webnovel

Elbara : Melts The Coldest Heart

"Gray describes my life before you come." Elbara Geofano Adalard Satu-satunya penguasa sekolah yang memiliki sifat dingin dan tidak tersentuh, kecuali pada Alvira, adik kesayangannya. Hari-harinya biasa saja, ditemani oleh kedua sahabatnya yang sangat konyol. Untuk menghadirkan senyum saja ia tidak minat, tapi banyak sekali cewek yang mengincar hatinya termasuk Priska Andini Adibanyu. Sampai seorang cewek yang lugu dan memiliki rasa penasaran yang tinggi mulai masuk ke dalam kehidupannya. Satu-satunya cewek yang berhasil membuka akses untuk masuk kedalam kehidupannya lebih jauh. Entah apa yang spesial dari cewek itu, sampai sekarang ia tidak tau apa yang menjadi alasan dirinya berprilaku berbeda hanya pada cewek itu. Namanya Venusa Angelica.

zakiasyafira · Sci-fi
Not enough ratings
364 Chs

Siapakah Tuan Muda?

Nusa menatap kepergian Alvira bersama dengan cowok yang postur tubuhnya sangat ia kenali, mereka sudah menjauh dan meninggalkannya sendirian. Ia seribu yakin, pasti cowok itu El. Tapi tetap saja dirinya penasaran dengan hubungan mereka berdua, ah pada dasarnya ia memanglah cewek yang memiliki kadar penasaran tinggi. Hal ini sangat menyebalkan karena biasanya, karena rasa penasaran ini akan tetap berada di pikirannya sampai ia menemukan jawaban.

Nusa mengayunkan kedua kakinya sambil menatap jalanan yang di lalui kendaraan pribadi maupun umum. Jika bisa, ia lebih memilih untuk naik angkutan umum saja daripada menunggu kakaknya yang sangat super duper sibuk namun tetap mengusahakan untuk mengantar jemput dirinya. Terlebih lagi sangat keras kepala dengan sikap yang terlalu over protektif itu.

"Huft... lama banget bisa-bisa nanti aku lumutan sampai para siput menghampiri aku."

Nusa mendongakkan kepalanya menatap langit yang kini mulai tertutup oleh awan gelap. Ia yakin, beberapa menit lagi mungkin akan turun hujan dan mengguyur tubuhnya jika tidak segera pulang ke rumah.

"Kak Rehan kemana si? ini udah lama banget ish berasa nunggu jodoh, tau gak!"

Mulai menghembuskan napas kasar. Beginilah rutinitasnya setiap hari, menunggu sang kakak yang super protektif terhadap dirinya. Sekitar sepuluh menit sudah berlalu, ia melihat sebuah mobil bewarna putih mendekat ke arahnya.

"Dateng juga akhirnya, kakak yang paling di tunggu-tunggu sedunia. Ah tidak, memang dasarnya saja aku lebay."

Nusa melihat seorang cowok yang turun dari mobil dan tersenyum manis ke arahnya, wajah itu terlihat tampak tak berdosa seolah-olah tidak melakukan kesalahan apapun padahal sudah selat bermenit-menit.

"Bagus kamu gak nekat pulang sendiri sebelum kakak jemput, adik yang pintar dan kakak jadi gemas dengan mu." ucap Rehan sambil mengelus puncak kepala Nusa dengan sayang

Nusa menekuk senyumnya, lalu menyilangkan kedua tangan di dadanya. "Kakak lama banget, mau hujan tau! nanti kalau aku kedinginan gimana? kan aku alergi dingin... nanti kalau sakit pasti aku lagi yang diceramahi padahal sudah jelas-jelas salah kakak yang lalai." ucapnya dengan nada seperti merajuk pada Rehan.

Rehan terkekeh kecil, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya sudah maafin kakak ya sayang... oh ya kamu mau mampir gak ke kedai kopi? yuk, mau kesana gak nanti kakak akan traktir minuman yang paling enak." ucapnya sambil menoel hidung mancung Nusa, ia tahu apa hal yang harus di lakukan kalau sang adik merajuk.

Awalnya mungkin Nusa memang merajuk pada Rehan karena lama sekali menjemput dirinya. Ditelpon tidak di angkat di chat pun tak ada balasan apapun, dan jika ia pulang duluan pasti Rehan akan mengamuk. Serba salah seperti Raisa.

"Mau lah! ayo let's go!" pekik Nusa dengan semangat, ia langsung saja membuka pintu mobil samping pengemudi lalu masuk ke dalamnya dan segera memakai seatbelt dengan benar. Melihat Rehan yang masih terkekeh melihat tingkahnya, ia langsung saja menatap kakaknya dengan sebal. "Ih ayo kak, keburu hujan nanti dingin! malah melamun di sama juga ngapain, kesambet setan aja aku gak bisa nolongin."

