webnovel

Mawar Putih

Sebelum mulai bekerja, dara lebih dulu menonaktifkan ponselnya untuk menghindari jave sementara waktu. Rasa kecewanya pada lelaki itu masih melekat di batinnya.

[Kampus]

Dean tengah berkerumun dikantin bersama beberapa temannya. Matanya tak lepas menatap ponsel di genggamannya, membuka roomchat bersama dara. Gadis itu sudah dua hari ini tak membalas pesannya, setelah pertemuan terakhir mereka malam itu.

Dean tampak gelisah, menggerak gerakkan satu kakinya dibawah meja. "Apa gue samperin aja ya" batinnya.

Pandangannya beralih pada karel yang tengah bergurau dengan yang lain. Sadar ditatap cukup lama, karel akhirnya menoleh.

"Lo kenapa liatin gue terus? Ntar naksir lo sama gue" ucap karel setengah tertawa.

"Sejam lagi ikut gue" ujar dean singkat.

"Okee broo" jawab karel semangat.

Tentu karel tak menolak ajakan dean. Ikut dengan lelaki itu, dia pasti akan mendapat traktiran.

Karel sebenarnya dari keluarga cukup berada, namun tak sekaya raya dean. Tak heran jika dirinya juga bisa berada di satu kampus yang sama dengan lelaki itu, tanpa beasiswa. Prinsipnya selama ada gratisan, kenapa tidak?

Jave dan jeanny memasukin kantin, duduk disalah satu meja.

Ya, mereka sekampus dengan dean. Namun, jave berbeda jurusan dengan jean dan lelaki itu.

"Gimana lo sama dara? Ada kemajuan?" tanya jeanny sembari mengaduk pelan ice lemon tea miliknya yang datang lebih dulu sebelum makanan pesanannya.

"Dia marah banget sama gue" ucap jave lesu.

"Hah? Emang lo ngapain? Lo apain dara? tanya jeannt heboh.

Jave mengedikkan bahu, tertunduk menatap ponsel di tangannya. Sejak kemarin, dara enggan membaca apalagi membalas pesan memburu darinya.

Jeanny menghela nafas kasar, menatap sinis lelaki dihadapannya itu. Dia yang awam dengan sikap dara, juga tak bisa menerka apakah gadis itu akan memaafkan jave, entah kesalahan apa yang telah lelaki itu perbuat.

Jave memandang sejenak pada kerumunan dean yang riuhnya mendominasi hampir seisi kantin. Bukan hal yang baru lagi baginya. Dia lalu beranjak meninggalkan jeanny sendiri.

[04,30 p.m]

Gian yang baru tiba dari mengantar pesanan, menatap heran pada dara yang tengah duduk termenung didepan. Lantas dia menghampiri gadis itu, menyodorkan sebotol minuman dingin.

Tak mendapat respon dari dara yang masih belum menyadari kedatangannya, gian menyentil agak keras kening gadis itu dan berhasil membuatnya kaget.

"Sakit bego bang" protes dara kesal sembari mengusap dahinya yang agak memerah.

Dara lalu mengambil botol itu, meminum beberapa teguk membasahi tenggorokannya.

"Hari ini kita tutup cepet. Gue ada urusan, lo gak boleh balik malem lagi" jelas gian.

Dara mengangguki perkataan lelaki itu. Kejadian kemarin malam, membuatnya cukup jera. Setelah menceritakan hal itu pada gian, lelaki itu setengah marah padanya karena tak menurut.

Karel sejak beberapa menit lalu telah menunggu dean, duduk setengah bersandar pada kap mobil mewah milik temannya itu.

Sedetik kemudian, dean muncul dan langsung masuk kedalam mobil disusul karel lalu mengendarainya keluar dari kampus.

Namun setibanya didepan florist, dean melihat pintu disana telah tergembok. Sebuah signboard berukuran sedang bertuliskan CLOSED tergantung ditengahnya.

"ARGGHH sial! Gue telat!" erangnya kesal memukul kasar setir.

Karel disampingnya kaget refleks mengelus dada menatapnya.

Dean terdiam beberapa saat, menoleh pada lelaki disampingnya. Dia akan pergi kerumah dara, namun tak ingin datang bersama karel.

