webnovel

Bab 3

Seseorang tidak akan pernah tau dimana akan meletakan sebuah kepercayaan lada hatinya untuk mencintai seseorang.

Yang mereka tau perasaan itu mengalir begitu saja tanpa bisa kita kendalikan. Perasaan aneh yang membuncah dan sering membuat kaum adam maupun kaum hawa senyum-senyum gak jelas saat melihat ponselnya atau selembar kertas yang berlukiskan foto seseorang.

Namun tetap saja jika perasaan cinta itu di letakan pada tempat yang salah makan tidak akan berlahir dengan baik-baik saja.

Skala tau jika perasaannya ini salah, ia telah jatuh hati pada adek sepupunya sendiri.

Entah mengapa ia tidak bisa mengendalikan perasaanya untuk tidak mencintai adek sepupunya itu.

Gadis yang bersama-sama dengannya sejak mereka masih kecil.

"Gue bingung sama perasaan gue La," ujarnya pada selembar foto yang di pegangnya.

"Semakin gue deket sama lo, gue semakin ingin mengungkapkan perasaan gue ke elo!" lirihnya.

Saat ini Skala tengah berada di kamarnya. Sedari tadi ia hanya mengobrol dengan foto gadis yang di cintainya.

"Kala?" panggil Skyla dengan setengah berteriak.

Mendengar panggilan yang suaranya sangat tidak asing di telinganya Skala pun buru-buru berdiri dan menyimpan foto yang di pegangnya ke dalam dompet miliknya.

"Kalau manggil bisa gak sih gak pakek teriak-teriak?" geram Skala.

"Lhah emang kenapa?" bukannya merasa bersalah Skyla justru nyolot.

"Gue gak suka ya, ganggi tauk kan gue lagi tidur!" ucap Skala.

"Biasanya juga lo gak masalah kok!" bela Skyla.

"Mulai sekarang jadi masalah, udah gue mau istirahat, Huss sana lo!" usir Skala.

Skyla merasa aneh dengan sifat saudara sepupunya itu. Gak biasanya dia marah seperti itu. Dan ini untuk kali pertamanya Skyla melihat Skala marah.

"Maafin gue La," gumam Skala lirih.

Ia tidak bisa menahan gejolak di hatinya. Jadi sebaiknya memang ia menciptakan jarak di antara mereka.

"Kala kenapa sih! Gak biasannya dia sampai marah gitu," heran Skyla.

setelah dari kamar Skala, Skyla kembali lagi ke kamarnya. Kamar mereka memang hanya bersebelahan jadi baik Skyla maupun Skala bisa menyelinap ke kamar sebelahnya.

"Apa Kala marah gegara kejadian di ruang makan tadi ya?" rasa penasaran Skyla mulai berputar-putar di dalam otaknya.

Ia tidak tau apa kesalahannya hari ini, yang jelas ia tidak bisa jika harus marahan dengan Skala.

Langit semakin menggelap, senja yang tadinya terukir begitu indah kini mulai berganti dengan malam.

Dan Skala masih tetap setia berada di dalam kamarnya. Ia merasa sangat bersalah karen tadi ia marah pada Skyla.

"Apa gadis itu sedih ya gue marahin tadi!" ucap Skala mencoba menerka-nerka.

Tiba-tiba saja gadis yang sedari tadi memenuhi fikirannya itu datang dengan membawakan susu hangat.

"Nih, gue bikinin susu buat lo sebagai pertanda maaf gue karena tadi gue udah teriak-teriak di kamar elo!" Ucap Skyla sambil menyodorkan susu hangat yang baru saja ia sajikan.

"Makasih!" jawab Skala datar.

"Lo marah ya sama gue?" tanya Skyla hati-hati.

"Enggak kok!" jawab Skala, masih dengan wajah datar sambil menyeruput sedikit cairan bewarna putih kental itu.

"Kok lo aneh banget sih dari tadi?" ucap Skyla lagi. Kali ini ia ingin memastikan bahwa Skala baik-baik saja.

"Enggak papa, gue biasa aja kok! Cuma lagi males banya ngomong aja!" elaknya.