Rehan mengangguk lalu berjalan untuk memasuki mobilnya, memasang seatbelt lalu mengelus puncak kepala Nusa dengan sayang. "Makasih ya buat selalu nurut sama apa yang kakak bilang, lama-lama kakak jadi gak mau kalau kamu ketemu sama cowok yang salah." ucapnya sambil melajukan mobil, meninggalkan area depan sekolah yang sudah mulai sepi.

Dengan senyum simpulnya, Nusa menoleh ke arah Rehan. "Ya kan aku cuma punya kakak yang tersayang ini doang. Kalau aku gak nurut, gimana perilaku aku nanti tanpa didikan kakak. Urusan cowok mah ya udah nanti datang sendiri gak perlu seleksi alam dari kakak!" ucapnya sambil mencium singkat pipi Rehan. Ia benar-benar merasa beruntung masih memiliki seseorang yang peduli terhadap dirinya. Ia beruntung memiliki Rehan, satu-satunya orang yang ia sayangi.

Rehan merasa bersalah membawa topik yang mengundang kesedihan bagi Nusa. Mungkin cewek itu memang tersenyum, namun ia tau pasti jika hatinya sangat sakit menahan pilu karena cuplikan masa lalu memang sangat pahit. "Nanti kakak kenalin deh sama teman-teman kakak. Mereka tuh pada asik banget anaknya, kakak jamin seribu persen kamu bakalan nyaman ngobrol sama mereka. Tapi jangan suka ya sama mereka, orangnya lebih asik di jadiin teman."

"Siapa kak? cewek atau cowok?" tanya Nusa sambil melempar tasnya ke kursi belakang mobil. Ia menyalakan ponselnya yang kini sudah tersambung dengan earphone ke telinganya.

"Cowok lah, Sa. Ya kali kakak kenalin kamu ke teman-teman cewek. Boro-boro punya cewek, ngurus kamu aja ribet." ucap Rehan sambil terkekeh. Ia tau betul jika Nusa paling tidak suka dirinya berdekatan dengan cewek lain yang belum dikenalkan olehnya, jadi ya mode aman sajalah untuk saat ini fokus mengurus sang adik dulu.

"Seasik apa? kalau ternyata realita gak kayak apa yang kakak bilang, awas ya."

"Awas-awas aja kamu kayak jagoan, emangnya kamu mau apain kakak?"

"Aku mau cubit kakak biar kesakitan, rasain! aku tau kakak paling gak bisa aku cubit," ucap Nusa dengan bangga. Ia merasa selalu menang jika sudah mengeluarkan jurus cubitan untuk Rehan. Padahal jika boleh jujur, cubitannya tidak sakit sama sekali. Namun ya Rehan hanya berpura-pura saja, ia tidak ingin adiknya merasa kalah.

"Duh jangan, sakit dong! masa ganteng-ganteng gini dijadiin sasaran cubitan kamu sih, kan gak banget."

"Apaan ganteng-ganteng? ganteng-ganteng serigala kali, biar kayak judul film."

"Yeh di kata kakak ganteng malah disamakan dengan serigala..."

"Ya makanya kakak tuh gak--"

Drtt...

Drtt...

"Kak, ponselnya bunyi tuh." ucap Nusa sambil menunjuk ponsel Rehan yang berada di dashboard, ia memutuskan untuk membungkam mulut. Dan pada akhirnya ia tertelan sibuk melantunkan lagu yang di dengar dari earphone, langsung tersambung lagu-lagu barat dari ponselnya.

Rehan yang sedang fokus menyetir pun tidak menghiraukan panggilan tersebut, ia berpikir jika sedang berkendara sangat tidak diwajibkan untuk bermain ponsel walau hanya untuk mengangkat telepon. Pasti fokusnya nanti akan terganggu, takut menyebabkan hal yang seharusnya tidak boleh terjadi.

Karena Rehan yang tidak kunjung mengangkat teleponnya, mau tidak mau Nusa melepas earphone dari telinganya. Lalu mengambil ponsel Rehan yang terlihat nama 'Tuan muda' di layarnya.

"Halo? selamat sore," ucap Nusa yang sudah mengangkat panggilan telepon tersebut.

Tidak ada jawaban dari seberang telepon membuat Nusa memeriksa kembali layar ponselnya, dan masih menampilkan sambungan telepon. "Masih tersambung kok." gumamnya dengan heran membuat Rehan menoleh sekilas ke arahnya.

"Siapa, Sa?"

"Gak tau, namanya Tuan muda."

