webnovel

Menghadapinya

Semuanya gelap, sekitarku gelap, jubah hitamnya melambai-lambai selaras dengan debu yang beterbangan, hanya sosok yang masih berdiri inilah yang paling terang di antara kami semua. Apa yang kulihat ini? Wujud yang, tunggu, apa dia masih manusia? Percikan bara-bara api turut melayang keluar dari dalam bayangannya, mengudara terbang berhamburan dengan kedua tangannya yang terlilit rantai mengeluarkan kepulan asap, lebih tepatnya itu menyerupai rantai yang beruap. Jelas ini bukan sihir! Bukan pula semacam teknik penggabungan sihir seperti milikku dan Yyira, daya penghancur ini seolah sesuatu yang lain, perwujudan atas kekuatan yang tak bisa kumengerti.

Di luar sana, medan perang sudah sering kujajaki. Selalu akan ada celah yang bisa di manfaatkan, tak peduli sebanyak apa pun musuh dan rintangan yang menghadang. Namun, rasanya menghadapi hal semacam ini tak ubahnya sama saja dengan bunuh diri! Apa dia akan benar-benar akan menghancurkan Bartham? Memutar gumpalan awan di atas kami semakin terkumpul, porosnya terus berputar membayangi seluruh negeri dengan kegelapan. Hatiku tercekat setiap kali kobaran api di kedua pedangnya membesar. Pengap hawa yang kian memanas di sekitar area ini mungkin disebabkan oleh kedua perisainya. Entah asap hitam atau kepulan uap panas? Aku tak tahu, hanya saja aku menduga tameng baja berukuran raksasa itu memang mengeluarkan energi panas. Mungkin terkesan pelan, tapi rasanya kami semua semakin terpanggang di sini.

"Percayalah, itu cukup untuk menghancurkan seisi Bartham, lebih baik kita segera melarikan diri,"

Seakan menyadarkanku, terkesiap aku mendengar ucapan Yyira. Memang benar, tak bisa kubayangkan dampak kerusakan macam apa yang akan terjadi jika Bartham digempur kekuatan sebesar ini?. Apa Keturunan Montrea ditakuti karena kekuatan semacam ini? Tapi rasanya tidak, aku punya pandangan lain.

"Apa tak ada cara untuk menghentikannya? Lihat, pandangannya kosong! Sama sekali tak berkedip, apa ia tak sadarkan diri?" tanyaku pada Yyira dalam hati, setidaknya kita harus temukan cara untuk menghentikan amukannya.

"Ini terlalu berisiko, satu hantaman perisainya sudah cukup untuk menghancurkan tempat ini! Ellenia, ini bukan waktumu menerka-nerka seperti biasanya di medan perang," balas Yyira tak memberiku solusi.

Apa karena ucapan Raja Ramon terkait berlakunya hukum Montrea yang membuatnya hilang kendali? Aku memang tak tahu apa yang sudah ia lalui di luar sana selama ini. Seandainya aku punya cukup kuasa dan keberanian, aku pasti juga menentang aturan terkait penangkapan Keturunan Montrea. Tapi di satu sisi, aku masih Prajurit Bartham. Aku akan menghadapinya, tak seharusnya negaraku yang sudah ikut bertumpah darah di medan Perang Empat Kerajaan dihancurkan begitu saja, masih kupercayai harapan yang selalu kubawa dalam setiap peperangan.

"Hei! Kau mau ke mana?"

Mungkin Yyira terkejut karena aku tiba-tiba berlari menerobos orang-orang di sekitarku, segera kuturuni tangga disudut ruangan, bergegas menuju pelataran. Dari sini aku bisa melihatnya mulai melangkah ke depan, seakan tak menghiraukan acungan tombak dari kerumunan prajurit yang mengepungnya. Semua ini harus kuhentikan secepatnya! Kucoba mempercepat langkahku, menahan pergerakannya dengan perintah-perintah api sepertinya cukup untuk mengulur waktu.

"Yyira, bersiaplah! Keluarkan Tombak Astrapara, akan ku...."

ZLLLLLAAAAAAARRRRRRRR!!!

"Astaga!"

Baru saja kusiapkan sebuah rencana, tiba-tiba salah satu pedang besarnya berayun dari samping. Bisa kurasakan tubuhku terdorong, terhempas kobaran api dari pedangnya.

BRAAAKKK!

