Gavin tak menyukai Rhea dan ia pikir mustahil untuknya menerima Rhea sebagai istrinya. Dipandangnya sang istri yang begitu menelisik. Ia harap bisa menemukan satu bagian saja dari tubuh mungil itu yang membuatnya tertarik. Sayangnya ia tak menemukannya. Badannya kurus, dada rata, tangannya terlihat kecil dengan urat tulang yang menonjol, rambut panjang sehbahu dan kurang tebal, seperti kurang gizi, kulit eksotis, wajah pas-pasan dan dimata Gavin sama sekali tidak seksi.
"Dengar, aku menikahimu semata untuk menuruti keinginan ayahku. Jangan berharap lebih pada pernikahan ini." Gaviin menatap tajam Rhea. Tak ada sedikitpun simpati dimatanya. Baginya pernikahannya dengan Rhea hanyalah hitam diatas putih, sekedar formalitas.
Rhea mengangguk pelan. Wajahnya tertunduk. Entah kenapa ada rasa takut menghadapi Gavin. Ia takut Gavin akan memperlakukannya dengan kasar.
Gadis itu hanyalah tipikal gadis pendiam yang tak banyak bicara. Terkadang ia takut berhadapan dengan orang asing atau yang baru ia kenal. Sejak kecil ia menjadi korban bullying. Fisik yang mungil sering dijadikan sasaran bully. Saat SMP, bullying yang ia terima lebih diakibatkan karena ulah ibunya yang berselingkuh dengan suami dari penyanyi terkenal. Semua ini berpengaruh pada pembentukan karakternya yang pendiam, minder, pesimis, dan selalu memendam masalahnya sendiri.
Malam yang seharusnya menjadi moment romantis, dilalui Rhea dengan derai air mata yang mengalir membasahi bantal. Suaminya tidur memunggunginya dan bahkan tak sudi mengucap sepatah katapun sebelum terpejam.
Rhea merindukan kehidupan lamanya meski ia tak pernah menyukai kehidupannya. Setidaknya dia masih memiliki seorang ayah yang sayang padanya. Sang ayah yang malam ini langsung pulang ke kampuung halamannya di Cilacap. Di kota ini, ia tak punya siapa-siapa lagi.
Ia tak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaannya. Yang ia rasakan, ia sangat terluka dengan sikap dingin suaminya. Ia belum jatuh cinta pada laki-laki itu. Namun jauh dipalung hatinya yang terdalam, terbesit keinginan untuk setidaknya bisa menjalin komunikasi yang baik dengan Gavin. Dan rasanya tidak mungkin... Ia bisa melihat kebencian di mata suaminya. Bahkan seseorang yang seharusnya menjadi belahan jiwanya, sama sekali tak bisa menjadi tempat berbagi cerita. Ia tak tahu bagaimana kehidupannya kedepan.
Rhea mencoba terpejam. Dalam tidur pun, tetes-tetes air mata itu masih berlinang senada dengan hatinya yang bergerimis, tiada henti....
*****
Adzan subuh berkumandang,sayup sayup menggetarkan gendang telinga. Rhea terbangun. Dilirik sang suami yang masih pulas. Ingin ia membangunkan, tapi ada rasa sungkan dan takut. Namun seketika ia teringat nasihat ayahnya, bahwa suami istri itu harus saling mengingatkan dan mendukung dalam kebaikan, ia tak ingin Gavin telat sholat subuh, ia membangunkan laki-laki itu dengan memanggil namanya pelan.
Karena tak enak hati jika hanya memanggil nama,ia tambahkan embel-embel ''Mas'' didepan nama suaminya. Ayah mertunya asli jawa tengah dan ia tahu panggilan ''Mas'' ini sudah umum didaerah jawa Tengah.
"Mas....Mas Gavin"
Tak ada reaksi. Gavin masih nyenyak dalam tidurnya. Rhea mencoba menepuk bahu Gavin pelan.
"Mas..."
Gavin mengerjap. Ia membuka mata perlahan. Ditatapnya Rhea yang duduk disebelahnya.
"Kamu gangguin orang tidur saja. Ini masih gelap. "Nada bicara Gavin terdengar ketus. Ia tak suka Rhea membangunkannya.
"Udah adzab subuh," balas Rhea terbata.
Wajahnya tertunduk
Dengan kesalnya, Gavin menutup matanya dengan bantal dan tidur lagi. Rhea tak berani membangunkannya kembali. Ia beranjak dan bersiap mengambil air wudhu.