Pada detik itu juga, Rehan langsung menepikan mobil dan langsung merebut ponsel yang berada di tangan Nusa.

"Halo, Tuan muda? kenapa? tumben banget nelpon."

"..."

"Oh mereka berdua? masih ada di kedai sih, biasa cari internet gratis sambil nongkrong godain cewek-cewek yang lewat." ucap Rehan sambil terkekeh, sudah terbiasa dengan sikap orang yang tengah mereka bicarakan.

Demi apapun, Nusa kini mempertajam pendengarannya. Ia benar-benar penasaran dengan 'Tuan muda' yang di maksud oleh kakaknya, ya sekedar ingin tahu karena rasa penasarannya selalu tinggi.

"..."

Sayangnya, volume suara ponsel Rehan terlalu kecil menyebabkan Nusa tidak bisa mendengar apa yang dikatakan seseorang yang berada di seberang telepon.

"Iya nanti gue sampein, tenang aja. Ngurusin mereka mah gampang, asal lo yang bayar semua tagihannya." Terdengar Rehan yang terkekeh ringan.

"..."

"Iya bawel banget lo Tuan muda, tumben banget nelpon terus mau ngomong agak panjang."

"..."

"Biarin, biar lebih sopan aja gitu. Lagian lo kan emang bener Tuan muda-nya."

"..."

"Iya, iya...."

Pip

Rehan menaruh ponselnya di dashboard lalu menjalankan mobilnya kembali ke jalan raya. Keselamatan berkendara adalah hal nomor satu yang selalu ia junjung tinggi, jadi mengangkat telepon pun harus menepi.

Nusa yang sudah tidak my bisa menahan rasa penasarannya pun segera menaikkan sebelah alisnya sambil bersedekap dada. "Siapa Kak? cewek kakak ya....? so sweet ih panggilannya begitu, cihuyyy!!"

"Astaga, bukan, Sa. Negatif mulu kamu mah pikirannya, kalau cewek kakak juga ngapain di panggil Tuan Muda? kakak terasa gay, padahal masih cowok normal."

"Ya terus siapa dong? penasaran nih, kasih tahu aku dong pelit banget!"

"Ponakannya Uncle Bram,"

Nusa semakin menaikkan alisnya. "Kok aku gapernah tau ya kak? gak pernah lihat juga,"

"Ya buat apa kamu tau? mau deketin dia, gitu? lagian dia juga gak selera deket-deket sama cewek lugu kayak kamu, Sa." ucap Rehan sambil terkekeh. Ia suka sekali meledek Nusa dengan guyonan ringan seperti saat ini.

Nusa mencubit gemas pinggang Rehan. "Kak Rehan nyebelin! pantesan aja jomblo, orangnya aja kayak gini!" ucapnya dengan sebal.

Rehan berpura-pura meringis kesakitan. "Kakak minta ampun Sa, udah. Kakak lagi nyetir ini nanti kalau kenapa-kenapa gimana?" tanyanya dengan nada bicara yang di dramatisir.

Dengan kesal Nusa menarik tangannya kembali lalu menekuk senyumnya. "Males aku sama Kak Rehan!" serunya.

"Kamu perlu tau satu hal, Sa. Jadi jomblo itu pilihan, bukan masalah laku gak laku. Kakak masih mau kerja, dapat penghasilan ya buat kamu-kamu juga, sebagian lagi buat kakak dan tabungan masa depan nanti." ucap Rehan dengan nada serius. Menurutnya, ia saat ini belum mampu membagi waktu mana untuk pekerjaan dan mana untuk kekasihnya nanti. Lebih baik fokus mengurus Nusa saja, itu lebih mudah.

Nusa tertawa. "Pilihan? Itu mah cuma alibi orang jomblo aja." ucapnya.

"Kalau kamu inget, kamu juga jomblo, Sa. Jangan menghina sesama jomblo. Kalau nanti kamu udah laku, gak apa-apa deh kamu giniin kakak."

Nusa menjulurkan lidahnya. "Aku mah jomblo karena emang lagi nyari yang tepat aja, karena hati aku tulus, jadi gak bisa kalau cuma buat mainan."

"Boneka kali ah di mainin, sok dewasa banget padahal kamu masih bayi." ucap Rehan sambil tertawa.

Kini, kedua adik kakak itu tengah tertawa satu sama lain. Hal sederhana ini mampu membuat luka lama Nusa dengan perlahan memudar. Ia pernah berpikir jika hancurnya sebuah keluarga dapat menghancurkan hidupnya juga. Tapi nyatanya, ia salah.

Rehan selalu ada untuk Nusa, ya setidaknya itu yang memang menjadi pegangan teguh bagi cewek lugu dengan tingkat kepo yang tinggi ini.

...

Next chapter