Cukup keras rasanya saat tubuhku menghantam dinding ruangan. Kucoba bangkit seraya melangkah keluar, serasa tak percaya saat ku menyadari apa yang sudah terjadi di pelataran, terlambat sudah!. Sama sekali tak ada tanda-tanda keberadaan dari segenap Prajurit Bartham yang mengepungnya, tak luput kereta perang beserta kuda-kudanya hilang tanpa jejak. Kumpulan abu yang beterbangan menjadi bukti terakhir atas keberadaan mereka, yang benar saja? Semua terbabat habis raib dalam satu serangan.

Kekuatan macam apa yang kuhadapi sekarang? Seolah paham aku terdesak, dengan cepat Yyira segera mengeluarkan tangan besarnya yang membawa Astrapara. Meski aku tak pernah terang-terangan menunjukkan tombak berapi ini pada seluruh Pasukan Bartham, tapi itu tak penting lagi sekarang! Fokusku hanya menyadarkannya untuk saat ini. Aku percaya dengan kekuatanku, EILLE, Saputangan merahku, harapanku ke depannya, aku harap ia segera tersadar dari semua kegelapan di hatinya.

ZRRAAAPPPP!!!

"Perintah Api, Pembatasan!"

"Ini tak cukup! Perintah Api, Penjeratan!"

ZRRRRUUUUOOOOHHHHH!!!

Bertepatan dengan Astrapara yang dilesatkan Yyira, tanpa basa-basi segera kulakukan teknik penyelarasanku. Seirama dengan jari yang kugerakkan, tiga lapisan kobaran api berbentuk dinding muncul di hadapannya, aku tak ingin ia melangkah lebih jauh lagi. Tak lupa kuwujudkan kobaran api dari Astrapara menjadi penjerat yang mengunci tubuh beserta empat tangan besarnya. Ini akan menahannya untuk sementara waktu.

Ini kesempatan! Kulihat beberapa Algojo dan Pasukan Bartham terperangah dengan teknik yang baru saja kulancarkan. Raja Ramon juga sedang melihatku, tapi kenapa ia malah tak mengambil tindakan sama sekali? Apa karena takut? Yang benar saja, pasti bukan itu.

"Jangan diam saja! Segera kita serang bersamaan, giring dia menjauh dari Istana Pusat, aku yang akan melakukan sisanya!" seruku yang tak bisa menunggu lebih lama lagi.

Sesaat mereka semua saling pandang. Sepertinya beberapa prajurit tampak ragu dengan rencanaku, hanya sedikit orang yang mau menyusulku turun ke pelataran. Aku tak yakin ini akan berhasil atau tidak? Meski beberapa orang yang menyusulku ini sudah termasuk ratusan, tapi yang kita hadapi adalah sesuatu yang tak bisa dianggap remeh.

Jubah-jubah merah tiba-tiba terjun berjatuhan dari atas istana, berhamburan sosok eksekutor ini yang langsung bersiap mengambil posisinya masing-masing. Tampak memenuhi separuh pelataran, Para Algojo sontak unjuk kebolehan dengan memunculkan puluhan tembok baja berduri tepat di hadapan dinding pembatas yang kubuat, runcing durinya mungkin akan mereka gunakan untuk mendorong Randra. Iringan angin kencang juga tak luput dari seruan yang menggema lantang, terdengar ramai derap langkah kuda berlarian di bawah hamparan langit gelap Bartham, lemparan segenap tombak yang mereka lontarkan, langsung melesat mengudara ke arah Pemuda Montrea ini. Aku harap ia akan bereaksi dan menjauh, saat itu juga akan kulakukan rencanaku, ini satu-satunya harapanku sembari terus mengawasi keadaan.

"Benarkah? Hanya begini?"

Terdengar suara berat tanpa wujud itu bertanya, aku tahu itu Silbi. Namun, aku tak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan dengan mengontrol kesadaran Randra? Sengaja melindungi Pemuda Montrea ini agar tak tertangkap? Kekuatannya tak masuk akal, setelah ini selesai, akan kucari tahu lebih lanjut.

"Lakukan sekarang!"

Perintahku pada Para Algojo, mereka sontak memajukan puluhan tembok berduri itu ke arah Randra, tiga lapis penghalang apiku pun turut mengikuti terjangan tembok-tembok tersebut. Semakin kukencangkan jeratan apiku, tubuh beserta empat tangan besar itu harus terkunci pergerakannya. Kulihat tombak-tombak yang dilesatkan pun mulai berjatuhan mengenainya, andai Para Pengawal Pribadi Raja juga turun tangan, aku yakin bisa membalik keadaan.

