Diman tidak tidur sepanjang malam. Dia masih memikirkan mimpi itu. Dia baru tahu kalau sesungguhnya Bram tak berbohong tentang wanita Desa itu.
"Aku akan ke kantor Bram, aku akan katakan pada Dia kalau aku di teror sama wanita itu," ucap Diman.
Diman bergegas pergi ke kantor Bram. Dia bersama supir melaju ke kantor Bram. Sampai di kantor Bram, Diman langsung menuju ruangan Bram.
Ting!
Pintu lift terbuka, Diman masuk dan langsung bergerak menuju lantai paling atas. Diman masih saja memikirkan mimpi dia semalam.
Ting!
Pintu lift terbuka, Diman berjalan menuju ruangan Bram. Sekretaris Bram menundukkan kepalanya.
"Bram ada?" tanya Diman.
"Ada Pak, silahkan masuk saja," ucap Bowo sekretaris Bram.
Diman masuk ke dalam dan melihat Bram tengah sibuk dengan pekerjaannya. Bram menoleh kearah tamu yang datang.
"Diman, kenapa kau lesu dan wajahmu kenapa? Kok pucat?" tanya Bram.
Diman duduk dan tertunduk lesu. Dia bingung harus ngomong apa lagi.
"Aku harus ngomong apa padamu Bram," ucap Diman.
"Apa maksudnya apa?" tanya Bram.
Diman hanya diam, dia masih belum tahu bagaimana dia harus katakan. Dia takut jika dia mengatakan kejadian tadi malam.
"Ayo kita duduk di sana, sepertinya kau sedang berantem sama istrimu," Bram bangun dari kursinya dan menarik Diman untuk duduk di sofa.
"Ayo, katakan apa yang terjadi?" tanya Bram.
"Kau benar tentang dia. Dan sekarang aku di teror Bram. Aku di teror sama dia, aku mimpi kalau dia mau menuntut balas atas kematian dia dan suaminya," kata Diman dengan wajah sendu.
Bram terdiam mendengarnya. Dia tak menyangka kalau sahabatnya juga di teror sama wanita itu.
"Bukannya kau bilang sudah 30 tahun tidak ada yang tahu atau membongkar siapa dalangnya. Kenapa dia bisa tahu kalau kita Bram yang membunuhnya. Aku tak mau mati Bram, kau sudah mengatakan padaku kalau kasus ini di tutup, tapi kenapa ini terjadi. Dia bawa senjata yang waktu itu kita bawa untuk membunuh dia," kata Diman.
Bram menatap sahabatnya yang sudah ketakutan. "Bukannya kau bilang itu hanya bunga tidur. Kalian tak percaya padaku kan. Sekarang kau baru tahu kalau aku tak bohong. Untuk masalah itu, aku sudah katakan kalau kasus itu di tutup. Jadi jangan khawatir kan itu," ucap Bram.
Keduanya terdiam sesaat, mereka tak tahu harus berkata apa lagi. Sekian lama, akhirnya hal ini terjadi.
"Kau jangan takut, kita sama dia beda alam, dia tak kan bisa bunuh kita dan kau tahu, kita lebih tinggi derjatnya dari hantu sialan itu," Bram sudah kesal dengan Winarsih.
"Jadi, apa yang akan terjadi Bram," kata Diman.
"Aku akan cari wanita yang mirip sama Winarsih. Aku yakin, dia ada hubungannya dengan teror ini," kata Bram
"Maksudmu, dia jelmaan wanita itu?" tanya Diman.
Bram menghela nafas panjang. Mana mungkin dia tahu kalau wanita itu jelmaan atau tidak.
"Aku tak tahu Diman. Karena aku belum bertemu dengan dia," kata Bram.
Diman melihat kearah Bram dengan tatapan lekat. "Kau mau apakan dia? Bagaimana kalau dia jelmaan wanita itu?" tanya Diman.
Bram terdiam dan tak bisa berkata apapun. Dia juga masih takut sebenarnya, namun dia tak menampakkan rasa takut itu.
"Bram, kok diam! Apa yang harus kita lakukan Bram?" tanya Diman.
"Kita ke dukun saja," kata seseorang dari pintu.
Bram dan Diman kaget mendengar seseorang berkata seperti itu. Keduanya melihat kearah seseorang itu dan dia adalah Deka teman yang sama-sama ikut terlibat dalam pembunuhan pasutri itu," katanya lagi.
