webnovel

Chapter 7 DL

Sejenak lelaki bertubuh indah itu berdiri di depan pintu mansion mewahnya. Ia menatap kayu besar menjulang tinggi itu yang kini terbuka.

Edison masuk kedalam rumah kemudian merebahkan dirinya di ruang tamu. Menatap langit-langit yang lebar dengan hiasan lampu kristal nan indah.

Selena merasa tidak enak, ia hanya tidur makan dan yang lainnya. "Tuan, sampai saya menerima informasi kak Devan. Bisakah saya bekerja saja disini? saya tidak enak hanya menumpang."

Edison menoleh pada Selena. "Kerja apa yang kamu inginkan?"

"Menjadi asisten rumah tangga seperti yang lainnya."

"Ok, mulai besok kamu akan menjadi pelayan khusus untukku. Semua keperluan ku harus kamu yang siapkan, dari mulai makan juga bajuku "

"Benarkah, aku senang mendengarnya. Aku akan menelpon pada Ayahku karena aku kini bekerja, agar dia tidak khawatir."

Edison sebenarnya tidak terlalu mempedulikan ucapan Selena.

Jhon mengatur semua urusan Esison di kantor. Satu per satu ia selesaikan dengan baik. Jhon juga bersekolah di universitas bagus sama seperti Edison, ia hanya ingin balas budi atas kebaikan keluarga Tuan muda itu.

"Nyonya Nana!" panggil Edison, dalam hitungan detik pelayan utama rumah itu sudah berada di hadapannya.

"Nyonya ajarkan Selena tentang semua keperluan ku, mulai dari makanan sampai baju. Mulai sekarang dia bekerja sebagai pelayan pribadi ku."

Mendengar itu Nyonya Nana tampak kaget, sebelumnya Edison bahkan tidak mengizinkan siapapun menyentuh barang pribadinya, kini ia memperkerjakan seorang gadis untuk layanan pribadi.

"Aku ingin berkuda, tolong siapkan bajunya antarkan ke kamarku." ucap Edison, ia kemudian pergi ke lantai dua lebih dulu.

Nyonya Nana mengajak Selena ke sebuah ruangan, dimana ruangan itu dipenuhi peralatan baju olahraga. Bisbol, berkuda, fitnes sampai golf. Selena menganga, sebelumnya ia hanya melihat alat-alat itu di televisi.

"Nona, antarkan baju ini ke kamar Tuan Edison Kemudian bantu dia memakainya." Jelas Nana

Selena mengangguk, ia segera naik ke lantai dua rumah itu.

Gadis itu masuk ke kamar Edison, segera ia menaruh baju itu di atas ranjang. Edisonhanya memakai celana bagian bawahnya saja di dalam kamar mandi. Kemudian keluar dengan bertelanjang dada. Selena memundurkan langkahnya. "Astaga!" lirihnya.

"Kenapa?" tanya Edison.

Selena menggeleng, Edison membalik tubuhnya menatap kaca besar di lemari. Bentuk kotak-kotak di perutnya membuat perempuan itu salah fokus. "Hei, cepat pakaikan bajunya!"

Berpikir akan mendapatkan dua burung dalam satu pukulan, Selena berniat bekerja dengan baik seraya menunggu kabar tentang Kakaknya! Ia segera menyabet baju di atas kasur. Kemudian memakaikan nya kepada Edison. Selena mengancingkan bajunya dengan sedikit berjinjit karena lelaki di depannya cukup tinggi.

Entah pria itu menggodanya atau bagaimana. Tiba-tiba Edison memajukan langkahnya dan membuat Selena menempel di kaca lemari. "Astaga aku tampan sekali!" lirih memuji wajahnya, sedangkan Selena menatap leher jenjang Edison yang membuat jantung nya berdegup.

"Tuan sudah selesai!" Selena berkata dengan sedikit terbata-bata.

Bagian tubuhnya sangat dekat dengan Edison. Membuatnya sedikit terhimpit. Lelaki itu menyentuh pinggang Selena dan mulutnya sejajar dengan leher gadis itu sekarang. "Wangi tubuhnya membuat ku terbangun secara otodidak!" Suara berat lelaki itu membuat bulu kuduk Selena berdiri dan ia mematung merasakan aliran darahnya yang mungkin mengalir lebih kencang ke otak karena ia bisa merasakan degup jantung yang cepat.

"Ah, tolong bawakan teh dan cemilan! Minta pada nyonya Nana, dia sudah tau." Lanjut Edison, kini menjauh dari tubuh Selena begitu saja tampak gak terjadi apa-apa.

Selena segera mengangguk paham.

Di belakang rumah Edison mengeluarkan kuda nya, kuda blasteran dari Itali itu benar-benar memiliki tubuh yang indah, dengan warna hitam mengkilat.

Selena berjaga di tepian guna memperhatikan Jack jika saja ia menginginkan sesuatu.

Edison tampak berbicara dengan Kuda kesayangan nya itu. Kemudian menaikinya, satu putaran kemudian dua putaran. Lelaki itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan lebih kencang, tapi di putaran ke tiga Kuda itu tampak sedikit menggerakkan tubuhnya kemudian berlari tanpa arah. Membuat satu tali di tangan Edison terlepas dan membuatnya terbanting ke belakang.

