webnovel

Kehidupan Kampus

Masa kuliah telah tiba, minggu minggu pertama yang berat bagi Nata dan Alvin. Mereka terjebak ditempat yang sama sekali tidak mereka tau, bahkan mereka tak menyukainya. Tentu kekonyolan itu semua menjadi kelucuan sendiri bagi teman teman mereka. Nata yang selama ini hanya tau soal luar angkasa, kini harus bicara soal buku besar. Alvin yang bahkan sering menghabiskan waktunya di bar kini tak lagi punya waktu karena harus mengejar ketertinggalan materi.

"Joy!" Teriak Alvin saat melihat Joy dari kejauhan.

Ia dan Nata berlari kegirangan karena melihat Joy yang sedang duduk di kantin kampus sembari memakan mie instan. Laki laki itu melambaikan tangannya untuk menyapa.

"Ngapain lo disini?" Tanya Nata.

Joy tersenyum lebar, "nyari cewek" jawabnya singkat.

"Lo tau kan, cewe cewe jurusan lo kan cantiknya beda. Kaya ada manis manisnya" lanjut Joy.

"Idih gila lo ya, bukannya kuliah yang bener malah nyari cewek buat dijual" Alvin menyambar.

Nata terkekeh geli sesaat mendengar Alvin, "udah dapet?"

Joy menggeleng, "ga ada yang spesial"

"Hahaha, kurang beruntung berarti lo" Nata meledek.

Kali ini Joy menyingkirkan mangkuknya, ini mendekatkan tubuhnya ke Nata dan Alvin. Pelan pelan, ia berbisik.

"Tapi gue denger dari temen gue, ada satu dewi kecantikan yang masuk ke jurusan sini" bisiknya pelan.

"Dewi? Namanya Dewi? Dikelas kita ga ada yang namanya Dewi" Nata memotong.

Joy menggeleng, "Nat, temen lo otaknya emang udah ga ada harapan. Kosong isinya" gerutu Joy setelah mendengar ucapan Nata yang bodoh.

"Jadi itu alasan lo datang hari ini?" Tanya Alvin.

Joy mengangguk, "Lo masih inget perempuan yang waktu itu di bar?" Tanya Joy.

Alvin memutar ingatannya, tentu ia masih ingat. Sejak hari dimana ia berkenalan dengan perempuan itu, ia tak pernah lagi melihatnya di bar meski Alvin pergi setiap minggu kesana sebelum masa perkuliahan dimulai.

"Yang waktu itu gue tanya?" Tanya Alvin mulai penasaran.

"Iya, dia. Kalau ga salah namanya Lea. Gue dapet informasi dari temen gue kalau dia itu dewi dikalangan karyawan gue" Lanjutnya bergosip.

"Dewi?" Alvin menimpali.

"Lo pasti setuju kalau gue bilang mukanya cantik, tapi ada yang lain. Banyak rumor tentang dia ternyata" lanjut Joy.

"Rumor apa?" Kali ini nada Alvin semakin tinggi karena rasa penasarannya.

"Katanya, dia juga bisa di booking" Kali ini Joy kembali berbisik.

"Wah gila lo, gila bener lo nuduh orang sembarangan" Alvin memukul meja tanpa sengaja dengan keras. Membuat orang orang menoleh kearahnya.

Joy menepuk bahu Alvin lalu mencoba menenangkannya, ia membantu Alvin kembali duduk dengan tenang. Sembari meneguk segelas teh manis, ia melanjutkan pembicaraan itu.

"Awalnya gue juga ga percaya, tapi lo tau kan? dia cuma anak magang di bar gue. Tapi setiap kali dia ga masuk, ada aja pelanggan VIP yang nyari dia. Bahkan ada karyawan gue yang sempet liat dia dibawa pulang sama salah satu pelanggan VIP kita" ucapnya sedikit pelan.

Kali ini Alvin diam, bukan karena tak ingin membela perempuan itu. Tapi ia sadar ia sama sekali tak punya kapasitas untuk itu. Pikirannya kembali memutar pada hari dimana ia bertemu dengan perempuan itu. Ada begitu banyak pria yang menghampiri, dan senyuman yang sama selalu dilemparkan pada setiap pria itu. Senyuman yang juga menarik perhatiannya. Bahkan tak sulit untuk mengajak perempuan itu masuk kedalam mobil dan mengantarnya pulang.

"Bodoh, kenapa bisa tertarik pada perempuan seperti itu" pikirnya lagi.