"Kau kapan datang?" tanya Bram pada Deka.
"Semalam, aku baru datang dan tentunya aku tidak sendiri aku bersama Deki, mana tuh orang," kata Deka.
"Maaf, aku tadi terima telpon. Biasa orang sibuk," jawab Deki.
Keduanya masuk dan duduk di sebelah Bram dan sebelah Diman. Keduanya melihat Bram dan Diman yang lesu. Terlebih lagi Diman yang sudah ada lingkar hitamnya.
"Apa kau sefrustasi itu hmm?" tanya Deka
"Ini hantu, dia orang yang kita bunuh, walaupun sudah lama, tetap arwahnya mengikuti kita, apa kau tidak frustrasi Deka?" tanya Diman dengan suara sedikit keras.
"Aku tahu kau sangat frustrasi, tapi kita akan ke dukun saja. Kita akan minta sama dia untuk wanita hantu itu menjauhi kita," kata Deka
"Deka benar, kita minta dukun kasih kita penjaga tubuh agar wanita itu tak mendekati kita," ucap Deki.
Diman melihat kearah Bram, keduanya saling tatapan. "Kau bagaimana?" tanya Diman.
"Aku ikut saja, lagian kalau itu untuk kita terhindar dari wanita itu kenapa tidak," kata Bram lagi.
Akhirnya ke empat sahabat itu mau juga ke dukun untuk buat penangkal agar Winarsih tak mengganggu mereka.
***
Dino, Paijo dan tentunya Ian masih bergulung di lantai rumah sakit. Awalnya mereka tak mau tidur tapi yang namanya mata tetap saja kalau lelah dan ngantuk tertidur juga.
"Dino! Hey, bangun kamu. jangan tidur saja. Sudah pagi," Nona memanggil Dino untuk bangun namun, yang dipanggil malah tak jawab sama sekali malah ngorok pula.
"Dasar bangkong. Tidur jam berapa sih mereka tidur," gumam Nona lagi.
Tok tok tok!
Pintu kamar Nona di ketuk dengan kencang dan tentunya membuat ketiganya langsung terbangun.
"Ampun, Mbak jangan sakiti aku. Aku nggak ngompol lagi," racau Ian.
Dino dan Paijo juga Nona yang mendengarnya tertawa. Pagi-pagi si Ian sudah buat ngelawak.
"Kau ngompol atau tidak si Mbak itu tetap ngejar kamu juga ihh," kata Dino
"Non, kamu sudah bangun, maaf ketiduran akunya," kata Dino.
"Dino, kau buka atuh pintunya. Siapa tahu suster mau periksa si Nona manis kita ini," ucap Paijo.
Dino bangun ke arah pintu kamar Nona. Dia membuka pintu dan ternyata benar dokter dan suster datang untuk memeriksa Nona.
Ceklek!
"Eh ada dokter, maaf kami telat buka pintunya, habisnya kami ketiduran. Silahkan masuk dokter suster," ucap Dino lagi.
"Bagaimana kabar Nona?" tanya seseorang dari luar.
"Mang Jupri dan Bi Sumi. Silahkan masuk, pagi-pagi ke sini repotin aja," ucap Dino.
"Ini kami bawa makanan untuk kalian, kalian kan belum sarapan sama sekali," kata Bibi Sumi.
"Terima kasih Bibi dan Mang Jupri. maaf kami buat Bibi sibuk masak untuk kami," kata Dino.
Mereka duduk di kursi yang sudah di sediakan sama rumah sakit. "Dokter, kami mau segera bawa sahabat kami kami ini. Sahabat kami ini tak betah di rumah," ucap Dino.
"Ia, lagian bukan hanya dia saja, saya juga. Kami mau pulang segera," kata Ian.
Dokter tersenyum mendengarnya, dokter yang melihat kondisi Nona sudah lebih baik pun akhirnya mengizinkan dia untuk pulang.
"Dia boleh pulang, asal jangan banyak beraktivitas dulu ya," kata dokter lagi.
"Baik dokter," ucap Nona.
Yuhuii sahabat Hyung mari lah samperin novelku jangan lupa simpan di rak ya, kasih komentar kalian dunk Mauliate Godang.