webnovel

Devil into Angel

Jovanka Alexandra, seorang gadis yang beranjak dewasa tengah menempuh pendidikan sebagai mahasiswi fakultas hukum menjalani hidupnya yang penuh dengan ke normalan dan penuh kebahagiaan. Memiliki paras cantik dan kepribadian yang sangat riang namun pemalas tapi tetap disukai oleh banyak orang. Akan tetapi, semua hal-hal indah dan penuh kebahagiaan dalam hidupnya mendadak harus lenyap karena Jovanka mengalami suatu kejadian buruk yang menimpa dirinya. Dan sejak saat itu, kehidupan Jovanka berubah hanya dalam waktu sekejap. (Terdapat unsur-unsur kalimat 18+) [HIATUS]

Wassap29 · Fantasy
Not enough ratings
11 Chs

Thank You Ayah

Pagi-pagi sekali Jovanka sudah bangun. Salah satu hal langka yang Jovanka lakukan di hari libur, karena dirinya selalu bangun sekitar jam 10 pagi. Itu adalah waktu terpagi bagi Jovanka untuk bangun.

Hal itu tentu saja membuat ayahnya Jovanka cukup terkejut sambil dalam hati merapalkan doa semoga Jovanka bisa terus seperti ini.

"Kenapa ayah ngeliat aku gitu amat?" Celetuk Jovanka saat dirinya duduk di salah satu sofa seraya menatap ayahnya bingung.

"ini jam 6 pagi Lex…" ucap ayahnya, Jovanka mendengar itu sontak terkekeh tapi dahinya mengkerut. "Yang bilang ini jam 6 malem siapa ayah?" Bales Jovanka kemudian menyeruput air putih yang sebelumnya dia ambil dari dapur.

"Ayah kaget aja, biasanya kan kamu selalu bangun jam 10 ke atas. Berarti untuk hari ini kita breakfast yang sesungguhnya ya?" Saut ayahnya Jovanka sedikit ada sindiran di sana.

"Barusan Alex kebelet, jadinya kebangun. Pas mau tidur lagi malah gabisa, yaudah Alex turun" jawab Jovanka santai, tentu saja jawaban tersebut bukanlah jawaban yang diinginkan oleh ayahnya, tapi ya bagaimanapun juga ayahnya Jovanka tetap berterimakasih karena itu.

"Ohiya, Phill barusan bilang sama ayah. Kamu pulang lebih cepet? terus Hans katanya babak belur mukanya, kenapa?" tanya Ayah Jovanka.

Semalam memang Jovanka dan Hans bertemu dengan Phill, bahkan Phill membantu Jovanka untuk mengobati luka-luka di wajah Hans. Tapi Jovanka tidak terkejut jika ayahnya bertanya soal kejadian semalam, lagipula Jovanka tidak berbuat kriminal. "Biasa lah yah.. anak laki-laki"

"Ada yang isengin kamu?"

"Iya kayanya, soalnya waktu kejadian Hans lagi ke toilet. Eh tau-tau dia malah mukulin anak orang" jawab Jovanka, ayahnya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "Dasar anak muda, kasih tau sama dia jangan kebanyakan berantem. Kasian muka gantengnya, ntar jadi jelek"

"Nanti Alex sampein" bales Jovanka diikuti kekehannya.

"Ehiya Lex, nanti siang kamu temenin ayah ya?"

"Kemana?"

"Ketemu temen ayah, sekalian kita makan siang terus jalan-jalan. Udah lama juga kan kita ga keluar berdua?"

"Oke!"

Menemani ayahnya tentu saja bukanlah hal yang menyenangkan bagi Jovanka. Karena Jovanka akan cepat bosan, mengingat yang di obrolkan ayahnya dengan teman-temannya itu selalu saja seputar dunia bisnis yang sama sekali tidak Jovanka mengerti.

Oleh karenanya, Jovanka selalu mensiasatinya dengan pisah meja. Karena Jovanka lebih memilih untuk duduk seorang diri dan melakukan apapun yang dia inginkan selama menunggu ayahnya itu daripada harus mendengarkan obrolan yang bisa membuat Jovanka pusing kepala.

Oh tentu saja jangan berharap Jovanka itu menguasai segala bidang, dirinya memang pintar. Tapi pintar di bidangnya saja. Kalau bida yang lain bukan tidak pintar, hanya kurang mahir saja.

"Alex…" Jovanka langsung mendongak saat mendengar suara ayahnya. Jovanka tersenyum lembut kepada ayahnya, "udah selesai?" Tanyanya.

"Udah, maaf ya kamu nunggu lama. Yu, kita pergi" ajak ayahnya sembari mengulurkan tangan beliau yang Jovanka terima tentu saja. Kedua ayah dan anak itu berjalan keluar dari restoran menuju mobil.

