webnovel

I.L.Y

HAPPY READING

Rambut ikal yang sekarang berwarna pirang terang diselangi beberapa helai highlight pink yang terlihat sangat menggoda, tubuh ramping yang tersembunyi dibalik hoddie hitam sederhana dan skinny jeans yang membalut kaki jenjang itu, semuanya terutama sepasang mata indah sewarna caramel yang sedang membalas tatapannya dengan berani seperti mengembalikan semua warna dalam hidup Max Sutherland yang beberapa tahun terakhir ini seperti diselimuti kegelapan pekat.

Hanya dengan melumat kasar bibir sensual sosok manis yang pernah dan akan selalu menjadi bagian terpenting dalam hidupnya ini, Max merasa segala yang hilang darinya sudah kembali. Selama ini dengan sabar dia sudah menunggu dan kali ini, meski semua orang mungkin akan menentang dan menghujat pilihannya, dia tidak akan pernah sekali pun melepaskan si bandel yang akhirnya sudah memutuskan untuk kembali padanya.

"Aku lelah sekali. Pijat."

Setelah mengecup gemas hidup mancung Marcus yang sedang mendelik marah padanya dengan gaya angkuh, Max melepaskan semua pakaiannya sambil tersenyum lebar. Sesuatu yang tidak pernah dilakukannya selama 2 tahun terakhir ini. "Huh! Kau pikir siapa dirimu? Raja? Tuan besar? Aku tidak mau!" Penolakan kasar dan sindiran tajam itu tidak sedikit pun menyinggung pria tampan yang sudah berbaring santai diatas ranjang sempit yang mengisi ruangan yang selalu digunakan para atlet untuk melemaskan otot setelah pertandingan.

Pemandangan didepannya membuat pipi Marcus bersemu. Jantungnya berdebar kencang dan mungkin akan berhenti berdetak jika dia tidak segera melakukan sesuatu. Max yang sedang telanjang dengan tubuh penuh otot yang berkeringat selalu berhasil menghilangkan semua akal sehatnya. "Dasar mesum! Kau berusaha merayuku? Dengan memamerkan tubuhmu yang menggerikan itu?" Untuk menutupi sedikit rasa malunya Marcus kembali bicara dengan nada ketus meski tatapannya tidak mampu beralih dari bokong bajingan yang untungnya masih sangat dicintainya.

"Jadi? Sudah tidak suka dirayu? Kau ingin kita langsung bercinta? Boleh juga!"

Dengan satu gerakan cepat, Max yang tadinya sedang berbaring telungkup berbalik dan langsung menarik kuat lengan pria berparas menggoda yang masih berdiri didekatnya dengan ekspresi ragu itu hingga jatuh tepat diatas tubuh telanjangnya. "Kau gila, Max. Ini sangat...Yak! Apa yang..." Tanpa peduli pada kemarahan dan penolakan yang dia tahu tidak pernah serius itu, Max membungkam mulut hangat yang selalu membuatnya merasa seperti pulang ke rumah.

Memeluk kuat sosok ramping yang terasa begitu tepat dalam dekapannya. Belahan jiwa yang selalu diimpikannya, dicarinya tanpa henti dan lelah. Hingga akhirnya pada suatu musim panas yang tak terlupakan, ditengah pesta yang membuatnya hampir mati bosan, tatapan Max jatuh pada sosok nakal yang dengan berani menyeringai lebar padanya.

Itu dia orangnya!, batin Max tanpa ragu sedikit pun.

"Happy birthday, My Beloved. I love you, always."

Max berbisik lembut setelah mengurai ciuman panas mereka. Tangannya tidak mampu berhenti untuk menyentuh paras manis yang begitu dirindukannya. "Kali ini sejauh apapun kau lari, tanpa ragu aku akan mengejar dan pasti bisa menemukanmu lagi. Membawamu pulang. Walau dengan paksaan!" Sumpahnya tegas dengan ekspresi mengancam yang membuat sosok manis yang sekarang duduk diatas perutnya terdiam sesaat, mendengus pelan sebelum mulai tertawa keras dan langsung memeluk lehernya dengan manja.

"Kau memaksaku?"

Senyum menantang terukir dibibir Marcus saat menanyakan sesuatu yang dia tahu pasti apa jawabannya. Seujung kuku pun, pria ini tidak mungkin tega memaksanya. Max terlalu mencintainya, dia yakin sekali. "Aku sudah pulang." Marcus menyatukan jemari mereka sebelum kembali membiarkan Max melumat bibirnya ringan.

Seluruh ketakutan Marcus sebelumnya seperti menguap karena reaksi pria tampan yang selalu arogan ini sungguh di luar dugaan. Dia sempat berpikir Max akan marah, mengamuk dan memintanya pergi setelah semua yang dilakukannya dulu. Namun, tidak. Yang terjadi adalah sebaliknya, Max tersenyum lebar padanya, memeluk kuat dan bersikap seolah tidak ada yang terjadi.

Seolah tidak ada yang berubah dan hubungan mereka baik-baik saja.

"Kau masih ingat?" Sambil menggalungkan lengannya manja dileher kekar Max yang masih terasa lembab itu, Marcus menyandarkan kepalanya di bahu petenis tampan yang sedang memeluknya intim dan terus mengecup kuat pipinya. "Setelah semua tingkah bodohku dulu? Setelah semua yang terjadi?" tanyanya lagi, berusaha keras menyakinkan diri jika pria yang baru saja menjadi pemenang turnamen ini tidak sedang membalas dendam padanya.

"Setelah aku mengecewakanmu...." Kali ini suara Marcus begitu lirih, tidak dipungkiri sedikit ketakutan tiba-tiba saja mewarnai hatinya yang sedang bahagia.

