Semester 1 tahun 2018
Yola tidak pernah paham, bagaimana caranya melupakan seseorang. Dia tidak pernah menaruh rasa pada cowok manapun di sekolah ini. Baru kali ini hatinya jatuh hati. Untuk kali pertama pada teman sekelasnya, Gi. Cowok paling populer di angkatannya. Banyak kakak kelas yang bahkan terang-terangan mengajaknya pacaran, tapi anehnya selalu Gi tolak.
"Gue lagi fokus buat persiapan lomba."
Selalu, jawaban Gi akan selalu sama untuk menolak cewek-cewek itu. Persiapan lomba, sibuk organisasi, fokus sekolah, Gi selalu menjadikan itu semua tameng untuk menjauhkan dirinya dari jangkauan kakak kelas yang mengajaknya pacaran.
Yola kagum pada Gi, pada semua pencapaian pemuda itu, pada caranya menolak kakak kelas yang mengajaknya pacaran dengan sopan. Yola juga kagum pada Gi yang taat beribadah. Menyempatkan sholat Dhuha di jam istirahat pertama. Keramah-tamahannya pada semua orang. Tapi Yola juga bertanya-tanya bagaimana mungkin ada manusia sesempurna Gi di dunia ini? Dan bagaimana caranya Yola bisa berhenti mengagumi pemuda itu?
Terlepas dari itu, Gi juga hanya siswa biasa. Pernah menyontek, ribut di kelas, bolos di jam pelajaran, dan menjadi bobrok di kelas.
Gi tetap jadi seperti pemuda kebanyakan. Tapi Yola masih saja menganggap Gi sempurna. Setidaknya jika dibandingkan dengan cowok-cowok yang lain.
"La, kak Ghea gak tau malu banget ihh."
Yola menengok pada teman sebangkunya Azwa.
"Emang kenapa lagi sama kak Ghea?" Ghea Wulandari, anak kelas 3 jurusan ips. Cewek yang suka memakai pakaian ketat dan berdandan ke sekolah. Ghea mungkin terlihat seperti cabe-cabean di mata siswa-siswi Pelita Jaya. Cewek yang beberapa hari ini jadi trending topic setelah menembak Gi di kantin sekolah.
"Ish, lo mah. Jangan kebanyakan baca buku makanya." Bisa-bisanya Yola bahkan belum tahu, pikir Azwa.
"Seenggaknya buku lebih menggoda daripada kak Davi." Azwa melotot, refleks menabok belakang punggung Yola. Yang membuat gadis itu mengaduh kesakitan dan tentu saja membuat novel yang sedang dibacanya tadi jatuh saking kagetnya. Tapi rasa sakit bekas tabokan Azwa lebih mendominasi sekarang ditimbang rasa kagetnya tadi.
Bagaimana tidak, Azwa salah satu anggota voli. Yang sudah sangat terbiasa menyervis bola. Keringanan tangannya mengayun tentu saja menjadi perkara berat untuk punggung Yola. Meskipun bagi Azwa itu seperti sebuah tepuka ringan.
"Sakit Wa!" Azwa hanya cengengesan.
"Ya abisnya lo bawa-bawa kak Davi." ucap Azwa lirih di akhir kalimat, sambil celingak-celinguk memerhatikan seisi kelas. Beruntung kelas sedang tidak terlalu ramai. Bisa jadi masalah kalau sampai anak kelas mendengarnya.
"Ck!" Yola mengusap-usap punggung kanannya dengan tangan kiri. Sedikit nyeri, tapi tidak apa-apa.
"Maaf Laa.." rengek Azwa sambil ikut mengusap punggung sahabatnya.
"Gak sengaja suer. Refleks!" Yola hanya berdeham, sudah biasa pikirnya. Punggungnya yang hanya berisi tulang bisa saja patah jika sering dijadikan bahan tabokan Azwa. Tapi sekali lagi itu sudah biasa.
"Iya.. Iya." Novel yang tergeletak tak sadarkan diri itu kemudian Yola ambil dan menaruhnya di atas meja. Badannya kini mengarah ke Azwa sepenuhnya.
"Gimana tadi sama kak Ghea, dia ngapain lagi?" Azwa yang tadi berdiri kini duduk berhadapan tanpa meja dengan Yola. Kursi bangku sebelah diambilnya. Mumpung si pemilik kursi sedang tidak di kelas.
"Tadi waktu gue ke kantin, lo ngerti gak si Gi ngomong apa sama kak Ghea?" Yola memutarkan kedua bola matanya.
"Ck! Kalo gue tau, ngapain gue nanya!" decaknya malas.
"Jadii.. Gi tadi bilang kalo dia udah punya pacar La," tutur Azwa tanpa beban.
Deg
"Laa.." Yola menatap orang yang memanggilnya dengan raut yang tidak bisa diartikan.