Melihat itu Selena langsung panik dan berteriak, Edison sudah jatuh di tanah. Kudanya terus mengamuk di pojokan.

Hal itu sontak membuat Selena berteriak membuat pegawai yang membersihkan kandang kuda datang. Segera berlari kepada Edison dan sebagian menenangkan kuda itu.

Edison tampak menahan nyeri. Selena yang kaget memegangi kepala laki-laki itu. "Tuan, kamu baik-baik saja?" pertanyaan konyol gadis itu keluar begitu saja, padahal sudah jelas pria di depannya sangat kesakitan. Namun paniknya tak mampu menyaring ucapannya. Dan tak berpikir lain.

"Tuan-tuan tolong bawa Tuan Edison pelan-pelan ke rumah." Selena dengan nada panik.

Kemudian tubuh nya di pangku oleh tiga pegawai dan di tidurkan di ruang tamu di sofa yang muat untuk tubuhnya itu. Nyonya Nana panik dan menghampiri Tuan Muda itu.

"Kenapa ini, ada apa?" suara nyonya Nana panik.

"Pedrosa mengamuk." jelas salah satu pegawai, mengatakan nama kuda itu.

"Biasanya dia tidak seperti itu, aku akan memanggil Dokter sekarang!" Nyonya Nana langsung menelpon seseorang yang ia sebut Dokter itu.

Lelaki paruh baya membawa peralatan medis datang setengah jam setelah Nyonya Nana melakukan panggilan.

Edison menutup wajahnya dengan satu lengan, sembari menentang kan tubuhnya di atas sofa.

"Tuan Esison kita potong saja celana ya, sepertinya ini akan sedikit sakit jika dipaksakan harus membuka celana nya."

Edison mengangguk. Dokter memotong celana nya dari lutut ke bawah. Benar saja, Dokter hanya menarik bahan itu dan Edison mulai berteriak nyeri.

Dokter memasangkan alat penopang di kaki, untuk menjaga tulang nya agar tidak di pakai berjalan dulu.

Dokter memberikan obat, dan Selena dengan sigap mendengarkan apa saja yang harus ia berikan kepada Tuan muda.

"Nyonya Nana tolong panggilkan pegawai pria untuk membantuku naik ke kamar." Edison ingin pindah.

Nyonya Nanamengangguk. Kemudian Edison kembali di pangku menaiki tangga oleh tiga pegawai.

Selena tetap berada di kamar Edison sementara pegawai lain pergi. "Tuan, maafkan saya!" lirihnya.

"Kenapa minta maaf?"

"Karena saya Tuan jadi cedera, seharusnya Tuan berangkat bekerja. Tapi...." ucapan Selena tertahan.

"Tidak, ini memang sudah kecelakaan tak perlu membahasnya. Kamu hanya harus menjaga ku dengan baik." Edison tak peduli sebenarnya dengan penyesalan gadis itu.

Selena mengangguk. Ia memberikan obat pada lelaki itu kemudian Edison tertidur dan ia tak beranjak sedikitpun dari sampingnya.

Jhon pulang dari bekerja. Ia di beritahu oleh ibunya bahwa Edison jatuh dari berkuda dan membuat kakinya cedera. Ia segera berlari ke kamar Tuannya itu karena panik.

Jhon masuk ke kamar Edison tanpa permisi, namun begitu masuk ia kaget, melihat Selena sedang tidur di samping nya, walau tidak di ranjang Selena tampak menelungkup kan wajahnya, dan tubuhnya tetap di lantai.

Melihat pemandangan itu, Jhon memutuskan keluar lagi. Entah mengapa hatinya seperti tak rela melihat Selena seperti itu.

Gadis polos itu benar-benar masuk kedalam kebohongan Edison dan dengan polosnya dia percaya.

Nyonya Nana melihat putranya yang mematung di depan kamar Edison "Jhon ada apa?" tanya ibunya.

"Kenapa Karina masih disini?"

"Dia menjadi pelayan pribadi Tuan Edison mulai hari ini!"

"Apa pelayan?"

Nyonya Nana mengangguk. "Kenapa harus gadis itu, dan kenapa harus seperti ini." Jhon berbicara pada dirinya sendiri tanpa menatap nyonya Nana.

"Jhon, biarkan saja. Lagi pula ini bukan urusan kita!"

"Bagaimana bisa Bu, aku melihat Kakaknya tewas dengan pelatuk yang di tarik Edison, apakah aku bisa pura-pura melupakan kejadian itu?"

Nyonya Nana terus melihat rasa bersalah di wajah putranya begitu mengingat kejadian itu. "Jhon, lupakan itu!" lanjut nyonya Nana juga tampak tak ingin mengingat hal mengerikan itu.

"Tapi Devan temanku Bu, kami besar bersama di kampung kecil itu sebelum mengenal keluarga ini."

Nyonya Nana mengerti perasaan Han, yang memang memiliki ikatan kuat dengan Devan.

Sementara Jhon tampak kecewa dan meninggalkan ibunya yang menahan air mata di depan kamar Edison.