"Duh mati deh aku."
Mendengar umpatan daru cewek yang berada di rangkulannya ini membuat El menolehkan kepala, ia menaikkan sebelah alisnya kala melihat kedua pipi Nusa yang bersemu merah. "Lo kenapa? Demam?" tanyanya dengan heran sambil menjulurkan tangannya yang bebas, memegang kening cewek tersebut untuk memeriksa suhu.
Mendapatkan perlakuan seperti itu, Nusa bukannya berhenti untuk tersipu malah dirinya semakin malu dengan detak jantung yang seperti berlomba marathon.
"Ih apa sih Bara? Nusa tuh gak demam, tapi sedikit mual aja karena badan Bara bau." balas Nusa dengan deretan kalimat yang penuh dengan karangan.
Mana ada seorang El yang walaupun baru bangun dari tidur tercium aroma tidak sedap? Apalagi di pagi hari yang cerah ini, tentu saja wangi parfum El menyeruak bahkan membuat para cewek-cewek enggan mengalihkan indra penciumannya demi menghirup udara yang tercemar oleh parfum cowok satu itu.
Mengubah raut wajahnya menjadi datar, El tidak marah si ya hanya saja.. berani-berani ada orang yang mengatakan kalau tubuhnya bau. "Dah sana jalan aja sendiri," ucapnya sambil melepaskan rangkulan. Lalu berbalik badan dengan cepat, membiarkan Nusa yang memang memiliki pemikiran kurang cepat merespon atau ibaratnya adalah lola --loading lama--.
"Eh eh Bara! Gitu aja baper," ucap Nusa. Dengan tak kalah cepat juga ia berlari kecil ke arah El, lalu bergelayut manja di lengan cowok tersebut sambil mengedip-ngedipkan mata.
El memutar bola matanya, ia berhenti yang otomatis Nusa juga ikut menghentikan tubuh disampingnya. "Kenapa mata lo?" tanyanya, ia takut tiba-tiba Nusa kenapa-kenapa dan yang meminta pertanggung jawaban adalah si Rehan yang sudah dapat di tebak menggunakan rumus panjang x lebar x tinggi kalau berbicara.
"Kelilipan pesona cowok ganteng." jawab Nusa sambil terkekeh kecil, ia malah cengengesan di samping El seolah-olah cowok itu akan ikut terkekeh seperti dirinya.
1
2
3
Sampai 5 detik, nihil. Hanya ada tampang datar yang menyeramkan milik El, membuat Nusa mendengus dan setelah itu mengubah ekspresi lucunya menjadi bete.
"Ayo ke kelas, Bara ngapain malah balik badan? Tadi katanya mau jagain aku, sekarang tiba-tiba berubah pikiran."
"Lo sarap."
"Sarap dari mananya sih, Bara? Lagian juga emang kalau ngomong bau itu langsung ke artian sesuatu yang menyengat hidung? kan enggak."
"Oh gak nanya."
"Tuh nyebelin banget sih jadi orang!"
Bukan, itu bukan sekedar ucapan biasa namun pekikan yang sedikit naik beberapa oktaf dari volume suara Nusa yang biasanya. Tentu dan tidak mungkin tidak kalau kini semua murid yang berada di sekitar mereka langsung menolehkan kepala dengan penasaran, dan kalau yang sudah memperhatikan daritadi ya semakin menajamkan telinga untuk menguping.
Biasalah, tidak ada satu orang pun yang ketinggalan berita tentang El. Kalaupun ada yang ketinggalan, pasti hanya barisan para cowok yang ingin merasa jauh lebih baik daripada El juga tidak memungkinkan. Karena apa? El tidak ada duanya, benar-benar seperti perumpamaan Dewa Yunani.
"Berisik lo." ucap El yang sadar akibat dari pekikan Nusa itu langsung mengundang perhatian dari banyak orang.
Belum sempat Nusa membalas, tiba-tiba..
"YUHUUU MY HONEY BUNNY SWEETY EL KU SAYANG, SELAMAT PAGI!"
'Sialan.' umpat El di dalam hati.
Oke tidak perlu di tebak siapa manusia heboh yang berteriak di koridor guna meneriaki El, sudah jelas itu adalah Priska.
Nusa hanya diam, ia menggeser tubuhnya ke belakang El, berharap tubuhnya ketutupan sehingga Priska tidak dapat melihatnya. "Bara, tolongin aku ada nenek lampir." ucapnya dengan pelan, tanpa sadar memegangi tali tas yang digunakkan cowok tersebut.
El hanya diam, namun ia mendengar perkataan Nusa dengan jelas. Ayolah ini masih pagi, dan tidak wajar sekali kalau pagi hari yang cerah malah ribut.
