewaan. Lalu, jika perang berakhir, maka tidak akan ada anak-anak lain yang akan punya nasib sama sepertinya.

Dengan semua harapan itu memenuhi dadanya, Valien mengambil botol yang ada di depannya dan meminum isinya dalam satu teguk. Setelah itu.

"Aku akan menunggumu di luar"

Orang itupun keluar dari kamarnya, meninggalkannya sendiri.

Valien mengira kalau mungkin apa yang dia minum adalah sebuah obat yang bisa menyembuhkannya, ramuan ajaib yang bisa membuatnya kuat, ataupun hal menakjubkan lain. Hanya saja semua tebakannya itu salah.

"Agh. . ."

Nafasnya tiba-tiba tersendat di tenggorokannya, dia mencoba untuk menarik udara tapi paru-parunya seperti tidak merespon dan tidak mau bergerak sesuatu kehendaknya. Setelah

itu satu persatu anggota tubuhnya yang lain mulai ikut sulit digerakan.

Tanpa perlu bertanya pada siapapun dia langsung tahu kalau benda yang baru saja dia minum adalah racun. Racun untuk membunuhnya.

"Kenapa. ."

Ya, kenapa? kenapa orang itu ingin dia mati? apa orang tuanya tahu kalau dia ingin membunuh anaknya? apa yang akan mereka lakukan kalau mereka tahu?.

"Ugh. . ."

Tangannya mulai bergetar dan keringat dingin mulai keluar dari kulitnya. Kepalanya terasa berat dan pandangannya mulai kabur. Lalu yang dapat giliran selanjutnya adalah dadanya. Jantungnya seperti diremas oleh tangan tidak terlihat, isi perutnya terasa panas tapi seluruh tubuhnya terasa dingin.

"Mama. . .pa."

Dia ingin memanggil kedua orang tuanya, tapi suaranya tidak mau keluar dan hanya bisa menghembuskan udara yang mulai susah dia keluarkan dari dadanya. Dia bahkan sudah tidak bisa mengerang kesakitan, tidak bisa memberontak karena merasakan perih layaknya dikuliti hidup-hidup.

" . . . . ."

Dia masih mencoba memanggil kedua orang tuanya, tapi panggilannya kali ini tidak lagi menghasilkan suara. Bibirnya bergerak tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari dalamnya.

Dia ingin minta tolong, dia ingin seseorang memegang tangannya, dia tidak ingin sendirian. Dita takut gelap, dia tidak ingin kedinginan, dia tidak mau menderita sendirian saja dalam kesunyian.

Mama, papa, jangan tinggalkan aku sendirian!.

Adalah apa yang coba dia katakan.

Tapi semua itu akhirnya tenggelam bersama dengan kesadarannya oleh kegelapan yang mulai menyelimutinya.

Dengan begitu, seorang gadis bernama Valien akhirnya meninggalkan dunia dan berhenti jadi manusia.

Sendirian, dalam kesepian.

Kemudian. .

"Ugh. . . kenapa aku harus mengingat hal itu lagi!"

Valien bangun dan membuka matanya dengan lebar.

Seorang roh tidak bisa merasakan capek dan tidak memerlukan tidur. Jadi secara teori seorang roh tidak bisa lagi merasakan yang namanya ngantuk, tapi untuk sesaat Valien merasa kalau dia seperti sudah tertidur untuk beberapa saat. Dan tidur yang mungkin hanya beberapa detik itu membawa sebuah mimpi buruk yang sama sekali tidak dia ingin lihat.

Dan mimpi buruk itu bukan sekedar mimpi buruk. Sebab mimpi buruk itu adalah hasil dari sebuah kenangan, dengan kata lain sebuah kenyataan yang pernah terjadi padanya dulu.

Sebanyak apapun yang kau dapatkan dari perang, hal itu tidak akan pernah sepadan dengan apa yang sudah kau korbankan. Perang adalah kegiatan ekonomi yang hasil akhirnya selalu negatif. Dengan kata lain, sesuatu yang secara fundamental tidak ada gunanya.

Dan sekuat apapun negara, sebesar apapun negara, dan sekaya apapun negara, tidak ada satu negara manapun yang ingin terlibat perang jangka panjang. Sebab perang jangka panjang adalah salah satu resep untuk menghancurkan ekonomi sebuah negara, membuat orang-orang yang ada di dalamnya menderita dan tidak lagi produktif.

Dalam puncak perang dunia kedua, semua negara sadar kalau ekspanditure perang sudah terlalu besar dan tidak mungkin lagi ditopang negara. Oleh sabab itulah semua negara berusaha secepat mungkin untuk mengakhirinya.

Dengan cara apapun.

Termasuk cara yang tidak bisa dijelaskan dengan sains. Seperti menggunakan summoner untuk dijadikan prajurit.

