webnovel

Beritahukan Mami Tentang Kenakalanku

Semenjak Dio sering datang ke tempat latihan Lina, kabar angin dan rumor pun mulai menyeruak. Para murid di akademi musik itu tampaknya sangat penasaran akan anak laki-laki yang sering mengunjungi Lina tapi tak pernah menampakkan wajahnya. Tiap kali sebuah mobil warna silver berhenti di depan gedung La Toule de Music Academy, mereka langsung mengintip dan saling berbisik, hal itu membuat Agnes merasa sangat tak nyaman. Sekali dua kali, Agnes masih tak peduli, namun ketika Dio mendatangi tempat latihan musiknya tapi tak sekali pun kakinya melangkah keluar dari mobilnya, Agnes pun dengan kesal menghampiri Dio dan menantangnya.

"Jika dia tak mau melangkah keluar dari mobilnya, maka tak perlu lagi datang ke tempat ini!" seru Agnes sambil berkacak pinggang menatap tajam ke mobil warna silver tersebut.

"Tuan," ucap Jhon melihat Claudio yang sedang membaca buku dari spion kecil yang menggantung di tengah-tengah mobilnya.

"Biarkan saja, lagipula bukan dia yang mau aku temui." Senyum Dio masih terfokus pada bukunya.

Kaca mobil Dio yang masih tertutup membuat Agnes tampak kesal. Dengan percaya diri, dia menggedorkan jemarinya ke jendela mobil Claudio cukup keras, membuat para siswa di akademi tersebut berhamburan keluar. "Tuan, apa tak sebaiknya saya turun dan memberikan sedikit pelajaran tata krama pada gadis itu?" tanya Jhon terus memperhatikan Agnes.

Claudio menutup bukunya dan menurunkan kaca mobilnya. Kedua mata mereka bertemu pandang dengan jarak yang sangat dekat, hanya dibatasi oleh penyekat yang ada di atas pintu mobilnya. "Ada yang bisa kubantu?" tanya Dio tersenyum.

"Nama kamu Claudio, kan? Anak SMA Pelita Bangsa kelas tiga IPA 11?" Agnes balik tanya dengan ketus.

"Kenapa memangnya? Ada masalah?" tanya Dio terus menyunggingkan senyumnya lebar.

"Ya, ada masalah! Jangan kamu pikir selama ini aku tak tahu jika kamu terus mendatangi tempat ini tapi tak sekali pun keluar dari mobilmu! Kamu pikir, kamu ini seorang pangeran, hah? Sikapmu ini kaya sikap seorang pengecut!"

Claudio dengan cepat mengangkat tangannya ke rah Jhon yang bergegas ingin keluar dari mobil. "Biar aku yang melayani Nona ini, Paman." Ucap Dio melihat lekat Agnes, gadis yang disukai olehnya di SMA.

"Jika bukan sikap seorang pengecut, terus apa? Buktinya, kamu hanya membuka jendela mobil kamu dan tak keluar ketika ada orang yang berdiri di depan kamu dan bicara sama kamu!" seru Agnes yang dilihat oleh banyak orang yang lalu-lalang serta para siswa di akademi musik itu.

"Agnes!" tak lama, suara yang memanggil namanya terdengar sangat kencang dan jelas, siapa lagi kalau bukan Paulina yang baru saja tiba di tempat latihan musiknya dan melihat keramaian di depan gedung gaya Bohemian tersebut.

Agnes melirik dengan mata nyalang ke arah Lina yang langsung menyenggol pundaknya kasar dan membuat Agnes terdorong. "C-Claudio? Kamu udah lama sampai?" tanya Lina gugup.

"Ah, enggak. Baru sampai dan udah dapet pesta penyambutan." Sindir Dio sambil melirik ke Agnes.

"Ah, begitu ya. Maaf, aku terlambat, ada sedikit yang harus kukerjakan di sekolah sebelum ke sini."

"Ga apa-apa, hari ini semangat ya latihannya. Oh, ya besok ada latihan atau enggak?" tanya Dio senyum.

"Hmm, ada sih. Kenapa memangnya?" tanya Lina tak memedulikan Agnes masih di sana.

Melirik lagi ke Agnes, Dio kemudian berkata, "Apa aku bisa memintamu datang ke taman tengah kota?"

DEG!

Jantung Lina langsung berdegup kencang. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Claudio memintanya ke tempat yang dikenal sebagai tempat romantis di ibu kota tersebut.

"Bagaimana? Bisa atau tak bisa"

"Bisa!" seru Lina membuat terkejut Claudio dan para siswa yang masih berada di tempat itu.

"Baiklah kalau begitu. Besok sepulang latihan, akan ada yang menjemputmu. Aku pulang dulu ya." Saat Dio akan menaikkan jendela mobilnya, dia melihat sekilas ke arah Agnes yang berdiri di pojokan sambil tersenyum simpul, sementara Agnes melihat pemuda tampan blasteran itu dengan mata nyalang dan kepalan tangan membentuk tinju.

