webnovel

Sebuah Hubungan

Sejak pagi suasana hati Nania sudah rusak, ia lebih banyak diam daripada bicara seperti biasanya. Raut wajahnya tak bisa disembunyikan, beberapa kali fotografer yang menanganinya hari ini meminta ia untuk terus mengulang pose yang sama. Sudah hampir dua belas jam ia melakukan sesi foto untuk sebuah majalah model.

Kondisi Nania yang buruk membuat semua orang yang berada disana juga ikut berbisik bisik, sedangkan Nania lebih suka mengacuhkannya. Berkali kali ia berusaha berekspresi sesuai dengan arahan, namun hasilnya selalu tak sesuai.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Nania yang sudah kelelahan akhirnya menyelesaikan pemotretannya hari ini. Ia segera mengganti pakaian, lalu beranjak pergi dari sana. Matanya lurus memandangi jalanan kota yang ramai, hari ini pikirannya terus terganggu karena pertengkarannya dengan Nata.

Tak ingin pulang bertemu Nata, Nania meminta supirnya untuk berbalik arah menuju bar. Ia lebih suka pergi ke bar dan menghabiskan malam disana daripada harus melihat wajah Nata malam ini.

"Nania!" Teriak Joy saat melihat Nania yang baru saja akan berbalik.

"Sial" umpat Nania saat Joy memergokinya masuk kedalam bar.

Niatnya yang ingin menghindari Nata dengan pergi ke bar Joy membuat ia justru harus bertemu Nata. Nania menyadari keberadaan mereka, namun sial Joy memanggilnya sebelum ia bisa kabur. Dengan terpaksa, ia mendatangi Joy dan bergabung bersama laki laki itu.

"Wah, bangga rasanya gue ada artis bisa datang ke bar ini" teriak Joy menyambut Nania.

Nania tertawa kecil, setelahnya wajahnya mendadak sinis saat melihat Nata ada disana. Ia mengambil segelas sampanye dan meneguknya sampai habis. Suasana menjadi canggung saat Joy meninggalkan Nata dan dirinya duduk berdua, mereka tak bicara apapun. Hanya saling memandang.

"Kenapa?" Tanya Nania ingin memulai percakapan.

Nata diam, ia mengeluarkan ponsel dari saku dan pura pura sibuk.

"Kenapa mengkhianatiku?" Kali ini pertanyaan Nania lebih detail.

"Nata,kita sudah sama sama janji. Setelah lulus, kamu akan pergi ke luar negeri. Aku akan menghasilkan banyak uang disini dan menyusulmu nanti, kita akan hidup berdua disana. Semua rencana kita baik baik saja, apa yang salah sampai kamu harus berubah pikiran?" Nania mendesak Nata agar mau berbicara. Kali ini suaranya mulai tinggi karena amarah yang tak bisa dibendung.

Nata menghela nafasnya, ia menatap Nania yang sudah berkaca kaca.

"Sejak awal, perasaan kita sudah salah Nania. Kita terlahir untuk menjadi saudara, bukan pasangan" Nata bicara dengan tenang.

"Jangan menyalahkan perasaanku!" Teriak Nania.

"Ini salahku, salahkan saja semuanya padaku agar kamu bisa membenciku dan hidup baik baik saja"

"Kenapa? Kenapa ini semua jadi salahmu? Kita berhak jatuh cinta pada siapapun, walau kamu kakakku sendiri!"

"Apa kamu pernah memikirkan bagaimana perasaan mama dan ayah jika tau hubungan antara kedua anaknya bukan hanya sebatas kakak dan adik?"

Kali ini Nania yang diam. Ia tak berkutik dengan serangan tajam ucapan Nata padanya.

"Jangan hanya memikirkan soal egomu Nania, tak semua hal yang kamu inginkan bisa kamu dapatkan. Menyerahlah, sebelum perasaan kita semakin dalam" lanjut Nata.

Nania tersenyum getir, kali ini air mata mulai turun dari pipinya. Ia mengerti arti keputusan dari Nata. Laki laki itu bukan ingin membunuh mimpinya, tapi ia harus membunuhnya. Ia mengerti, bahwa Nata sengaja memilih mengkhianatinya agar ia bisa menghancurkan semua rencana yang telah mereka susun satu tahun lalu. Sejak Awal, Nata sudah merencanakan ini. Merencanakan perpisahan mereka setelah lulus sekolah.

Nata berdiri, ia pergi meninggalkan Nania yang masih terdiam. Dengan perasaan yang kacau, ia pergi untuk meminta segelas minuman tambahan.

"Sedang merasa kacau?" Tanya seorang bartender perempuan saat Nata menghampirinya.

Mata Nata sedikit terkejut saat melihat wanita yang tak asing berada didepannya. Perempuan itu adalah Lea, perempuan yang Joy cari cari dikantin.

"Kupikir, kamu takkan bekerja lagi disini" sapa Nata agar terlihat akrab.

Lea tersenyum kecil, "Aku hanya membenci bosnya, tapi tidak pekerjaannya. Mau kubuatkan apa?" Tanya Lea.

"Entahlah" jawab Nata asal.

"Aku punya satu rekomendasi untuk hati yang sedang kacau, mau?" Lea mencoba menghibur.