Mereka lebih murah dari pesawat tempur, kapal perang, dan bom. Mereka punya senjatanya sendiri, mereka tidak perlu amunisi, dan kekuatan mereka setara atau bahkan lebih dari senjata konvensional. Selain itu mereka mudah diturunkan ke medan perang, satu orang saja sudah cukup untuk membalikan keadaan di medan tempur.

Hanya saja, seorang summoner tidak ada bedanya dengan manusia biasa tanpa sebuah Astra di tangannya. Dan jumlah Astra sama sekali tidak bisa dibilang banyak, oleh sebab itulah summoner tidak bisa sembarang diluncurkan ke medan pertempuran.

Selain membuat hardwarenya susah, mencari roh yang bisa dipakai untuk mengikatnya dengan seorang Visitor jauh lebih susah. Apalagi kalau Visistor yang ingin dipanggil sangat spesifik.

Mencari roh yang kompatible dengan sebuah Visitor tertentu sangat sulit, mencari seorang anak kecil yang mau mati tentu saja tidak mudah, dan menemukan orang tua yang bisa membiarkan anaknya mati tentu saja bukan hal bisa dilakukan begitu saja.

Orang yang datang ke rumah Valien adalah salah satu agen pemerintah yang bertugas untuk mencari sebuah roh yang kompatible dengan Astra yang mereka buat untuk memenangkan perang. Sebuah Astra yang dibuat khusus untuk memanggil dewa yang disebut sebagai rajanya para dewa.

Indra.

Dewa yang punya kuasa atas guntur, petir, dan juga badai lalu semua yang ada di langit. Dewa yang sudah berkali-kali menyelamatkan dunia dan manusia dari bencana. Dan dewa yang namanya dianggap paling penting sebelum Shiwa, Brahma, dan Wisnu muncul dalam tulisan yang lebih baru

Dewa yang pantas disebut sebagai dewa yang selalu bisa membawa kemenangan dan kekuasaan pada semua orang yang ada di balik bayangannya.

Dan dewa yang sekarang tubuh spiritualnya terhubung dengan roh seorang gadis bernama Valien.

"Aku harus kembali!"

Mengesampingkan penampilannya yang tidak berbeda jauh dari anak-anak kecil yang Ferza asuh, umur mentalnya sudah berkali-kali lipat dari Ferza. Dia sudah lebih dari sekedar dewasa. Jika dia masih hidup, mungkin anaknya bahkan sudah punya cucu.

Dan sebagai orang dewasa, tentu saja dia tidak bisa seenaknya membuang tanggung jawab yang sudah diberikan padanya. Tanggung jawab untuk membuat kontrak dengan Ferza lalu melawan False God dan menyelamatkan dunia.

Emosinya sempat jadi tidak stabil sebelumnya, tapi sekarang dia sudah tenang. Valien yakin dia bisa kembali berdiskusi dengan Ferza. Kalau perlu dia bahkan akan menggunakan penampilannya untuk membuat pemuda itu mau mendengarnkannya, mengingat dia itu lolicon.

"Ok! jangan menyeraaaah!!!"

"Um, jangan menyerah! sebab aku yakin kalau kak Ferza sebenarnya ingin membantumu"

"He?"

Ketika Valien bilang jangan menyerah, tentu saja dia mengatakannya untuk dirinya sendiri. Jadi tentu saja dia tidak berharap kalau ada yang benar-benar akan menjawabnya. Selain tempat di mana dia berada adalah tempat yang sulit dijangkau, atap dari panti asuhan Fairy spring. Dia juga bukan seseorang yang bisa diajak bicara oleh orang sembarang. Mengingat dia adalah roh, sesuatu yang normalnya tidak bisa dilihat manusia biasa.

Yang artinya.

"Kenapa kau bisa melihatku?"

"Ha?"

Sebagai balasannya, orang yang menemukannya. Atau lebih tepatnya, gadis kecil yang menemukannya malah memberikan tanda kalau dia bingung dengan pertanyaan yang diajukan oleh Valien.

"Ah. . begitu ya, jadi kau belum tahu tentang kami"

"Tentang kalian?"

"Um, ngomong-ngomong selain aku semua orang yang ada di sini juga bisa melihatmu"

Orang yang punya sensitifitas tinggi terhadap hal-hal supranatural jumlahnya sangat sedikit, jadi normalnya mereka semua terpisah jauh dari satu sama lain. Jadi, kalau ada tempat di mana penghuninya cukup sensitif untuk bisa melihat dan bahkan berbicara dengan Valien. Bisa dipastikan kalau tempat itu bukan sebuah panti asuhan biasa.

"Namaku Lista, dan aku, tidak! kami semua! adalah calon vessel untuk summoning ceremony!"

"Kau. . calon vessel?"

"Um. . . mau ngobrol sebentar?"

Dengan begitu, gadis bernama Litsa itu memutuskan untuk duduk di samping Valien layaknya teman dekat yang sudah kenal lama.