Dirinya memang baik-baik saja, namun hatinya yang tidak baik-baik saja. Ada rasa yang bergejolak setiap kali ia dekat dengan Skyla.

Rasa aneh itu tiba-tiba saja muncul tanpa Skala tau kapan datangnya. Yang jelas menurut dari rasa yang ia rasakan bahwa Skala telah jatuh cinta.

"Gue masuk dulu ya, mau ngerjain tugas banyak banget!" pamit Skala.

Dan itu hanya di iyakan saja oleh Skyla dengan anggukan kepala.

SKyla pun bangkit dari duduknya untuk kembali ke bawah.

"Biasanya di balkon ia dam Skala akam melihat senja bersama jika keduanya sama-sama tengah berada di rumah.

Namun berbeda dengan hari ini, tadi Skyla melihat indahnya senja sendirian. Melihat betapa indahnya keajaiban Tuhan yang hanya sesaat.

Mungkin senja itu datangnya hanya sesaat, tapi ia selalu memberikan keindahan bagi yang melihatnya.

Ia selalu membuat hati tenang bagi yang merasakannya. Meskipun setelah senja akan datang gelap.

Gelap bukan pula tak berarti indah, karena ia akan di hiasi dengan kerlap-kerlip sang bintang dan terangnya cahaya sang bulan.

Skyla masih saja memikirkan perubahan sikap kakak sepupunya itu.

"Lo kenapa sih Kala!" serunya dalam hati.

Skyla memutuskan untuk mengerjakan tugas kuliahnya yang sangat bayak. Beruntung saja ia bisa mendapatkan materi dari temen sekelasnya lewat kakaknya.

Oh ya? Ngomongin soal materi Skyla jadi ingat cowok rese yang sudah mengerjainya di halte kemarin.

Cowok judes dengan perkataan pedas level 100 itu ternyata masih punya hati juga untuk kembali ke halte dan mengantarnya pulang.

"Cakep sih! Tapi sayang ketutup sama judesnya." gadis itu hanya tersenyum saat mengingat kejadian itu kembali dan sedikit melupakan tentang Skala yang aneh banget hari ini.

Malam sudah semakin larut, tapi Skyla belum juga bisa memejamkan matanya. Padahal rasa kantuknya kini sudah menyerang.

Tidak biasanya ia akan susah tidur seperti saat ini, apalagi selama ini Skyla selalu mengontrol waktu tidurnya.

Ia hanya akan tidur larut malam saat mengerjakan banyak tugas. Namun malam ini berbeda, ia bukannya mengerjakan tugas malah memikirkan dua cowok aneh yang tengah menari-nari di fikirannya.

Yang satu tiba-tiba berubah sikap gak kayak biasanya, dan yang satu lagi adalah cowok yang baru ia kenal tapi sudah sangat rese menurutnya.

"Kok gini sih!" gumamnya. "Gak bisa tidur mikirin dia?" tanyanya dalam hati.

Setelah lelah berdiskusi dengan hati dan fikirannya Skyla keluar dari kamarnya. Ia berniat ke dapur untuk mengambil minum.

"Kala?" panggilnya.

"Oiii, belum tidur lo?" tanya Skala.

"Belum, kok elo juga belum tidur?" tanya Skyla.

"Ini udah mau tidur kok, ke bawa cuma ngambil minum aja. Ya udah gue ke atas dulu ya!" pamit Skala.

"Oke," jawab Skyla datar.

Lagi-lagi Skala seperti menghindar darinya.

"Maafin gue La," ucap Skala dalam hati.

Terkadang untuk mengontrol sebuah perasaan kita perlu menjaga jarak. Karena jika kita masih tetap memaksa dekat maka perasaan itu akan semakin tumbuh dan dalam.

Bukan cinta yang salah, tapi letak kita menempatkannya yang harus bijak. Jangan memaksakan cinta pada sesuatu hal yang tidak mungkin, karena itu hanya akan menyakiti cinta itu sendiri.

Menjauhlah untuk mengurangi perasaan itu perlahan sampai rasa itu benar-benar akan hilang seiring berjalannya waktu.

Itulah yang di lakukan oleh Skala. Ia menciptakan jarak hanya untuk menghilangkan perasaan cinta yang tidak seharusnya ada.