"Nah apalagi kali ini" batin karel.

"Lo turun sini aja, gue ada urusan" ucap dean sembari mengeluarkan tiga lembar uang ratusan, diberikan pada karel.

Mata karel seketika berbinar bersamaan gurat senyum lebar terukir diwajahnya menatap uang itu ditangannya. Lantas dia bergegas turun.

Karel menepuk keras keningnya saat beberapa detik mobil dean melesat pergi. Dia baru teringat motornya masih berada diparkiran kampus. Dengan terpaksa karel memecah uang itu yang tadinya akan digunakan makan enak dan mahal, nluntuk naik taxi online kembali ke kampus.

Dan lagi, dean kembali dibuat kecewa saat mengetuk berulangkali pintu rumah dara, tak kunjung ada yang menjawab. Saat mengintip kedalam, tampak gelap disana.

"Gak ada orang?" gumamnya

Dengan langkah berat, dean kembali memasuki mobil meninggalkan rumah dara.

[Gramedia]

Jeanny tengah menemani dara mencari beberapa peralatan lukis gadis itu. Setelah dirasa cukup puas, mereka memutuskan mampir ke sebuah cafe disebelah gedung itu sebelum pulang meski awalnya dara menolak ajakannya.

"Kalo lo mau ngomongin jave, gue pulang" ketus dara.

"Gak, elah. Galak amat" sanggah jeanny.

Beberapa lelaki muda yang nongkrong disana, sesekali melirik ke arah mereka cukup lama dengan tatapan penuh goda.

Beberapa diantaranya bahkan juga datang bersama kekasih mereka. Namun dengan tak tau malunya, lelaki lelaki itu masih berani mencuri pandang kearah dua gadis cantik itu.

Dara yang menyadari hal itu, merasa sangat risih. Terlebih, gadis yang bersama para lelaki itu melemparkan tatapan sinis padanya.

"Gue balik deh jean, ngantuk banget" ucap dara setelah menyesap habis minumannya.

Dara beranjak disusul jeanny yang mengerti maksud ucapan gadis itu.

"Susah emang kalo orang cakep" jeanny setengah berseru sengaja mengencangkan volume suaranya, melirik pada gadis gadis yang sejak tadi tampak tak menyukai keberadaan mereka.

Dara langsung menyenggol lengan gadis disampingnya itu, agar diam.

[11,30 p.m]

Dean duduk dipinggiran balkon sambil menghisap rokok, menatap langit yang tak banyak bintang malam itu.

Kepalanya masih dipenuhi oleh sikap dara yang terkadang seakan menumbuhkan harapan baru untuknya, namun juga terkadang membuat angan angannya patah begitu saja.

Dia terus menghubungi dara, namun ponsel gadis itu masih tak aktif apalagi membalas pesannya yang masih berstatus centang satu itu.

Dean membuang puntung rokok, mengacak rambutnya frustasi. Dia tak tahan terus menerka hal negatif yang membuat pikirannya semakin berkecamuk.

Ketertarikan pada dara semakin menjadi setiap harinya, terlebih saat bertemu dengan gadis itu. Dean telah merenungkan segala cara untuk lebih dekat dengan dara, namun semuanya terasa percuma melihat sikap aneh gadis itu kemarin.

Mengapa dara tampak ketakutan? Apa yang terjadi dengan gadis itu? Mengapa setelah dara memeluk dirinya malam itu, gadis itu kini menghilang tak memberinya kabar? Apa yang salah dengan dirinya?

Pertanyaan beruntun itu terus membayangi kepala dean. Dean tak pernah seperti ini sebelumnya hanya karena seorang perempuan yang bahkan belum terlalu dia kenal.

Sementara jave tampak acak acakan didalam kamar. Setiap kali gadis itu marah padanya, dia akan terus menyalahkan dirinya sendiri hingga terkadang juga sampai melukai dirinya seperti saat ini.

Buku buku tangannya tampak memar memukul dinding. Dia tak bisa menahan diri lebih lama untuk tak bertemu dara entah sampai kapan gadis itu akan memaafkannya.