Seketika pandangannya terhadap perempuan itu berubah. Alvin punya masalah besar dengan perempuan penggoda, ia bahkan membenci perempuan seperti itu. Perempuan seperti itulah yang menurutnya membuat keluarganya hancur berantakan seperti sekarang. Dan sekarang, ia menyesal karena telah menilai orang yang salah hanya karena senyumannya.

"Terus kalau sudah ketemu, lo mau apa?" Tanya Nata.

"Ya gue mau buat penawaran lah, apa lagi yang bisa dilakukan pebisnis kotor seperti gue ini? Kalau dia sudah punya pamor bintang lima diantara pelanggan VIP gue, pasti harganya tinggi dan akan menguntungkan" Jawab Joy tegas.

"Gila ini anak, ga abis pikir gue sama lo" Nata menggelengkan kepalanya karena tak habis pikir.

"Bukankah perempuan seperti itu memang hanya layak dihargai dengan uang? Hahaha" ucap Alvin disertai dengan tawa yang getir.

Setelah ucapan itu, seorang perempuan dibelakang Nata berdiri. Ia mengambil tasnya lalu beranjak pergi dari tempat itu. Berbeda dengan salah satu temannya, ia menghampiri meja Joy dengan tatapan tajam karena amarah.

"Ahhh sial!" Teriak Joy saat perempuan itu mengguyurkan segelas air diatas kepala Joy.

"Berhentilah bergosip tentang hal bodoh disiang hari" ucapnya.

Amarah Joy memuncak, ia menarik kasar perempuan itu sebelum pergi.

"Siapa lo? Apa maksudnya ini?" Teriak Joy marah.

Semua orang menatap mereka dengan rasa penasaran, terlebih suara Joy yang berteriak membuat beberapa orang menghampiri mereka.

"Mulut lo, sampah!" Ucap perempuan itu penuh penekanan.

"Wah, sial. Perempuan sialan. Lo ga tau siapa gue?" Teriak Joy lagi.

"Meskipun lo anak presiden sekalipun, ga ada satu hal pun yang bisa membenarkan semua ucapan sampah lo" jawab perempuan itu lagi.

Saat berdebat sengit, tiba tiba Lea datang dan menarik tangan perempuan itu.

"Kay,Kayla. Udah yuk, kita pulang sekarang" ucap perempuan itu pelan.

Joy sedikit terkejut saat melihat Lea datang, Alvin juga mengalihkan pandangannya karena merasa tak enak. Semua yang melihat Lea tak bisa berhenti memperhatikannya. Kedatangannya mengalihkan perhatian banyak orang. Meski hanya mengenakan kaos dan celana jeans, perempuan itu memang berbeda. Ia memiliki aura yang berbeda dari perempuan lainnya.

Dengan senyumannya yang tipis, ia mengalihkan pandangannya pada Joy. Mencoba untuk menurunkan tangan Joy yang menggenggam keras tangan Kayla.

"Lo ga perlu minta maaf, tapi tolong biarin temen gue pergi sekarang" ucap Lea dengan suara lembut.

Joy melepaskan genggamannya, ia menatap mata Lea dengan ragu. Lalu menghela nafasnya. Berteriak karena kesal. Kayla ikut mundur setelah Lea memintanya untuk ikut pergi.

Sembari memasang topinya, Lea terus menatap kedepan dan berjalan pergi dari keramaian. Ia sudah terbiasa dengan semua tatapan tatapan itu. Tatapan aneh, jijik, dan penuh pikiran buruk tentanganya.

Rumor tentanganya telah beredar sejak ia berada di awal sekolah SMA. Saat itu, ia mencoba membantu beban ibunya dengan bekerja menjadi seorang pelayan di beberapa bar dengan penghasilan yang cukup tinggi. Meski begitu, ada beberapa pelanggan VIP yang merasa puas karena terkadang Lea juga bisa menjadi teman bicara mereka saat di bar.

Rekan kerjanya yang lain terus menyebarkan rumor agar Lea bisa berhenti bekerja. Mereka terus menyebarkan rumor bahwa semua pelanggan VIP itu merasa dekat pada Lea karena telah menidurinya. Namun, semua rumor itu salah. Lea tak pernah melakukan apapun. Karena tak ada bukti, ia hanya diam dan menerima semua rumor itu tanpa ada perlawanan.

"Bertahanlah Lea, ini semua akan berakhir sebentar lagi" pikir Lea dalam dalam.