Flashback setengah jam yang lalu
"Perut saya sakit, saya mau ke toilet dulu ya. Kamu tunggu di sini dulu," kata security itu kepada rekannya yang sudah bersiap untuk pulang karena pergantian shift kerja mereka.
"Jangan lama-lama. Saya harus segera pulang karena anak saya sakit," kata rekannya dengan tergesa-gesa.
Setelah security itu keluar dari ruangan CCTV, rekan kerjanya mendapat panggilan telepon dari istrinya. Istrinya mengatakan bahwa anak mereka demam tinggi dan harus segera dibawa ke rumah sakit.
Tanpa berpikir panjang lagi, rekan kerja security itu pergi meninggalkan ruangan CCTV dalam keadaan kosong.
Tak berselang lama, datang seseorang berpakaian seragam perawat masuk ke dalam ruangan itu. Terlihat juga dari kejauhan seseorang sedang mengintai ke arah ruangan itu.
Perawat itu dengan cepat menghapus rekaman CCTV yang ada di layar komputer.
"Sudah saya hapus rekamannya," katanya melalui panggilan teleponnya kepada orang yang mengintai dari kejauhan.
Setelah semua selesai, orang itu segera pergi dari sana sebelum security itu kembali.
***
"Tadi saya sempat izin ke toilet dan minta rekan saya untuk berjaga di sini sebentar sebelum dia pulang. Tapi ketika saya kembali, rekan saya sudah tidak ada lagi di ruangan ini," jawab security itu kepada Azka.
Mendengar jawaban dari pak security itu, Azka dan Azara jadi saling menatap. Ada perasaan kecewa di wajah mereka. Azka langsung keluar dari ruangan dengan wajah yang memerah.
"Sialan!" kata Azka sambil menggenggam tangannya seolah ingin memukul seseorang.
"Tenanglah!" kata Azara mencoba menenangkan. Ia paham betul bagaimana rasa kecewanya Azka sekarang.
"Maafkan aku, aku sampai tidak bisa mengontrol emosiku," kata Azka menghela nafas.
"Tidak apa-apa. Sekarang lebih baik kita kembali ke gedung kosong itu. Di sana ada tas korban yang dibakar oleh pelaku," kata Azara mengangguk.
"Apa kakek tua itu memberitahumu?" tanya Azka kembali terlihat bersemangat.
"Iya. Dia memberitahuku dimana dia menyimpan tas itu," jawab Azara kembali mengangguk.
Azka dan Azara dengan cepat berjalan menuju ke halaman parkir. Mereka harus segera kembali ke gedung kosong itu untuk mencari barang bukti.
Sesampainya di sana Azara dengan cepat turun dari mobil dan berjalan menuju ke rumah tua milik kakek itu.
Azara juga ingat dengan kata-kata kakek yang ia lontarkan melalui kata hatinya.
"Tas itu aku kubur di belakang gubukku. Di sebelah tong besar berwarna biru, dan dekat dengan bak mandi," katanya dengan pelan.
Azara berlari menuju ke sana diikuti oleh Azka yang tidak tahu apa-apa.
"Di sini!" kata Azara berhenti tepat di lokasi yang tadi disebut oleh kakek.
"Sini biar aku yang menggalinya," ucap Azka mengambil cangkul yang kebetulan ada di dekat sana.
Ia segera menggali tanah yang diduga tempat kakek mengubur tas korban.
Setelah digali, Azka dan Azara dikejutkan dengan sebuah benda yang mereka temukan di dalam galian tanah itu.
Mereka saling memandang dengan mata yang sama-sama terbuka lebar.
***
Di ruangan badan forensik, Arya dan Angga sedang menunggu hasil identifikasi mayat perempuan tanpa busana yang menjadi korban pembunuhan di gedung kosong itu.
Dokter Putri adalah orang yang menangani kasus itu. Dokter Putri juga merupakan mantan kekasih dari Azka. Mereka menjalin hubungn sudah cukup lama. Namun karena kesibukan mereka masing-masing dan mereka tidak mempunyai banyak waktu untuk saling bertemu, maka mereka harus memutuskan hubungan mereka.
