webnovel

DEUXIEME AMOUR

Leonard Fidel Christiano, si pemburu berdarah dingin terbiasa mematahkan hati banyak wanita hanya dengan satu kedipan mata. Nyatanya, dikalahkan oleh pemilik siluet abu – abu yang telah berhasil memporak – porandakan Dunia-nya. Pertemuan singkat namun sangat berkesan membuatnya bertekuk lutut. Sialnya, masa kelam Calista memenjarakannya diantara mawar berduri. Menyeretnya memasuki kehidupan penuh pesakitan. Perjalanan cinta yang tak mudah membuat Leonard harus merelakan perusahaannya demi menyelamatkan Calista dari cengkeraman Jozh. Ditengah usahanya, Casandra-mantan kekasih Leonard-datang sebagai pengacau. Casandra punya seribu cara untuk menyingkirkan Calista dari hidupnya. Sanggupkah Leonard menyelamatkan Calista? Sanggupkah Leonard merengkuh kembali cintanya? Sanggupkah Leonard memeluk wanita pujaannya? So, ikuti terus perjalanan cinta Calista dan Leonard yang di warnai dengan derai air mata. HAPPY READING!! Warning 21+

Yezta_Aurora · Urban
Not enough ratings
270 Chs

Bab 19

Seketika bulu roma meremang ketika menangkap beberapa lelaki berjalan ke arahnya. Para lelaki itu terlihat seperti berandalan. Satu hal yang membuat Calista semakin menggigil ketakutan, bau alkhohol yang langsung menyengat ketika salah satu dari mereka bersuara.

"Mau ke mana manis? Lebih baik gabung sini sama abang."

"Yah kita bersenang – senang manis," celoteh lelaki satunya dan dengan berani langsung menselancarkan tangannya meremas pundak Calista.

"Kurang ajar!" Bentak Calista dengan sorot mata nyalang. Darahnya seketika mendidih sehingga langsung melayangkan tamparan mengenai pipi kiri lelaki tersebut. Tak terima dengan perlakuan Calista, sang lelaki balik menamparnya dengan sangat keras membuat sang pemilik terhuyung. Beruntung tubuh Calista langsung di topang oleh lelaki lain sehingga tak sampai menyentuh lantai.

"Wadidaw bule Bro." Celoteh lelaki yang menopang tubuh Calista.

"Gimana kalau langsung saja kita pakai. Aku sudah tak sabar merasakan miliknya."

"Aku juga. Baru kali ini main sama bule. Ayo kita bawa ke tempat yang lebih gelap."

Tatapan beringas para lelaki berandalan ini membuat tubuh Calista semakin menggigil ketakutan. Hal semenjijikkan ini tak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya. Hatinya terus menjerit memohon pertolongan.

Kak Calvino, tolong Calis kak. Jerit Calista dalam hati.

Meskipun tubuhnya bergetar hebat karena di terpa rasa takut akan tetapi Calista tetap memberontak. Jika di bandingkan dengan ke – 7 pria berbadan kekar tersebut jelas pemberontakan Calista ini tak ada apa – apanya. Tubuh Calista langsung di seret ke dalam gang dengan pencahayaan minim.

"Jangan memberontak manis, nikmati saja," ucap salah satu dari mereka. Dan dengan berani menyentuh kulit mulus Calista. Calista tak dapat menjerit meminta tolong karena mulutnya di sumpal dengan kain sementara kedua tangan diikat ke belakang.

"Ayolah manis berhenti melawan dan jadilah gadis penurut," sembari membelai pipi mulus Calista. Tak tahan dengan bibir ranum yang seolah mengundang untuk segera dicicipi, dengan kasar menarik kain penyumpal tersebut.

"Ouw pasti sakit yah manis?" Sembari membelai lembut bibir ranum Calista. Jijik itulah yang Calista rasakan sehingga langsung meludahi lelaki tersebut. Sikap Calista ini semakin memancing emosi hingga mendapat tamparan berulang kali. Seketika kedua pipi Calista membiru akibat belaian hangat tangan kekar.

"Bule sialan sok jual mahal!" Kembali di layangkan tamparan mengenai pipi Calista lalu menendang bagian perut hingga tubuh ringkih Calista terjerembab ke lantai. Bajunya di tarik dengan paksa, tubuhnya di seret semakin masuk ke dalam gang hingga pakaian yang melekat di tubuh tak lagi berbentuk.

Calista yang masih memiliki sisa tenaga segera menendang kemaluan lelaki tersebut lalu berlari sekencang – kencangnya mencari pertolongan. Tanpa sengaja menabrak mobil yang sedang melintas hingga ia pingsan tak sadarkan diri.

Sang pemilik mobil hendak keluar mobil untuk memberikan pertolongan namun, belum sempat ia melakukannya tanpa sengaja menangkap gerombolan 7 lelaki yang mendekati mobilnya.

Ke – 7 lelaki tersebut segera membawa Calista menjauh dari sana. Akan tetapi baru beberapa langkah di hentikan oleh seseorang yang keluar dari mobil. Orang tersebut adalah Leonard Fidel Christiano. Tanpa rasa takut sedikit pun, Leonard mendekati ke-7 pria berbadan kekar tersebut. "Berikan wanita itu dan sebagai gantinya kalian boleh minta apa saja yang kalian mau."

"Waw tawaran yang sangat bagus. Tapi, untuk barang sebagus ini tak sebanding dengan apapun. Kita tidak butuh apa – apa. Pergilah!"

