5 Sakit Sekali!

Tidak jauh Lucas membawa Selena pergi. Tepatnya, pria itu membawa gadis dibelakangnya menjauh dari lapangan. Lucas membawa Selena ke ruang kesehatan sekolah. Pria itu berhenti di depan pintu UKS dan memanggil wanita petugas PMR yang sudah dia kenal.

"Karin kamu di dalam?"

Seorang gadis seusia Lucas keluar dari balik kamar yang ada di dalam UKS. Gadis itu pun melihat Lucas dengan datar, "Ada apa mencariku?"

"Obati dia. Setelah selesai, suruh gadis itu langsung menemuiku ke ruang OSIS." perintahnya singkat. Lucas pun berjalan ke samping menuju ke ruang OSIS yang bersebelahan dengan ruang kesehatan.

Selena yang berdiri di belakang Lucas sejak tadi menatap linglung pada punggung Lucas yang lebar.

"Halo, silakan masuk." sapa Karin ramah. Berbeda sekali dengan sikapnya tadi terhadap Lucas yang datar, Karin sangat lembut sekali menyuruh Selena mendekat padanya.

Selena yang tadi melamun, langsung tersentak kaget saat suara lembut berbicara kepadanya. "Ah, maafkan saya."

"Apa kamu sakit? Wajahmu terlihat sangat pucat?" tanya Karin perhatian.

Selena menujukkan pergelangan tangannya yang memerah nyeri, "Sepertinya tangan saya terkilir."

"Silakan duduk. Biarkan aku memeriksanya," kata gadis itu pada Selena. 

"Siapa namamu?" Karin bertanya dengan suara lembutnya. 

"Selena ... kamu bisa memanggilku, Selena."

Selena mengulurkan tangan kanannya yang mulai bengkak. Karena gugup dan takut dia tidak begitu merasakan sakit tadi, saat ini begitu dia mulai tenang, sakitnya menjadi tak tertahankan.

Awww!

Selena menjerit kesakitan, dan matanya yang tadi berkaca-kaca langsung mengalir sebulir air mata.

Sakit sekali! Batinnya ingin menangis keras.

Tangan Selena hanya dipegang dengan pelan oleh Karin tapi rasa sakit yang ditimbulkan membuat Selena mau pingsan.

Mendengar suara teriakan dari ruangan sebelahnya, membuat Lucas yang tadi duduk di ruang OSIS kembali.

Pria itu langsung membuka pintu, raut wajahnya tetap datar begitu dia lihat Selena meringis sakit sambil memegang tangannya, "Apa yang terjadi?"

"Tangannya keseleo." Jawab Karin tanpa menengok ke arah Lucas.

"Apakah serius?" Lucas mendekat, melihat dengan jelas tangan Selena yang mulai bengkak.

Karin mengangkat bahunya tak tahu, ia hanya asisten dari dokter yang bertanggung jawab berjaga di sekolah ini. Dan ia pun juga seorang pelajar yang memiliki ketertarikan dengan dunia medis. Dihadapkan dengan situasi yang tidak bisa dia atasi, memanggil gurunya untuk menangani luka Selena adalah pilihan yang terbaik. Jadi Karin pun beranjak bangun dari sisi Selena.

Pertama-tama Karin mengambil es batu dari kulkas mini di ruang kesehatan tersebut, ditaruhnya di baskom berukuran sedang, lalu mengambil handuk kecil bersih dan membawanya ke tempat Selena duduk.

"Kompres dengan air dingin dulu supaya tidak terlalu nyeri, Selena." ucapnya memberitahu. Selena mengangguk dan berterima kasih.

Setelah selesai menyiapkan untuk pertolongan pertama, Karin lalu melihat Lucas, "Bisa kamu tunggu disini, Lucas. Dan tolong bantu kompres tangannya sebentar sampai aku kembali."

Alis Lucas mengernyit, "Kenapa harus aku?"

"Hanya ada kamu disini yang bisa aku minta bantuan. Menolong seseorang yang butuh bantuan adalah hal terpuji dan itu menunjukkan kamu masih punya hati nurani."

Lucas melotot, jengkel jika diberi petuah oleh Karin yang menurutnya sok bersikap dewasa, "Berisik! Kau bisa mengompresnya sendiri..."

