4 Buah bibir

Tangan kanan Luis meraih bell bersiap untuk menekan tombolnya, namun segera diurungkan niatnya itu. Ternyata gengsinya lebih besar dari rasa penasaranya sendiri.

"Biarlah! kenapa juga aku terlalu ambil pusing, lebih baik tidur saja" Luis kesal pada dirinya sendiri.

Drrrrtt ...

Panggilan masuk.

"Halo" Luis mengangkat handphone dengan mata masih terpejam.

"LUIS!!! Apa yang kau perbuat? selalu saja kau membuat masalah, apa aku harus berbuat kejam agar kau menjadi penurut!" suara garang dari ujung panggilan.

"Ough ..." sesaat Luis menjauhkan handphone dari telinganya, melirik nama yang tertera di layar handphone, "Ehm ... pantas dari nenek sihir, bakal ngomel-ngomel nih" raut wajahnya berubah pasrah. "Masalah apa lagi?" tanya Luis malas.

"Jangan berlagak tidak tahu, Uncle Vian sudah cerita semuanya, permainan apa yang kamu sedang mainkan sekarang?jangan menambah kerjaan orang lain, cepat pulang kerumah!" teriak Lisa di ujung panggilan.

"Apalah kakak ini, Aku hanya ingin beristirahat sebentar, hanya beberapa hari saja" jawab Luis.

"Di rumah juga kau bisa istirahat, tindakan kau sangat mencurigakan? sebab kakak dengar kau tidak mengizinkan pengawal bahkan asisten untuk menjagamu di Rumah Sakit, jangan sampai kakak menyeretmu pulang" ucap Lisa kesal.

"Beri Aku waktu dua hari, nanti Aku pulang dan menjelaskan semuanya" kata Luis bernegosiasi.

"Ok, tidak ada toleransi lagi setelah dua hari" Lisa menutup panggilanya.

"Aarrrgh ... sial! ruang gerakku jadi terbatas jika kakak masuk campur urusanku. Baru mau senang sedikit!" gumam Luis.

Malam mulai larut sekitar pukul 23.30wib, Winda berkeliling ke kamar-kamar pasien sambil mengecek flabot cairan infus. Winda memasuki kamar terakhir, pelan dia membuka pintu takut mengganggu pasien yang sedang istirahat, ya benar ... pasien di kamar ini sedang tidur. Winda berdiri di samping bed pasien, mengganti flabot cairan infus yang hampir habis. Sekilas dia melirik ke arah wajah pasien.

"Wajahnya seperti bayi yang sedang tidur, menggemaskan, tampan, tapi sombong dan bertindak sesuka hati sendiri" tanpa sadar Winda berucap lirih.

Winda berbalik hendak meninggalkan kamar tersebut tapi ada yang tiba-tiba menggenggam pergelangan tanganya.

Winda kaget dan membalikkan badannya lagi. Winda hanya memberi isyarat dengan melihat ke arah tangan lalu melemparkan pandangan ke wajah pasien dengan tatapan tidak suka dan minta di lepaskan.

"Wow, ekspresi macam apa ini?" ucap si pasien dengan nada menyindir, ya pasien itu Luis.

"Menurut anda, seperti apa sepatutnya saya bersikap?" balas Winda.

"Bersikaplah lembut dan memberikan pelayanan yang baik kepada pasien, itulah sikap perawat yang baik" kata Luis.

"Ok, berarti anda juga pasti tahu bagaimana seharusnya sikap seorang pasien yang baik" ucap Winda membalikkan kata Luis.

Genggaman tangan Luis melonggar, sehingga Winda dengan mudah menarik tanganya dan keluar meninggalkan Luis.

"Hahaha ..." Luis tertawa setelah Winda pergi, "Tidak salah lagi, perawat Winda memang wanita yang menarik" Luis berbicara sendiri.

Di ruang jaga perawat Winda duduk sambil memijit-mijit kakinya. Perawat Mawar memawarkan makanan ringan yang dia bawa dari rumah, Winda hanya mengangguk. Mawar merasa kalau temannya itu sedang banyak pikiran tapi tidak berani ikut campur, dia lebih memilih untuk menghiburnya atau mengalihkan masalahnya untuk sementara.

"Nda, apa pendapatmu tentang pasien kamar satu VIP?" tanya mawar.

"Kenapa tiba-tiba tanya itu kak?" ucap Winda heran.

"Akhir-akhir ini dia sedang jadi buah bibir para perawat lain, kabarnya dia itu pengusaha muda tajir mlintir, tampang juga oke bingiiiitz, tapi dingin sekali sikapnya, tidak banyak ngomong, hanya bilang ya atau tidak jika ditanya perawat, yang lebih parah kamu tau nda, perawat Risa yang ratu sok cantik dan selalu gatel menggoda cowok, dia pun tidak mampu mencairkan Tuan Luis si gunung es itu" cerita Mawar panjang lebar.

Pasien gila itu? gunung es? tidak banyak omong? uhm cerewet gitu dibilang gunung es?cibir Winda dalam hati.

Mawar melihat Winda tidak memberi tanggapan, dia melanjutkan ceritanya lagi. "Tuan Luis itu laki-laki yang keren ya? berbicara hanya yang penting-penting saja, tidak sombong, bahkan pengawal dan asistennya mengawasi dari jauh, dia tidak pamer" jelas Mawar.

Ada apa dengan perawat-perawat disini, kenapa begitu mengagumi pasien gila itu. Winda mulai malas mendengar cerita tentang Luis.

"Asyik bener ngobrolnya, cerita apa nih kak Mawar?" tanya tia seorang perawat junior.

"Itu tentang pasien kamar satu VIP" jawab Mawar.

"Owh, ada info terbaru lho, kata asisten dr.Vian, Tuan Luis itu minta tambah rawat inap dua hari, padahal kondisi medisnya sudah baik, gosipnya beliau seperti itu karena suka sama salah satu perawat disini" cerita tia bersemangat sambil tersenyum lebar.

"Aihh! semakin menjadi saja gosip ini, sudah siapa yang mau kopi?" ucap Winda sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Upsh ... hihihi" Mawar menahan ketawa, "Dasar Winda, memang tak pernah dia ikut ngegosip" ucap Mawar sambil melirik ke tia.

"Uhm ... kira-kira siapa ya yang beliau sukai?" tia tersipu malu sendiri.

"Yang pasti bukan kamu dek, hemm sabar ya? Jangan terlalu berharap ketinggian, nanti kalau jatuh akan terasa sakiiiiiiiiit ..." kata Mawar.

"Ah kak Mawar, bilang sakitnya nggak usah panjang-panjang kali. Tia juga ngerti kok, nggak mungkin wanita beruntung itu diriku" kata Tia dengan mulut mengerucut.

avataravatar
Next chapter