"Kamu mau kemana lagi?" Tanya ayah Jovanka.

"Ayah maunya kemana?" Tanya Jovanka balik.

"Ayah ikut kamu aja, kamu maunya kemana ayah juga"

"Yaudah, kalau gitu kita ke taman aja. Alex pengen jalan-jalan santai sambil ngobrol-ngobrol sama ayah" balas Jovanka, ayahnya tersenyum kemudian menganggukan kepalanya.

Taman hutan raya menjadi pilihan bagi mereka berdua untuk sekedar jalan-jalan santai menikmati udara yang masih segar, pepohonan tinggi yang memiliki daun rindang sehingga membuat taman hutan ini semakin sejuk.

Bisa dibilang ini kali pertama Jovanka datang kemari, karena Jovanka memang anak gaul ibu kota yang jarang mengunjungi tempat-tempat bernuansa alam seperti ini.

"Ayah pernah kesini?" Tanya Jovanka sembari menyandarkan kepalanya ke bahu milik ayahnya.

"Pernah lah… dulu jaman ayah kecil kan ayah tu mainnya ke hutan, kebun, dulu mah belum banyak gedung-gedung tinggi kaya sekarang" jawab ayahnya.

hening, sejenak keduanya menikmati semilir angin yang berhembus. Wangi dari tanah dan pepohonan menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Jovanka, membawa ketenangan kepada gadis itu dalam setiap waktunya.

"Hans suka tempat yang kaya gini. Ko dia ga pernah ajak Alex ke sini ya?"

"Ya mungkin dia ngikutin selera kamu, kalian berdua kan bertolak belakang banget" Jovanka langsung tersenyum lebar sampai deretan giginya yang rapih itu terlihat saat mendengar jawaban dari ayahnya.

Ayah Jovanka memang sangat tau segala tentang dirinya, meskipun beliau orang yang super sibuk tetapi setiap perkembangan dari Jovanka, apa yang Jovanka lalui, semuanya diketahui oleh ayahnya. Itulah mengapa Jovanka tidak pernah merasa kurang perhatian dari ayahnya. Apalagi semenjak bundanya berpulang, Jovanka malah mendapatkan perhatian yang cukup berlebih.

"Ayah, bunda suka ke hutan-hutan gini ga ya?"

"Bunda kamu itu percis kaya kamu, anaknya itu selalu up to date. Di masa itu, bisa dibilang ibu kamu gadis yang paling gaul"

"Makanya ayah suka?" Tembak Jovanka tiba-tiba.

Ayah Jovanka tersenyum, "ayah suka sama bunda bukan karena itu. Dulu bunda sama keluarganya bunda itu ga pernah mandang ayah remeh, karena ya seperti yang kamu tau se kaya apa keluarga bunda kamu dulu. Dan betapa baiknya keluarga bunda kamu sama ayah, disitu ayah sangat terharu. Makanya ayah bisa jatuh cinta sama bunda kamu karena itu"

"Eyang sama Apih emang sebaik itu dulu… Alex aja sempet mikir kalau mereka tu sebenernya malaikat, bukan manusia"

Ayah Jovanka tertawa mendengar ucapan polos tersebut, "kenapa bisa mikir gitu?"

"Abis, saking baiknya… heran aku"

"berbuat baik itu ga bikin kita rugi Lex.. bukti nyatanya ya kakek nenek kamu, sampai beliau meninggal pun masih aja disegani dan selalu diingat kebaikannya"

"Beruntung banget deh aku bisa jadi bagian dari keluarga ini, punya ayah dan bunda yang sayang sama aku, punya kakek nenek yang selalu sayang sama aku juga, pokonya aku beruntung banget"

"Ayah lebih beruntung karena ayah bisa punya kamu dan bunda kamu" ujar ayah Jovanka sembari memeluk putrinya erat diikuti dengan kecupan di pucuk kepalanya.

"Ayah…" panggil Jovanka.

"Apa sayang?"

"Alex tau ini kesannya cheesy banget, tapi mumpung waktunya tepat. Alex mau bilang makasih karena ayah udah mau jadi ayahnya Alex, kesannya emang tiba-tiba banget sih.. tapi ya Alex jarang aja gitu bilang terima kasih sama ayah." Ujar Jovanka, mendengar itu sudut bibir ayahnya langsung tertarik hingga membentu senyuman yang lembut.

"Terima kasih karena ayah udah mau berkorban banyak buat Alex. Alex gabisa bales semua kebaikan yang ayah kasih buat Alex, pokonya Thank you ayah.. Alex sayang banget sama ayah"

"Ayah juga nak…"