Seusai sholat, Rhea melangkah menuju dapur, bersiap merebus air dan memasak. Sebelum menikah, Gavin tinggal seorang diri di apartemen mewah yang juga milik perusahaan sang ayah. Sekarang ia membawa Rhea tinggal bersamanya, tentu bukan karena Gavin menginginkannya, tapi untuk formalitas saja. Akan sangat aneh jika ia tinggal terpisah dengan Rhea. Di depan publik, image-nya harus terbangun sempurna,laki laki baik mencintai sang istri.
Sebenarnya kemampuan masak Rhea terbilang tak istimewa. Asisten rumah tangga yang kerap memasakan menu untuknya dan ayahnya. Namun ia tak menutup diri untuk belajar memasak. Minimal mengenal bumbu dapur. Ia membuka pintu kulkas dan mendapato brokoli,tomat,apel,buah naga,nugget,jus kemasan,telur,dan tiga botol air putih. Rhe berpikir sejenak untuk menu yang ia masak. Ia sama sekali tak tau makanan yang disukai Gavin. Rhea memutuskan untuk memasak nasi goreng.
Pukul tujuh, Gavin baru bangun. Ia melangkah gontai menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Ketika berjalan keluar kamar, Rhea sudah duduk disofa dengan rambut yang sedikit basah, tanda dia baru selesai mandi. Apa yang dikenakan Rhea membuat Gavin jengah. Kaos oblong kedodoran dan celana kulot panjang. Ia yakin, sekalipun ayahnya bangkrut, dia masih memiliki baju-baju lama yang bagus dan menarik dipandang. Namun selera pakaiannya begitu buruk.
Gavin melangkah ke dapur dan menyeduh kopi, minuman wajib yang tak boleh absen setiap pagi. Aroma wangi kopii menguar. Kinii Rhea tahu, setiap pagi Gavin terbiasa minum kopi.
Laki-laki itu melirik meja makan. Ada dua porsi nasi goreng lengkap dengan telur ceplok, selada, potongan zucchini dan tomat.
Gavin suka nasi goreng, tapi ia tak akan memakan masakan Rhea. Rasanya sulit untuk membayangkan gadis kurus itu bisa menyajikan makanan yang terlihat menarik. Rupanya jari jari kurun nan lentik itu memiliki keahlian memasak. Ia pikir Rhea sama sekali tak bisa memasak.
Gavin duduk disofa lain, disebelah sofa yang diduduki Rhea. Ia menyalakan televisi dengan cueknya, sama sekali tak menyapa atau minimal tersenyum pada sosok yang sudah resmi menjadi istirnya.
Rhea termenung. Ia pun bingung harus berbuat apa, apakah menyapa sang suami atau menawarkan sarapan? Kedua telapak tangannya ia tangkupkan. Jari-jari saling bertaut dan meremas untuk menetralkan kecemasan yang tiba tiba merajai. Ditolehnya sang suami yang memusatkan penglihatannya pada layar televisi. Atmosfer terasa sedemikian canggung. Ada dua orang duduk didalam ruangan yang sama, tapi tak ada satu pun suara yang terlontar dari keduanya.
Rhea mencoba melawan ketakutannya untuk membuka percakapan dengan orang yang belum ia kenal dengan baik. Sebenarnya ia memiliki kecendrungan Terasa sedemikian canggung untuk menjauhi laki laki. Ia takut berhadapan dengan laki laki asing. Kebencian pada ayah tiri yang ia anggap sebagai perusak keharmonisan rumah tangga orang tuanya begitu mengakar. Ia juga memiliki trauma berat menjadi korban bullying oleh teman temannya. Sebagian besar pelaku bullying adalah teman laki laki. Dihadapan Gavin, ia berusaha melenyapkan ketakutan itu.
"Aku udah masak nasi goreng untuk kita berdua," Ucapan lirih Rhea membuat Gavin mengalihkan pandangan kearahnya.
"Kalau kamu lapar, silahkan saja makan. Aku tidak suka nasi goreng." Balas Gavin ketus. Ia menciptakan kebohongan. Sebenarnya ia menyukai nasi goreng. Kini ia memasukan list nasi goreng yang harus dihindari jika sedang makan bersama Rhea.
