webnovel

Dandelion.

Menaruh harap kepada orang lain adalah suatu kesalahan besar. -Anna Mengisahkan tentang seorang gadis yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Kerasnya hidup yang harus dijalani memaksanya menjadi pribadi yang kuat. Belum lagi, pada malam ulang tahun kekasihnya, Anna mendapati sang pujaan hati bermain bersama wanita lain. Hatinya hancur tak tersisa. Namun di malam yang sama, secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata adalah pemimpin sebuah perusahaan besar. Melalui malam dengan pria yang tidak dikenalnya, terbangun dipagi hari dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun membuatnya kaget sekaligus takut. Sejak malam itu, Anna menghilang. Apa yang akan terjadi selanjutanya? Silahkan dibaca..

Gloryglory96 · Teen
Not enough ratings
311 Chs

Bab 16. Mau Pulang?

Berjalan beriringan, Anna sedikit menjaga jarak dari Devan.

Memasuki lift, satu persatu pria dan wanita yang bersama pasangannya ikut masuk, hal itu terus terjadi hingga lift nyaris penuh. Beberapa dari mereka nampaknya tamu di hotel ini, sedang yang lain, jika dinilai dari penampilannya bisa ditebak bahwa mereka akan pergi ke suatu pesta, ataukah mungkin juga sedang menuju pada pesta yang yang sama dengan yang akan dituju Anna dan Devan.

Anna yang berdiri di pojok paling belakang, merasa tidak nyaman.

Sedang Devan, pria itu sedikit menunduk dan menyembunyikan wajahnya. Bisa repot jika ada yang mengenalinya di tempat sempit seperti ini.

Ketika lift akan kembali tertutup, sepasang kekasih kembali muncul.

Devan yang melihat siapa kedua sosok itu melalui ekor matanya segera mengambil langkah ke depan, tepat di depan Anna kemudain berbalik menghadap gadis itu dengan kedua tangan bertumpu pada sisi lift, seolah sedang mengurung gadis itu.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Anna sedikit berbisik, sedikit mendongak ke arah pria di depannya. Tubuh mungilnya hanya sampai pada dada bidang pria itu. Sehingga saat ini, pandangannya hanya dipenuhi oleh pria yang tiba-tiba mengurungnya.

"Kau sangat ane..." Telunjuk Devan bergerak, menyentul bibir gadis itu untuk tidak bersuara lagi.

Beberapa orang nampak sesekali berbalik melihat sepasang kekasih di belakang mereka. Termasuk dua sosok yang baru saja bergabung.

Dua orang itu adalah Brian dan seorang wanita yang jika dinilai dari gerak geriknya, nampaknya dia adalah kekasih dari pria itu.

Ya, siapapun akan berpikir seperti itu sebab tangannya yang bergelayut manja pada lengan Brian.

Beruntung Devan memiliki postur tubuh tinggi sehingga bisa lebih cepat melihat kedua sosok itu lebih dulu dari Anna.

Devan sangat tahu bagaimana gadis dalam kungkungannya saat ini begitu menghindari pria itu.

Ting....

Pintu lift terbuka.

Semua orang segera keluar dari sana, kecuali Devan dan Anna.

Pria itu yang masih di posisinya membuat seorang Anna menaikkan salah satu alis kebingungan.

"Apa yang kau lakukan?"

"Cepat, menyingkir. Kamu terlalu dekat membuat mataku sakit," ucap Anna.

Devan masih tetap pada posisinya hingga lift kembali tertutup. Dan disaat itu pula, pria itu kembali ke posisinya semula di samping Anna.

"Mau pulang?" tanya Devan tiba-tiba membuat kerutan di kening Anna semakin jelas.

Apa maksud pria itu mengatakan hal seperti itu? Memaksa menemaninya ke pesta dan mereka bahkan belum sampai pada tujuan dan sudah di ajak pulang?

Bukan hanya itu, Anna sudah mengorbankan pekerjaannya hanya untuk menghadiri pesta yang sama sekali tidak berguna baginya dan tiba-tiba saja diajak kembali.

"Apa kamu sedang bercanda padaku?" tanya Anna dengan nada suara tidak suka. Bukan tanpa alasan, sebab ia berada di tempat ini sekarang, itu semua karena pengorbanan besarnya.

"Tidak, errr aku hanya bertanya padamu, Anna," balas Devan.

"Aku sudah berada di sini dengan mengorbankan pekerjaanku dan sekarang kamu malah bertanya apa aku ingin pulang?" sarkas Anna.