Selama beberapa detik atau mungkin menit, keheningan menyelimuti mereka. Max merenung, berusaha menemukan kemarahan, emosi dan kebencian yang selalu berada dalam hatinya selama sosok berambut ikal ini pergi darinya. Tapi, tidak ada. Semua perasaan menyakitkan yang sempat menghancurkan hidupnya itu seperti tidak pernah ada, menghilang begitu saja setelah dia menyadari Marcus sedang duduk dan melihatnya berjuang ditengah para penonton yang terus meneriakkan namanya.

"Tidak mungkin aku melupakan hari lahir orang yang terpenting dalam hidupku."

Akhirnya hanya itu yang Max ucapkan dengan suara rendah dan senyum lembut sebelum menangkup paras manis yang selalu menghiasi mimpinya. "Seberat dan sesakit apapun, aku tidak akan ragu menghadapinya selama kau berjanji akan selalu bersamaku. Tidak akan pernah meninggalkanku lagi." bisiknya tegas sambil menatap lekat mata indah Marcus yang terlihat sedikit berkabut.

"Dan, kau tidak pernah mengecewakanku, Sweetheart!"

Perlahan Marcus mulai terisak sambil tersenyum lebar dan mengangguk cepat. Dalam hati dia juga berjanji tidak akan membiarkan apapun dan siapa pun mempergaruhi keyakinannya lagi. Sejak awal dan sampai kapan pun, pria tampan yang sedang menatapnya tajam ini akan selalu menjadi miliknya. "Aku janji tidak akan pergi kemana pun lagi, Max." Gumamnya pelan sebelum menyeringai kecil saat melihat kilau dingin dan mengancam dalam mata gelap Max Sutherland yang terkenal sangat arogan.

"I love you too, Max. Sedetik pun aku tidak pernah melupakanmu..."

.

.

Ditengah pesta mewah yang diselenggarakan untuk merayakan kemenangannya itu, dengan senyum lebar Max menggandeng tangan sosok berambut ikal yang dengan percaya diri berdiri disampingnya. Mengabaikan semua tatapan penasaran, bisik-bisik penuh spekulasi dan bahkan senyum mengejek yang dilemparkan Bryan Trevor padanya dari meja bartender.

Kembalinya Marcus dalam hidupnya seperti hadiah terbaik dari kemenangan berat yang baru saja diraihnya. Hanya dengan merengkuh bahu sempit pria menggagumkan yang sedang sibuk menikmati sepiring kue-kue kecil ini, Max merasa dunia sudah kembali berada dalam genggamannya. "Kau akan ikut bersamaku ke Australia." Putus Max tiba-tiba sambil membersihkan remahan kue yang mengotori bibir merah yang masih sibuk mengunyah itu.

"Tentu saja aku akan ikut," sahut Marcus cepat dengan tatapan penuh arti sebelum mengukir senyum nakal dibibirnya "Tapi, setelah kau singkirkan wanita jalang yang sudah berani merebut tempatku itu. Pastikan dia menyesal!" tuntutnya tajam sebelum perlahan menyeringai dingin dengan tangan yang sudah melingkari tubuh jangkung Max yang terlihat sangat tampan dalam balutan tuxedo hitam.

Mendengar semua kalimat tajam itu, Max terbahak. Seharusnya dia tahu sikap polos dan penurut si bandel yang tanpa ragu mengguncang dunianya ini tidak akan pernah bertahan lama. "Sepertinya Marcus Stewart-ku yang licik sudah kembali." bisiknya lembut dengan nada menggoda sebelum melumat kuat bibir sensual yang tanpa ragu membalas ciumannya.

"Wah, ada love birds yang sedang lupa diri!"

Tepukan kuat pada bahunya yang diikuti sindiran tajam itu mendorong Max menyudahi ciumannya, namun tetap memeluk intim Marcus yang terlihat acuh dan malah melambaikan tangan pada si pengganggu. "Hai, Trevor. Mana haremmu? Kau ditolak?" Hampir saja Max terbahak melihat ekspresi Bryan yang sudah berubah bengis. "Permainanmu tadi..." Kali ini bahkan Max ikut penasaran apa lagi yang akan dikatakan penggoda nakal yang dicintainya.

"Sangat hebat?" sela Bryan cepat dengan senyum angkuh. "Ck, itu tidak perlu diragukan lagi. Aku ini seorang Trevor dan kekalahan tadi hanya kesalahan kecil!" serunya ringan sambil mengedipkan matanya pada Marcus yang harus diakuinya terlihat sangat pantas dalam pelukan sahabatnya.

"Oh, maaf tapi aku ingin bilang permainanmu tadi terlihat amatir!"

Max tidak mampu lagi menahan ledakan tawanya. "Kejam sekali..." serunya dengan seringai lebar sebelum melumat kuat bibir sensual Marcus yang sedang menyunggingkan senyum puas.

Beberapa tamu yang tanpa sengaja mendengar obrolan kecil itu bahkan ikut tersenyum geli melihat flamboyant seperti Trevor terdiam. Memangnya siapa yang tidak mengenal sosok ramping dalam pelukan Max yang biasanya selalu bersikap dingin dan menghindari pesta apapun. Marcus Stewart sudah kembali dan itu artinya turnamen tennis tahun depan akan dipenuhi dengan permainan penuh emosi dan ketegangan ala Max Sutherland lagi.

"Seharusnya kau tidak kembali secepat ini, anak nakal!" gerutu Bryan kesal.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Creation is hard, cheer me up!

I tagged this book, come and support me with a thumbs up!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

AphroditeThemiscreators' thoughts