7 Pemberian Andre

Selena yang sudah kembali ke ruang kelasnya, tidak mendapati siapapun di dalam kelas. Karena memang, semua siswa dan siswi kelas sepuluh masih mengadakan acara terakhir yang menandakan masa orientasi siswa sudah selesai diadakan.

Walaupun masa orientasi siswa sudah berakhir, bukan berarti para murid baru ini bisa duduk santai di kursinya masing-masing. Ada beberapa tindakan formalitas yang melibatkan murid dan guru untuk saling mengenal satu sama lain. Setiap murid kelas sepuluh harus mendapatkan stempel atau tanda tangan dari nama guru yang ada di kertas yang mereka pegang.

Diberikan waktu dua hari untuk mendapatkan tanda tangan tersebut, dan Selena tidak khawatir akan ketinggalan. Karena gadis itu baru saja merencanakan apa saja yang besok dia lakukan setelah masuk sekolah. Terutama mendapatkan stempel dari para guru.

Dengan itu, Selena memutuskan untuk menikmati waktu luangnya yang berharga dengan tidur di bangkunya. Selena mendapatkan tempat duduk di dekat jendela, teman sebangkunya bernama Helmi.

Meskipun Selena tipe orang yang tidak akan bicara sebelum diajak bicara lebih dulu oleh orang lain, Helmi tidak mempersalahkan temperamen dari teman sebangkunya tersebut yang lebih banyak diam.

"Apa yang harus aku katakan pada mama nanti saat pulang?" gumam Selena dengan wajahnya yang miring dan di letakkan di antara lipatan lengan.

Sepertinya nanti ia perlu bicara pada Christine supaya membantu dia menjelaskan pada sang ibu perihal luka di tangannya. Kalau tidak, yang ada, jika dia tidak berusaha menjelaskan, ibunya itu bisa tidak memercayai dirinya jika sedang terluka.

Mengingat hal itu, Selena mulai merasakan kesedihan di dalam dadanya. Ia sangat berharap ibunya bisa kembali ceria dan ramah seperti di dalam ingatan masa lalunya.

***

Cristine di sisi lain tampak mencemaskan Selena yang tadi dia lihat memiliki masalah dengan seniornya. Gadis cantik itu berdiri dengan gelisah di pinggir lapangan dan tatapan matanya terus terarah ke ruangan OSIS.

Cristine tidak tahu, jika Selena sudah pergi ke kelasnya. Sahabat kecilnya itu kini sedang duduk sendirian di mejanya. Menunggu kegiatan terakhir para siswa baru ini selesai.

Tepat pada pukul sembilan pagi, kegiatan OSIS itu pun berakhir. Bertepatan dengan itu, bel berbunyi nyaring ke seluruh penjuru lingkungan sekolah, menunjukkan waktu istirahat pertama hari itu akhirnya tiba.

Selena menegakkan tubuhnya bangun. Kepalanya terangkat saat sekotak susu dan roti diletakkan di atas meja, "Andre?" panggilnya lirih.

Remaja laki-laki setahun lebih tua dari Selena itu kini berdiri di depan gadis tersebut. Pria itu memiliki tubuh tinggi 170 sentimeter. Wajah tampan, kulit kuning langsat, hidung mancung, dan potongan rambut undercut.

Seragam sekolahnya tampak tidak rapi, dengan jas almamater yang disampirkan di atas pundak.

Andreas Jolin. Usia 16 tahun. Seorang teman dan sekaligus merupakan cinta pertama Selena sendiri. Dan juga seorang laki-laki yang Selena ingin hindari keberadaannya, tapi tidak bisa. Karena percuma.

Kedetakan keluarga mereka - terlebih dengan terjalinnya persahabatan antara kedua ibu mereka - membuat Selena kerap kali berpapasan dengan remaja tersebut.

Walaupun terkadang ia ingin menjauh dari remaja itu, Selena kadang tidak bisa menghindari konfrontasi dari perasaannya yang kadang-kadang masih memiliki sedikit harapan untuk pemuda di hadapannya itu.

Akan tetapi, saat ia pada akhirnya sadar bagaimana pandangan remaja itu terhadap dirinya sendiri, dia lebih memilih menjauh jika saja memungkinkan.

Secara perlahan namun pasti, Selena mulai menutup rasa sukanya yang pernah bersarang di dada pada Andre.

"Apa ini?" tanya Selena merujuk pada kotak susu dan roti di atas meja.

"Dari mama." Jawab Andre acuh tak acuh. Sebenarnya, susu dan roti itu merupakan pemberian dari Andre sendiri. Tetapi dikarenakan gengsi yang luar biasa tinggi yang dimiliki oleh Andre, membuat remaja tanggung itu terpaksa berbohong.

Selena, disisi lain terlalu sungkan untuk menerimanya. Disisi lain juga tidak bisa menolak pemberian itu jika sudah mengatas namakan ibu Andre sendiri. Maya. Sahabat ibunya dan sekaligus wanita penuh kasih sayang yang ia panggil dengan sebutan tante.

Jadi dengan terpaksa, gadis itu pun mengambilnya. "Terima kasih." ucap Selena dengan suara lembut.

Andre memiringkan kepalanya, menatap penuh minat pada Selena yang kini merunduk. Tangannya sudah terangkat di udara, ingin membelai rambut panjang gadis itu, tapi urung, dikarenakan suara merdu yang datang dari belakangnya.

"Selena..."

Suara yang tak lain datang dari sahabat Selena sendiri, sekaligus musuh bebuyutannya. Cristine Paula Hasyim.

Andre tak punya alasan lagi untuk berdiri di sana. Jadi ia pun memutuskan pergi. Tanpa sepatah katapun. Andre mengambil jalan memutar dari meja yang ada di belakang Selena. Pergi menuju pintu keluar. Sosoknya yang tinggi dan ramping menghilang dari kelas, meninggalkan hawa dingin di hati kedua gadis di dalam kelas tersebut.

"Apa yang dia lakukan disini?" Cristine mengambil duduk di depan Selena, "Dia tidak menganggumu kan?" tambahnya kemudian sambil meletakkan sekantung plastik berisi camilan dan makan siang mereka.

Selena menggeleng, "Dia datang memberiku ini." jawabnya sambil mengangkat susu yang sudah dia seruput isinya.

Cristine menggeretu tak jelas. Dan Selena tidak bertanya lebih jauh. Pasalnya, bukan hal yang baru lagi, jika Andre dan Cristine memiliki dendam yang tidak bisa dia pahami.

Kedua orang yang berarti bagi Selena itu memang sejak dulu tidak pernah akur sedikitpun. Meskipun ia sudah berusaha membuat keduanya berbaikan, baik Andre maupun Cristine sangat enggan untuk saling berteman. Jadi dia memilih menyerah membuat keduanya akur.

Atas dekatnya Cristine terhadap Selena, membuat gadis seumuran Andre itu bisa dengan leluasa bersama dengan Selena. Itu sebabnya, keberadaan Selena di antara keduanya, di monopoli oleh Cristine seorang diri.

Andre hanya bisa mendatangi Selena jika Cristine tidak berada disisi gadis tersebut.

"Susu itu Andre yang bawa kan?" tebak Cristine dengan muka cemberut.

Selena mengangguk, tidak menampik, "Tante Maya menitipkannya untukku."

"Dan kau percaya?" tanya Cristine lagi tak habis pikir.

***

Jangan lupa dukung cerita ini dengan cara masukkan novel ini ke dalam library kalian, supaya dapat notifikasi updatenya. Terima kasih. Mampir juga di cerita aku yang lain ya.

avataravatar
Next chapter