"Azka tidak ikut kemari?" tanya Dokter Putri setelah keluar dari ruangan.
"Dia sedang mengurus yang lain. Apakah ada pesan untuk Azka biar nanti aku sampaikan," ucap Arya sambil tersenyum.
"Ah tidak. Aku hanya sudah lama tidak melihat dia," ucap Dokter Putri tersipu malu.
"Bagaimana dengan hasil pemeriksaan korban?"
"Korban mengalami luka di bagian kepala akibat mendapat benturan yang cukup keras. Organ dalam tubuh korban juga sudah tidak lengkap. Seperti jantung, ginjal, dan hati sudah tidak ada lagi. Jari kaki korban juga hilang satu dan diduga kuat dibawa oleh pelaku pembunuhan itu," jawab Dokter Putri menjelaskan.
Angga sudah mencatat semua penjelasan dari Dokter Putri.
"Hish! Bagaimana bisa pelaku itu melakukan hal ini. Mengerikan," kata Angga sambil merinding.
"Zaman sekarang pelaku kejahatan memang bisa melakukan apapun termasuk hal keji seperti ini," sahut Arya juga bergidik merinding.
"Ini sampel sidik jari dari korban itu," kata Dokter Putri menyerahkannya kepada Arya.
Arya mengambilnya sambil tersenyum lagi.
"Kalau begitu aku permisi ya, beneran gak ada yang mau kamu sampaikan sama Azka?" ledek Arya lagi.
Putri hanya tersenyum tersipu malu, ia mengingat semua kenangan bersama Azka dulu.
Kemudian ia kembali ke ruang kerjanya, sementara Arya dan Angga sudah kembali ke kantor untuk menulis laporan hasil hari ini.
Arya dan Angga tiba di kantor polisi untuk mengecek sidik jari korban yang tadi diberikan oleh Dokter Putri.
Setelah dicek, mereka berhasil mendapatkan identitas korban, dan segera melaporkannya kepada Ali.
"Kami sudah berhasil menemukan identitas korban. Dia Aryani berusia 25tahun berasal dari Banyuwangi. Dia merantau untuk bekerja di sebuah toko pakaian," ucap Arya dengan sangat yakin.
"Cepat kamu telepon Azka dan suruh dia untuk datang ke tempat kerja korban. Sementara kamu urus korban agar bisa dipulangkan ke rumahnya," kata Ali dengan tegas membagi tugas kepada anak buahnya.
"Siap komandan!" Arya segera melaksanakan tugas sesuai perintah Ali sebagai ketua tim.
Sementara Azka dan Azara masih terpana melihat galian tanah yang sudah tidak ada lagi tas korban. Yang ada di dalam tanah itu hanya selembar kertas bertuliskan huruf Jawa. Tulisan itu mengandung arti, 'kalian tidak akan pernah bisa menemukanku!'
Azka yang melihat itu langsung merah padam. Kedua tangannya mengepal dan sudah ingin sekali memukul pelakunya.
Namun lagi-lagi Azara berhasil memenangkan Azka.
"Sialan!" kata Azka dengan wajah yang memerah.
"Tenang dulu! Sekarang lebih baik kita kembali ke kantor untuk melaporkan hal ini," ucap Azara dengan suara yang lembut dan bisa membuat Azka jadi lebih tenang.
Mereka pun akhirnya kembali ke dalam mobil untuk menuju ke kantor.
Namun tiba-tiba ponsel Azka berbunyi, ada panggilan telepon dari Arya.
Arya menyampaikan apa yang tadi disampaikan oleh Ali.
"Baiklah. Aku akan segera melakukannya!" kata Azka dengan tegas sebelum menutup panggilan teleponnya.
Azka kemudian melajukan mobilnya ke sebuah toko pakaian yang diduga menjadi tempat bekerja korban. Ia dan Azara harus mencari informasi tentang korban di sana.
Sepanjang perjalanan Azara tampak diam seperti sedang memikirkan sesuatu. Ia memang sedang memikirkan pelaku yang lebih dulu mengambil barang bukti itu. Apa mungkin kalau kakek itu memberitahu pelakunya terlebih dahulu?
'Ah tidak mungkin,' gumam Azara di dalam hatinya.