"Aku harus pergi ke ruang Guru, memanggil Buk Emi untuk menanganinya." Sela Karin tak kalah melotot dan jengkel. Bukan hal yang baru lagi jika dia selalu beradu mulut dengan remaja tampan di depannya itu. Karena bagi Karin, Lucas ini terlalu menodai matanya dengan sikap dingin yang pria itu perlihatkan.

Lucas yang tidak ingin melanjutkan perdebatan kekanakan itu pun menyetujui dengan paksa, "Cepat pergi, jangan lama-lama." ujarnya mendengus keras.

Selena yang sedari tadi menatap tak enak dengan perdebatan kedua kakak seniornya. Ia merasa sudah lakukan hal yang sangat salah dan hanya bisa membebani orang lain dengan situasinya sekarang. Apa aku saja yang terlalu manja? Batin Selena merasa bersalah.

Karin yang melihat kepala Selena tertunduk dalam mulai kembali mengomeli Lucas, "Jangan memasang wajah menyeramkan itu disini. Dia ketakutan, Lucas!"

"Apa masalahmu. Kalau kamu mau memuji ketampananku ini, jangan sungkan. Tak usah malu-malu seperti itu." balas Lucas setengah mengejek dan penuh bangga pada dirinya sendiri. Pada orang yang sudah dia kenal, Lucas tidak menutup-nutupi wataknya yang sebenarnya.

Dan Karin, mungkin perempuan beruntung yang tidak Lucas blacklist dari daftar perempuan yang pria itu benci di hidupnya.

"Sifatmu yang narsis itu, sungguh menjengkelkan. Kalau saja kamu bukan sepupuku, aku sudah ingin mencekik dirimu." Tanpa menunggu balasan Lucas, Karin keluar dari ruangan itu sambil menggerutu, meninggalkan Lucas dan Selena berduaan saja di dalam ruangan.

Selena yang mendengar suara pintu di tutup, duduk gelisah di tempatnya. Ia tidak berani melihat ke arah Lucas langsung.

Disisi lain, Lucas masih berdiri, helaan napasnya yang keras terdengar jelas di ruangan tersebut. Walaupun begitu, Lucas tetap melakukan hal yang Karin suruh dia lakukan, membantu Selena mengompresnya tangannya.

"Ulurkan tanganmu." ucapnya datar.

Selena hampir kejang saking takutnya dia terhadap Lucas, "S-saya bisa sendiri, Kak. Tidak apa-apa..."

"Aku tidak mengulang dua kali ucapanku, kemarikan tanganmu. Cepatlah..." desak Lucas setengah memaksa.

Pada akhirnya, Selena yang takut dibentak oleh Lucas, mengulurkan tangannya ke depan.

"Aduhhh...!" Pekiknya tertahan akibat Lucas menarik tangannya tidak hati-hati.

Lucas mengerutkan alisnya tak senang, ia benar-benar tidak tahu kalau tangan gadis itu bengkak parah. Menyadari kecerobohannya, Lucas pun memegang tangan Selena lebih hati-hati.

Tanpa banyak bicara, ia mulai mengompres permukaan kulit tangan Selena yang berubah kemerahan. Setiap kali kain dingin itu menyentuh kulitnya, Selena menggigit bibir bawahnya untuk meredam teriakan.

Meski Lucas menganggap dia sudah menyeka dengan pelan, tapi tetap saja bagi Selena sendiri, setiap tekanan yang Lucas berikan pada tangannya menyakiti tangannya.

Namun Selena yang pendiam dan jarang sekali mengeluh, hanya mampu menanggungnya diam-diam. Setidaknya, bagi Selena, melihat kebaikan seseorang yang mau membantunya merupakan berkah berharga di dalam hidupnya.

"Terima kasih," ucap Selena dengan lirih, dan masih terdengar oleh Lucas. Pria itu tidak menjawab, dan Selena tidak keberatan.

Di dalam ruangan tertutup yang hanya ada dua orang di sana, selain suara napas masing-masing yang berembus, keheningan yang biasanya membuat orang tak nyaman, malah membuat Selena dan Lucas cukup menikmati momen tersebut.

***

If you like this story, don't forget give me vote, review and comment. Thank you for Reading, guys.

avataravatar
Next chapter