"Berikan wanita itu atau … ku lenyapkan kalian semua!"

"Hai, siapa kau? Berani – beraninya ikut campur. Kita – kita yang lebih dulu dapat bule ini maka, kita juga yang akan menikmatinya lebih dulu setelah itu barulah kamu Bro."

"Kurang ajar! Berani kalian menyentuh sedikit saja kulit kekasih ku maka nyawa kalian semua sebagai gantinya."

"Wah, laki – laki ini suka mengaku – ngaku. Dia bilang kalau bule ini pacarnya. Mana ada bule cantik mau pacaran sama orang pribumi macam kita – kita ini," ucapnya di iringi gelak tawa.

"Lancang!" Bentak Leonard. Suaranya menggelegar bagai singa kelaparan. Kesabaran yang coba dia tahan sedari tadi akhirnya mengikis sehingga langsung melayangkan serangan tanpa ampun. Meskipun hanya seorang diri namun Leonard mampu melumpuhkan mereka semua.

Ke-6 pemuda lain sudah lari tunggang langgang menyisakan satu lelaki yang masih menantang Leonard dengan mengacung – acungkan pisau. Meskipun Leonard tak membawa senjata apapun namun ia bisa melumpuhkan lelaki tersebut dengan mudah.

Setelah di rasa kondisi aman ia segera berlari ke dalam mobil untuk mengambil minyak kayu putih kemudian bergegas menghampiri tubuh Calista yang tergeletak di lantai, tak sadarkan diri.

"Calista … Calista … sayang," sambil mengoleskan minyak ke hidung. Tak berselang lama kesadaran Calista pulih, karena minimnya pencahayaan membuatnya tak bisa melihat dengan jelas. Calista yang masih di landa ketakutan mendalam langsung mendorong keras dada bidang Leonard setelah itu ia lari sekencang – kencangnya untuk menyelamatkan diri.

"Calista, tunggu!" Suara bariton yang sudah tidak asing berhasil menghentikan langkah kaki sehingga dengan perlahan memutar tubuhnya.

"Leo … " ucapnya dengan bibir bergetar. Tak hanya bibir tubuhnya pun juga ikut bergetar sehingga Leonard bergegas menopangnya.

Hati Leonard bagaikan di hunjam ribuan pisau mendapati pakaian Calista tak lagi berbentuk. Ia langsung melepas jaketnya kemudian memakaikannya ke tubuh Calista, setelah itu membimbingnya masuk ke dalam mobil.

Tangis Calista semakin pecah dalam pelukan Leonard hingga punggung ringkihnya bergetar. Leonard semakin mengeratkan pelukan sembari berbisik lembut. "Kamu sudah aman sayang," sambil mengusap – usap puncak kepala sesekali mengecupinya dengan penuh rasa sayang.

Calista beranjak dari pelukan kemudian mendongak untuk menatap wajah tampan yang setia menyiksa pikirannya selama 4 hari belakangan ini. Sorot mata Leonard tak lagi menyilau hangat. Ada kemarahan bercampur rasa penyesalan terpancar jelas di sana. Leonard sangat menyesal hingga mengutuk diri sendiri karena sudah membiarkan wanita pujaan dalam bahaya. Entah apa yang akan terjadi seandainya saja ia tak datang tepat waktu.

"Tenang lah sayang, kamu sudah aman," sembari mengecupi puncak kepala berulang kali. Calista pun semakin menenggelamkan diri ke dalam pelukan. Di hirupnya aroma parfum yang sangat maskulin yang selalu di rindukannya ini. Yang setia menyiksanya selama berhari - hari, menyiksa dalam kerinduan mendalam.

Jemari Leonard terulur meraih dagu sehingga tatapan keduanya saling bertemu. Manik hitam menatapnya lama kemudian merapikan beberapa helai rambut yang menjuntai ke pipi. "Apa mobilmu masih di bengkel?"

Calista mengangguk.

"Lalu kenapa tak menghubungiku untuk menjemputmu? Kenapa malah membahayakan dirimu sendiri?"

"Ku kira-" Calista tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Apa? Katakan saja sayang."

"Ku kira kau masih … marah."

Leonard langsung mengulas senyum hangat kemudian merangkum pipi Calista penuh rasa sayang. "Aku memang masih marah tapi aku tak bisa mengabaikanmu begitu saja. Jika terjadi hal buruk padamu maka aku tak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri. Dan apa saja yang kau kerjakan sampai – sampai jam segini baru pulang, hum?"

"Kau sendiri apa yang kau lakukan di daerah sini?"

"Aku bertanya Calista, kenapa malah balik bertanya?" Sambil mengusap – usap pipi Calista.

"Terima kasih sudah menyelamatkanku Leo. Seandainya kamu tak datang tepat waktu-" suaranya bergetar bercampur isak tangis.

"Sudahlah sayang, lupakan kejadian tadi. Kamu sudah aman sekarang. Dan untuk apa mengucapkan kata terima kasih, hum? Kita ini sepasang kekasih jadi sudah jadi kewajibanku untuk selalu melindungimu." Kemudian menggenggam kedua tangan Calista sesekali meremasnya lembut. "Tolong Maafkan aku sayang karena sudah menyeretmu dalam bahaya."

"Meminta maaf untuk apa? Semua ini kan bukan salah kamu." Siluet abu – abu mengunci sorot mata Leonard yang masih saja menyirat rasa penyesalan mendalam.