"Hidupku tidak sebercanda itu, kau tahu?"

"Oke, oke. Baiklah. Kita tidak pulang," balas Devan segera.

"Kuharap, apapun yang terjadi di pesta nanti. Kamu tetap memiliki pendirian seperti ini," tambahnya lagi dengan helaan napas kasar.

Mendengar hal itu, Anna hanya diam tidak meresponnya lagi.

Devan kembali memencet tombol lift, tepat pada angka lantai yang mereka tuju. Dan kali ini hanya mereka berdua di dalam sana.

Lift kembali terbuka.

Dan di saat yang bersamaan, Devan meraih tangan Anna dan menautkannya pada lengannya.

"Jangan protes, Anna. Malam ini jadilah kekasihku. Itu aturannya mengikutiku ke pesta ini."

Gadis itu sebelumnya ingin protes namun segera di hentinkan oleh Devan. Dan apa katanya tadi? Mengikutinya ke pesta? Anna memutar bola matanya jengah.

"Aku tidak mengikutimu Tuan, kamu memaksaku," balas Anna kemudian dengan suara sedikit meninggi.

"Tapi kamu tidak mau pulang saat ku ajak tadi. Kupikir tidak ada orang yang merasa terpaksa dengan bersikap seperti itu, Nona," balas Devan tidak kalah.

Anna berhenti melangkah, membuat pria itu juga melakukan hal yang sama. Sangat jelas bahwa gadis itu tidak suka dengan ucapan Devan barusan.

"Ada apa? Hmm?"

"Hah, terserah kau saja," balas Anna merasa jengah. Melepaskan tangannya dari lengan Devan dan memutuskan berjalan terlebih dahulu. Ia merasa kesabarannya benar-benar diuji ketika bersama pria itu.

Namun, Anna baru mengambil beberapa langkah, dan Devan kembali menarik lengannya, hingga tubuh mungil itu sedikit tersentak dan kemudian menabrak tubuhnya. Membuat gadis itu mendongak, kembali menatapnya tajam.

"Wah...wah.. lihat siapa yang baru saja datang," suara seorang pria mengalihkan atensi Devan dan Anna.

Melihat ke asal suara, sosok pria sedang berjalan ke arah mereka dengan setelan casualnya. Dia adalah Leo. Sepupu Devan.

"Aku mengira kau tidak akan datang," ujar Leo menepuk pundak Devan.

"Ah siapa gadis kecil ini, Dev? Apa dia mainan barumu?" sambungnya lagi dengan nada suara sedikit berbisik pada kalimat terakhirnya.

"Jaga ucapanmu, Tuan," ujar Anna dengan nada suara tidak suka sembari mendorong tubuh Devan sedikit menjauh darinya.

"Wow... Baiklah, baiklah. Maafkan aku," balas Leo segera.

"Kenalkan, aku Leo. Sepupu Devan," ucap pria memperkenalkan dirinya.

"Devan?" gumam Anna dengan salah satu alis terangkat.

"Iya, pria yang bersamamu itu."

"Wooah... Jangan-jangan kamu tidak mengetahui namanya sama sekali?" tanya Leo dengan ekspresi syok yang dibuat-buat.

Anna tidak merespon ucapan pria itu, dan sebaliknya ia menoleh sejenak ke arah pria yang ternyata namanya adalah Devan.

"Astaga.... apa ini? Aku mengira kalian berdua sudah saling kenal. Padahal dari jauh kalian nampak benar-benar cocok," ucap Leo lagi terus berceloteh.

"Kami memang saling kenal," balas Devan singkat dan hal itu kembali membuat Leo melongo.

Devan membalas ucapannya lagi? Pria yang irit bicara itu membalas ucapannya? Apa ia sedang bermimpi?

"Ya lebih tepatnya mungkin hanya kau yang mengenalnya," ujar Leo setelah terdiam beberapa detik.

"Nona, apa yang dilakukan pria ini padamu? Apa dia mengancammu untuk ikut ke sini?" tanya Leo dengan maksud ingin menggoda sepupunya.

"Dia memang mengancamku," balas Anna singkat. Dan hal itu berhasil membuat seorang Leo tertegun di tempat. Balasan gadis itu benar-benar di luar dugaannya.

Apa lagi ini? Wah, dunia benar-benar sudah gila. Devan mengancam seorang wanita untuk jalan bersamanya? Benar-benar kejadian yang sangat langka.