"Kenapa?" tanyanya kala melihat Priska yang sudah berdiri di hadapannya, tidak terlihat kedua antek-antek yang suka mengekori.
Priska menjulurkan kedua tangannya untuk mengelus rahang El. "El sayang, hari ini temani aku ke toko buku yuk. Aku dengar-dengar kamu lagi nyari buku biologi. Nah kalau begitu sekalian aja bareng, aku juga mau nyari novel." ucapnya dengan nada bicara di buat-buat seperti manja. Oke, ia belum melihat keberadaan Nusa yang ternyata di balik tubuh cowok yang dirinya ajak bicara.
El menepis tangan Priska. "Berapa kali harus peringati lo? Jangan-pegang-muka-gue, paham?" ucapnya yang penuh penekanan di kalimat akhir.
Menepuk kening, Priska segera mengambil tisu dari sakunya. "Astaga lupa, maaf aku lupa kalau muka kamu sensitif. Sini aku--"
"Gue gak bisa." ucap El yang memotong ucapan Priska yang heboh sendiri.
Bukannya meredakan kondisi, malah cewek itu menarik perhatian lebih banyak lagi. Kini para murid bahkan tak segan-segan menonton mereka, memalukan.
Priska menatap El dengan sendu, penolakan yang beratus-ratus kalinya semenjak sekolah di SMA Adalard ini. "Kenapa..? Lo gak pernah punya waktu buat gue, El. Lo kenapa sih anti banget sama gue? Udah jelas-jelas gue gak malu-maluin kalau di ajak jalan apalagi jalan berdampingan sama lo."
"Gak."
"Ya apa jawabannya? Jangan cuma bilang gak, yang gak itu apanya? Di bagian mananya?"
"Pulang sekolah mau jalan sama Nusa."
BOOM!
Seperti pengungkapan yang bisa membuat semua orang heboh ataupun shock, kalimat itu meluncur sangat mulus dari mulut El. Ia membuat orang yang mendengar langsung dengan refleks berkata hal yang serupa yaitu 'hah?'.
Priska menggelengkan kepala, tentu saja ia tidak terima dengan apa yang dikatakan El.
Sedangkan Nusa, ia rasanya ingin menenggelamkan El pada saat ini juga. Cowok itu bukannya membawa ia keluar dari permasalahan, malah menariknya lebih dalam lagi. "Pstt.. yang benar dong ngebela aku-nya, Bara." bisik-nya dengan nada bicara se-pelan mungkin.
Namun tak di sangka-sangka kalau Priska mendengarnya. "Oh jadi ini cewek gak tau diri yang baru masuk sekolah tapi udah rebut El?" tanyanya dengan nada menghakimi, ia berjalan memutari El untuk melihat Nusa.
Terdengar tepuk tangan dari Priska, tangannya dengan cepat ingin meraih rambut Nusa namun gerakannya tak kalah cepat dengan tangan El yang langsung menahan pergelangan tangannya.
"Berani sentuh Nusa, awas."
"Lepas El, kamu gak tau apa-apa! Dia songong banget jadi murid baru, sok-sokan."
"Minta maaf sama Nusa."
"Enggak, gak akan. Permintaan kamu tuh kayak negeri dongeng, alias MUSTAHIL terjadi."
Mendengar itu, Priska tentu enggan. Hei, siapa yang mau minta maaf dengan seseorang yang sudah di anggap musuh? Tidak ada.
"Cih," decih Priska sambil menghentakkan tangannya yang digenggam El dengan erat. Ia menatap Nusa dengan sorot mata menilai, lalu mendekati cewek itu dan mendekatkan wajah ke telinganya. "Pagi ini lo selamat, sayang. Tapi nanti-nanti kan gak ada yang tau," sambungnya.
Nusa bergeming, wajahnya pucat.
Priska menegakkan tubuh, setelah itu menepuk bahu Nusa sebanyak dua kali. "Semoga hari lo baik ya," setelah berkata seperti itu langsung saja melangkahkan kaki menjauh.
El mengusap wajahnya, setelah itu menatap Nusa. "Ayo ke kelas." ucapnya sambil membantu Nusa berjalan dengan menggenggam pergelangan tangan cewek tersebut supaya bisa berjalan dan di bimbingnya.
Tadi merangkul, dan sekarang berpegangan walaupun El hanya menggenggam tangan Nusa dan bukannya menautkan jemari satu sama lain.
El berhasil membela dan menjaga Nusa, sesuai dengan tanggung jawab yang dirinya janjikan.
...
Next chapter