Nata mengangguk, setelahnya Lea mulai menyiapkan minuman untuk Nata. Darisana, Nata hanya memandangi perempuan itu. Ia mencoba bertanya tanya soal ucapan Joy waktu itu. Memang tak masuk akal jika melihat Lea bekerja disini, meski hanya menjadi karyawan sementara.

Lea lebih mencolok daripada bartender perempuan yang ada di bar Joy. Senyumannya hangat, cara bicaranya yang tenang sangat terdengar bersahabat. Penampilannya bukan penampilan murahan, semua itu membuat Nata terus memandangi Lea.

"Dimana kamu membeli jam itu?" Tanya Nata sembari menunjuk sebuah jam tangan yang dipakai Lea.

"Ini hadiah" jawab Lea singkat.

Nata mengangguk, ia tak bisa berpikiran positif saat ini. Jam tangan yang dipakai Nania berharga puluhan juta, dan jawaban perempuan itu terasa tak masuk akal bagi Nata.

"Oh, aku pernah meihat sepatu itu. Kamu juga membelinya?" Nata bertanya lagi.

"Percayalah,ini semua hadiah" lagi lagi Lea menjawab hal yang sama.

"Siapa orang gila yang memberi hadiah berharga puluhan juta" gumam Nata.

Lea menyodorkan sebuah minuman pada Nata, lalu tersenyum.

"Bagaimana rasanya?" Tanya Lea saat Nata baru saja menenggak minumannya.

"Tak buruk"

Lea mengangguk, "Sepertinya suasana hatimu sedang kacau"

"Cara bicaramu seperti menunjukkan bahwa kamu bisa membaca pikiranku. Atau kamu memang bisa menebak pikiranku?" Nata menggoda.

"Aku hanya menebaknya" jawab Lea jujur.

"Hubungaku tak berakhir baik" Kali ini Nata mulai membagi ceritanya.

Entah apa yang membuatnya seperti itu, namun Nata merasa nyaman bicara pada Lea. Ia bisa merasakan keramahan Lea, pikirannya terus mengutuki Joy karena membuatnya berpikir buruk pada Lea.

"Jika sebuah hubungan tak berakhir baik, bukankah artinya memang hubungan itu tak baik sejak awal?" Tanya Lea.

Nata mengangguk.

"Jika tak baik, pilihanmu sudah tepat untuk mengakhirinya" lanjut Lea.

"Tapi aku masih menyukainya" Nata berkeluh kesah.

"Tak semua perasaan suka akan berakhir meski hubungannya sudah berakhir, tapi waktu akan meringankan perasaan itu. Percayakan semuanya pada waktu"

Senyuman Lea terasa meringankan kekacauan pikiran Nata, pria itu mengangguk. Pembicaraan mereka terus berlanjut sampai berjam jam. Nata bahkan tak menyadari bahwa Nania sudah pergi dari sana.

"Lea!" Teriak seorang perempuan dari kejauhan.

Ia melihat Lea tersenyum lebar lalu melambaikan tangannya untuk menyapa. Perempuan itu berlari kearah mereka sembari membawa sebuah tas belanja yang besar.

"Aku baru saja kembali dari Paris, dan membelikanmu ini" ucap perempuan itu sembari memberikan sebuah kotak berisi tas pada Lea.

"Maaf karena tak bisa membungkusnya dengan baik, aku bahkan belum pulang kerumah karena ingin segera memberikan ini" lanjutnya.

Lea tersenyum, "tak usah repot repot, manajer takkan membiarkanku menerima hadiah dari tamu"

Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan sedih, "aku yang akan bicara pada manajermu nanti, katakan saja jika ada masalah. Terimalah, aku harus segera pulang. Dah…"

Lea menerimanya meski dengan raut wajah yang sedikit merasa ragu, namun melihat perempuan itu begitu bersikeras tentu ia lebih tak nyaman jika harus menolaknya. Sedangkan Nata benar benar tertegun karena melihat hadiah yang diberikan perempuan itu, hadiah yang nilainya sangat mahal. Mematahkan semua pikiran buruk Nata sejak tadi, ia benar benar bertemu orang gila yang ada dipikirannya.

"Kamu mengenalnya?" Tanya Nata penasaran.

Lea mengangguk, "dia tamu VIP, dan cukup sering datang kesini"

"Kalian berteman?"

"Tidak, aku hanya pendengar setianya saat dia duduk berjam jam dimeja ini sembari tertawa, kadang menangis, atau mabuk. Lalu menelpon supirnya saat dia mulai tak sadarkan diri, memastikan bahwa dia bisa pulang dengan aman. Kupikir pikir, mungkin aku pelayannya" Lea asal bicara.

"Lalu?"

"Mmmh, entah VIP atau bukan aku hanya berpikir mungkin mereka yang duduk sendirian disini sedang tak punya seseorang untuk diajak bicara. Jadi, disinilah aku. Berdiri untuk mendengarkan mereka, agar mengurangi kekacauan pikiran mereka" cerita Lea.

Tak lama setelahnya, seorang perempuan memanggil Lea kembali. Jam kerja perempuan itu sudah habis, ia berpamitan pada Nata dan meninggalkan pria itu duduk sendirian sembari menikmati sisa sisa minuman yang ada.

"Joy memang sialan" gumam Nata karena merasa bahwa ucapan Joy benar benar salah tentang perempuan itu.

Ia kesal, namun terkesan pada perempuan itu.