webnovel

Dibatas Senja

Lusi Aryani, 20 th, Mahasiswi FEB, semester IV, gadis dengan penampilan sederhana karena kondisi ekonomi keluarga yang hanya dibilang cukup namun keinginan begitu kuat untuk melanjutkan pendidikan berbekal dengan prestasinya. Dia ingin merubah kehidupan keluarganya, sesuatu yang harus diperjuangkan tidak menyerah untuk meraih harapannya. Janggan Pringgohadi, Mahasiswa Tehnik Arsitek semester 8, anak tuan tanah di salah satu kota kecamatan di Yogyakarta, anak panggung, tentu banyak penggemar, dijodohkan dengan Jihan anak temen orang tuanya. Bagaimana sikap janggan atas perjodohannya sedang dia mulai tertarik dengan lusi anak FE depan kostan. Apakah mungkin keluarga Janggan merestui hubungan mereka jika orang tuannya tahu Lusi bukan dari keluarga yang selevel dengan mereka. Bagaimana jika ternyata Janggan memilih mengikuti keinginan keluarganya. Disini kisah mereka diuji hingga dibatas perasaan Lusi dan Janggan, Dibatas Senja

Tari_3005 · Urban
Not enough ratings
91 Chs

Bab 9

Pagi sekali lusi sudah bangun, sehabis sholat shubuh, diambilnya sebuah buku jadwal ujian hari ini. beberapa menit kemudian, dibantingnya buku di atas kasur empuknya karna entah sudah keberapa kali Lusi membolak balik buku marketing management philip kotler, tapi dak ada yang nempel diotak kirinya. biasanya lusi akan tahan berjam jam baca yang berkaitan dengan manajemen pemasaran salah satu materi yang dia suka, mana nanti siang mulai ujian semesternya.

Mending aku tanya langsung deh ke dia, apa hubungannya sama mbak reina dah putus, eh sarkas banget. atau gini aja, Kak Janggan sama mbak rein masih bareng, ah bodo bodo, kali kayak gini bodo beneran nih aku, baiklah aku telpon aja, seingetku aku dikasih nomornya kemaren.

Diambilnya handpone yang ada di meja belajarnya,"assalamualikum" terdengar seseorang menjawab dengan suara berat "waalaikumsalam, ada apa sih bu, iya minggu depan aku pulang" karna masih ngantuk tanpa ngelihat nama siapa yang ada dilayar handpone nya.

"kak, masih ngantuk ya" suara dari seberang mengagetkannya, mata Janggan membelalak lihat nama cewek yang semalem diimpikan "my girl is calling". aku kira ibu yang semalem telpon minta aku pulang ada pertemuan keluarga." eh yang sory, kirain ibu, semalem janji mau telpon lagi" lo lo bentar bentar dia myebut lusi apa tadi, ini pagi pagi sudah yang nggak nggak deh yang dilakuin, janggan tambah panik, takut yang diseberang sewot, atas dasar apa dia panggil "yang".

"kak dah bangun, bisa ke kostan lusi sebentar" lusi berusaha menekan degub jantungnya pura pura dak denger sebutan aneh dari Janggan untuk nya, mungkin masih dikira bukan aku kali aja, panggilan untuk mbak reina.

"ok aku pakai baju dulu ya, lagi toples di dada, apa lusi yang ke sini, biar kakak dak usah pakai baju, kw kw kw" telpon dimatikan lusi setelah misuh misuh nanggapin godaan janggan.

Diambilnya celana pendek jean dan kaos putih polos ada gambar buaya kecil dipojok atas kiri, 'sudah tampan kok gue'.Orang setampan ini mana mungkin lusi bisa nolak pernyataan gue kemaren, yang ada dia gak bisa tidur semalem, Janggan pe de banget.

Tok tok tok "assalamualaikum" Janggan senyum sendiri, gak nyangka yg dia suka anak depan kostan.

"waalaikum salam, eh Janggan, tumben, nyari sapa ?" irma yang bukain pintu kost," Lusi ada", jawab Janggan.

"Duduk gan, aku panggilin, eh nih anaknya, tinggal dulu ya", irma langsung masuk ke kamar.

"silahkan duduk kak" kata Lusi, sambil narik kursi tamu untuk dia duduki, janggan pun melakukan hal yang sama.

"Maaf kak, soal yang kakak tanyain kemaren," lusi menarik nafas panjang.

"Gimana kalo aku, jawabnya,... aku juga suka sama kakak, tapi mbak reina, em yang.." belum selesai kalimat Lusi, Janggan langsung bisa menebak "yang ketemu sama kamu minggu lalu di mart, dia itu temen aku sejak kecil di kampung, kalo gak percaya bisa tanya sama ardan"

Janggan tersenyum menatap lusi,"makasih dah mau nerima aku, aku dak bisa menawarkan hal yang muluk ke kamu, aku ingin mengenalmu lebih dari pribadimu yang menarik" oh Tuhan bahagianya hati, Janggan kuatir pernyataannya kemaren tidak bersambut.

Tiada hari seindah hari ini, lusi mematung tanpa bisa berkata apapun, semoga ini awal yang membahagiakan.