webnovel

Delapan

Lalu, ketika pedang itu telah di angkat, seorang wanita paruh baya di paksa untuk membungkuk dan ia malah jatuh tersungkur, Mave kenal dia, penjual jajanan yang baik hati, ia kerap kali memberikan anak-anak makanan.

Wajahnya pucat pasi, seakan sudah pasrah, mungkin ini memang sudah jalannya. Lalu ia tersenyum, senyum yang kerap Mave lihat kala ia menawarkan permen gula padanya.

Ketika orang-orang berniat ingin menghardik karena memperlakukan seseorang wanita paruh baya begitu kasar, kejadian berikutnya terjadi tiba-tiba, wajah tersenyum yang semula ada, kini menggelinding meninggalkan kepalanya. Lalu tergeletak begitu saja, tanpa bergerak, jerit tangis, pekikan nyaring memenuhi alun-alun, wanita barusan telah dipenggal kepalanya tepat di hadapan ribuan manusia.

Maka terbakar lah amarah yang lainnya.

Dengan brutal orang-orang mencoba merusak kerangkeng, namun satu demi satu mereka di tebas tanpa pemberitahuan apa-apa.

Terlebih mereka tak memiliki catatan kriminal. Maka lemaslah lutut mereka ketika satu persatu ikut disuruh berlutut. Mereka tak diberi pilihan, sepertinya kali ini memang mereka ingin dihabisi. Jadi benarlah berita yang selama ini beredar benar, mereka yakin kalau sebenarnya orang-orang berpenutup wajah itu tak lain adalah mereka. Seperti distrik lain, distrik mereka pasti ingin dimusnahkan.

Mave juga ikutan gila bersama Wisley ketika sadar sang ibu juga berada di barisan luar. Mereka juga kaget bukan main akan kejadian barusan.

Brak.

Orang-orang yang terkurung berusaha membuka kerangkeng yang mengunci, sebelum satu persatu dari keluarga mereka dibanti, namun seperti mereka tak akan pernah bisa menembusnya, seakan-akan kurungan itu tak bisa ditembus oleh manusia walau sudah membenturkan badan, menendangnya berkali-kali percuma.

Beberapa bagian badan mereka juga sudah membiru bahkan mengeluarkan darah.

Puncaknya ketika Mave melihat sang ibu berada di barisan itu.

Ibu Mave malah nampak tenang, mereka saling bertukar pandang, mav3 terus mengumamkan kata tidak pada ibunya, sementara ibunya malahan menyuruhnya untuk anaknya tak berbuat macam-macam sambil tersenyum hangat.

"Tidak, jangan ibuku," lirih Mave memukul kerangkeng dengan tangannya.

Wisley juga ikut menendang kerangkeng dengan frustasi ketika melihat ibunya turut berbaris di sana. Kali ini ibunya tak lagi mabuk, ia nampak segar karena telah memutuskan untuk berhenti minum sejak kemarin. Theodore dan Zed juga tak kalah, warga yang lain meminta belas kasih. Bahkan ketika seorang ibu yang tengah menggendong anak berusia 2 tahun di paksa berlutut, balitanya di lepas paksa dan di letakkan sembarangan oleh mereka hingga menjerit keras. Petugas tak peduli jika balita itu nantinya malah akan jadi terinjak-injak. Moral dan kepekaan sosial telah hilang. Tak cukup banyak orang yang bisa dipercayai, rata-rata akan mengkhianati atau bergabung dengan orang-orang yang tak akan mendapatkan masalah.

"Setan kalian!"

"Sialan!"

"Lepaskan mereka!"

"Ibu?!"

"Tidak! Jangan lakukan itu kumohon!"

Beragam kalimat kasar terlontar, juga permohonan, walau hal itu tak begitu berguna dan tak mengubah keadaan.

Satu demi satu orang sekarat terkapar bersimbah darah, seakan-akan hal itu hanyalah kejadian biasa. Bahkan aparat setempat pun tidak bisa ikut campur jika tidak ingin mati ditempat. Mereka seolah-olah kebal telinga, bahkan sebelum kejadian ini, mereka yang berkuasa memilih untuk tutup telinga.