Lina yang tak terima atas sikap Agnes, tanpa ragu menghampiri dan mendekatkan wajahnya, namun Agnes hanya memasang wajah datar meski dia sangat kesal akan sikap Claudio, terlebih saat ini di hadapannya berdiri seseorang yang dulu pernah menjadi sahabat baiknya. "Sebenarnya apa masalahmu, Agnes? Aku sudah berusaha sabar dengan semua sikap dinginmu, tapi untuk kali ini … maaf, aku tak bisa lagi seperti itu!"

Agnes hanya diam dan menyenggol bahu kiri Lina dengan keras, persis seperti yang Lina lakukan padanya. "Heh, orang ditanya baik-baik malah pergi gitu aja! Emangnya anak seorang pemain musik kelas dunia kaya gini, ya? Ga ada akhlak!" seru salah satu siswa La Toule meneriaki Agnes ketika berlalu dari hadapan mereka.

'Kita lihat saja, Nes, siapa di antara kita yang akan lebih menunjukkan wajahnya pada dunia, kau dengan bantuan ibumu atau aku dengan semua kemampuan yang kumiliki!' geram Lina.

Di saat yang bersamaan, sang guru, Odele, melihat kejadian itu dari ruangannya yang terletak di lantai dua gedung La Toule de Academy. Wanita dua puluh lima tahun itu tampak gusar dan khawatir atas kejadian yang baru pertama kali terjadi di tempatnya mengajar. Bukan tanpa sebab akademi La Toule disebut sebagai akademi musik paling prestigious dan eksklusif di Jakarta, karena tak sembarang siswa yang bisa masuk ke tempat ini, mereka harus melewati beberapa tes, praktik kemampuan bermusik, wawancara, serta yang paling penting adalah mereka bukan dari latar belakang keluarga yang biasa-biasa saja. Karena itulah, ada kekhawatiran di benak Odele jika sampai berita ini menyebar, terlebih kejadian tadi ada di depan gedung La Toule de Academy.

"Apa aku harus melaporkannya pada Nyonya Abigail? Tapi, jika itu terjadi maka Agnes akan …." Odele terus mondar–mandir di ruangannya, bahkan hingga tak mendengar pintu ruangannya diketuk.

"Nona Odele!" Agnes masuk ke ruangan Odele hingga membuatnya terkejut.

"A-Agnes? Kenapa kamu ga ketuk pintu dulu?"

"Sudah, tapi Nona Odele tak merespon," sahut Agnes.

"Oh, m-maaf Agnes, masuklah." Odele menyuruh Agnes duduk berhadapan dengannnya. "Ada apa, Nes? Kenapa kamu tiba-tiba ke ruangan Ibu?"

Tanpa ragu, Agnes menatap penuh sorot percaya diri dan berkata, "Ada yang ingin saya sampaikan pada Anda, Nona Odele."

"Apa yang mau kamu katakan, Nes?" tenang Odele.

"Saya telah membuat satu kehebohan di tempat ini!" ucap Agnes percaya diri, "Dan Nona pasti tahu itu," sambungnya lagi.

Odele terdiam sesaat. "Lalu, apa inti pembicaraan kamu?"

"Saya ingin Nona sampaikan pada mami tentang kenakalan saya, tentang apa yang telah saya lakukan pada 'orang itu'! Saya ingin lihat bagaimana reaksi mami ketika dia tahu putrinya tak sempurna dan sama dengan seperti orang biasa!"

"Apa tujuan kamu melakukan ini semua, Nes? Apa kamu … cemburu pada Paulina? Karena mami kamu lebih tertarik dengannya daripada kamu?"

"Rasa benci saya telah mengalahkan rasa cemburu, Nona Odele! Daripada cemburu, mungkin saya lebih senang dibilang egois dan tak peka."

Odele menghela nafasnya, melihat bagaimana seorang Agnes benar-benar sedang berada dalam fase kejenuhan dan tersiksa karena dendamnya pada sang mami, tapi Odele tak ingin mengatakannya. Wanita cantik itu menggenggam tangan Agnes sambil berkata, "Kamu butuh istirahat, Nes. Kamu terlalu memaksakan diri menjadi yang sempurna bagi dirimu, Ibu akan menganggap hal ini tak pernah terjadi, tapi dengan satu syarat, kau harus bisa menahan segala ego dan dendam mu pada Paulina, karena bagaimana pun juga, dia akan menjadi partner mu di wisuda nanti."

"Mengenai hal itu, apa saya bisa meminta satu hal, Nona?"

"Apa, Nes?"

Enta apa yang sedang dipikirkan Agnes, tiba-tiba saja dia berkata, "Anak laki-laki yang sering bertemu dengan Paulina … bisakah Anda juga mengundangnya ke sini?" pinta Agnes.

"Anak laki-laki yang mana maksud kamu, Nes?"

"Namanya Claudio, dia teman sekolahku."

"Dan kau ingin dia datang ke tempat ini? Wisuda nanti?" tanya Odele penasaran.

Agnes mengangguk.

"Baiklah, akan Ibu usahakan, ya."

Tak lama setelah pembicaraannya dengan Odele, Agnes kembali ke kelasnya dengan senyum seringai. Tampak rasa puas terlihat jelas di ekspresi gadis delapan belas tahun itu. 'Claudio dan Paulina … bersiaplah kalian menerima 'hadiah' dariku!'