Rhea tercekat. Ia biasa mendengar teman temanya bicara ketus semasa sekolah namun terdengar ucapan ketus seorang suami rasanya begitu pedih, kata kata itu telah menggoreskan luka. Ia sadar diri,selama bernafas ia lebih akrab dengan air mata dibanding tawa bahagia. Ia bahkan menyebut dirinya bodoh dan tak tahu bagaimana menikmati hidup. Jadi ia pikir tak seharusnya ia bersedih karena terbiasa menghadapi hal seperti ini.
Semasa SD ia memiliki badan yang gemuk. Teman temannya mengejeknya gendut seperti gajah atau bulat seperti bola. Masuk SMP ia mengalami gangguan makan. Eating disorder ini ditandai dengan perilaku anoreksia nervosa dimana ia menahan lapar, menghindari makanan, makan dalam jumlah sedikit, dan jika ia merasa makan terlalu banyak, ia akan memuntahkan makanan itu. Berat badannya turun drastis. Kekurangan nutrisi ini menyebab kan kerontokan rambut, kulit kering dan wajah terlihat terpucat. Untung nya ayah tela menyadari ada yang salah dengan putrinya. Ia dibawa ke ahli nutrisi dan psikolog. Rupanya eating disorder yang diidap Rhea disebabkan karena faktor psikologis dimana ia merasa minder dengan bentuk tubuhnya akibat sering mendengar ejekan yang diselencerkan oleh teman temannya.
Semenjak rutin konsultasi ke psikolog dan ahli nutrisi, pola makannya kembali normal. Hanya kadang ia takut makan banyak. Takut badannya kembali gemuk. Sejak itu lah postur badannya kembali kurus.
Rhea terpaksa sarapan sendiri. Rasa nasi gorengnya menurutnya kacau,tak karuan, aneh. Ia bersyukur, Gavin tak memakannya. Entah apa komentarnya jika ia mencicipi nasi goreng buatannya yang memiliki rasa tak jelas.
Hari ini Gavin tak berangkat ke kantor karena masih kelelahan. Meski menjadi CEO diperusahaan milik ayahnya, tapi ia tak bisa seenaknya lalai dari pekerjaan. Ayahnya memberinya cuti tiga hari. Seandainya pernikahan ini adalah pernikahan yang sesuai harapannya, mungkin ia akan mengajak sang istri honeymoon keluar negeri. Ia akan meminta cuti seminggu pada ayah nya. Namun kali ini ia tak akan mengajak Rhea kemana pun. Baginya pernikahan Rhea hanya sebatas status. Tidak ada istilah honeymoon. Ia tak mencintai Rhea dan tak akan menyentuhnya.
Rhea masuk kekamar untuk melanjutkan mengetik tulisan yang belum ia selesaikan. Sebenarnya ia sudah cukup nyaman dengan pekerjaannga sebagai freelance writer, tapi ia berpikir untuk mencari pekerjaan lain agar tak bosan berada diapartemen seharian. Sebenarnya ia takut bersosialisasi. Ia takut berbaur dengan orang-orang baru didunia kerja, karena itu ia memilih pekerjaan sebagai freelance writer yang memungkinkan dirinya untuk tak sering keluar rumah dan bertemu banyak orang. Namun ia pikir, ia tak akan kerasan tinggal di apartemen Gavin.
Gavin masuk kekamar tanpa menghiraukan Rhea yang tengah mengetik. Ia masuk kekamar mandi untuk mandi. Gemericik air terdengar merdu. Rhea merasa didiamkan bahkan mungkin tak dianggap ada oleh Gavin. Ia mencoba menguatkan hati bahwa dalam beberapa waktu kedepan, Gavin akan selalu melakukannya seperti ini.
Sesuai mandi, Gavin keluar kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk melingkari pinggangnya. Tanpa sengaja Rhea meliriknya. Ini pertama kali untuknya melihat laki laki bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Rhea tak enak sendiri. Ia meneruskan mengetik. Rasanya memang aneh, ia belum pernah berpacaran dan kini statusnya telah menjadi istri orang. Sejak remaja ia berani mengagumi laki laki yang ia sukai dalam diam. Ia tak berani melibatkan perasaan lebih jauh dengan jatuh cinta. Cukup mengagumi saja. Dan ia harap, ia tak akan jatuh cinta kepada Gavin meski status mereka sudah sah menjadi suami istri. Ia tahu, dimata Gavin, pernikahan mereka tak berarti apapun.
*****