Inilah penentuannya! Mewujudkan sifat Astrapara yang mengekang, teknik tertinggi dari Perintah Api yang mampu kukuasai. Kurasakan kedua jariku yang kuarahkan ke depan mulai memanas, tidak, ini belum seberapa! Hanya aku yang bisa membuka dan menutup teknik ini.

"Kau siap?" tanya Yyira meremehkan tekadku.

"Tentu, Perintah Api, Penyegelan!" jawabku yang langsung menyerang tanpa basa-basi.

ZRRRRUUUUUAAAKKKKK!!!

Bara api muncul membakar ujung jariku, perlahan ini semakin menjalar ke belakang. Mengelupas daging beserta kulitku menjadi bagian-bagian kecil, panas! Apinya semakin menjalar seakan ingin menggerogoti tanganku sampai pangkalnya. Tapi teknikku berhasil! Melesat kobaran merah itu ke arah Randra yang langsung membakar area di sekitarnya, puluhan tembok baja dan seluruh tombak yang mengenainya leleh melebur di satu titik yang menguncinya. Api yang berkobar semakin besar, merekah bermekaran mawar-mawar dari api. Jangan harap bisa lolos, ini adalah teknik penyegelan dari gabungan sihirku dan Yyira. Tapi rasanya tempat ini semakin panas saja.

DUUUUUUUUAAAAAAARRRRRRR!!!

"Hei, Tidak!" pekikku yang tiba-tiba terhempas angin kencang ke belakang.

Sama sekali aku tak menduga akan ada ledakan di hadapanku! Layaknya daun gugur jatuh berserakan. Seluruh barisan yang menghadangnya terpecah belah, dengan mudahnya sekejap mata ia porak-porandakan. Untungnya kami semua masih hidup, untungnya ledakan tadi mengarah ke atas. Sekali lagi, kucoba bangkit memerhatikan sekitarku. Ini sakit, tanganku benar-benar hilang terbakar sekarang. Hah? Kulihat ada sesuatu yang melesat ke arahku.

GRRUUUAAAKKKK!!!

Apa-apaan!? Membesar bola mata ini kala Astrapara dikembalikan padaku, Tombak Raksasa itu langsung merobohkan Istana Pusat yang terkena hantamannya. Hilang sudah bagian tingkat dari dua bangunan di sisi timur, hanya gemuruh pung-puing yang berjatuhan, aku tak ingin menebak bagaimana nasib mereka yang tak sempat menghindar? Sial! Kenapa semua usaha ini malah berbalik menjadi petaka.

"Hahaha, berani Sekali, sadari posisimu makhluk lemah!"

Kembali suara tanpa wujud itu berseru dengan keras, kuperhatikan kedua tangan besarnya dengan leluasa memutar-mutarkan pedangnya yang menyala-nyala, yang benar saja! Apa seranganku sama sekali tak berpengaruh apa-apa?. Nyaring bunyi baja terdengar kala kedua perisainya dihantam-hantamkan seakan menantang, ledakan besar tadi mungkin juga terdengar ke seantero negeri. Saat mereka yang terhempas menyadari apa yang dilawannya adalah hal yang di luar nalar, tanpa arah Pasukan Bartham langsung bangkit berlarian. Ketakutan itu terpampang jelas di setiap wajah mereka, aku bahkan tak tahu apa yang Raja Ramon lakukan sekarang? Semerbak hawa panas dari pedangnya semakin menjadi-jadi, semuanya semakin kacau saja di mataku.

Kenapa semua orang meninggalkanku di sini? Semudah itukah menggoyahkan hati manusia? Kurasakan tempatku berpijak mulai bergetar bersamaan sosok Randra yang semakin mendekat, apa ini? Apa akan terjadi longsor?. Kulihat kedua pedangnya bersiap dalam posisi menyerang, bahkan lidah-lidah api kini muncul dari dalam bayangannya. Aku tak takut! Hanya saja aku tak ingin dengan mudanya, hanya pasrah.

"Sudah kubilang, kan? Sekarang lekaslah berlindung, masalah tanganmu bisa kuatasi," ucap Yyira menyadari aku tak mampu berbuat banyak.

Ya, aku paham kau bisa menyembuhkanku, ini sudah sering terjadi. Tapi tak bisakah kita menghentikan omong kosong ini? Meski aku tak begitu percaya pada dewa-dewa seperti mereka, tapi ini tetap tanah airku, tempat kelahiranku, aku hanya ingin... ayolah, jangan sekarang! Kenapa aku malah teringat Ibu di saat-saat seperti ini?. Hawa hangat itu, tentu aku mengingatnya. Tunggu sebentar! Apa? Ini? Ini sapu tanganku!