webnovel

Dandelion.

Menaruh harap kepada orang lain adalah suatu kesalahan besar. -Anna Mengisahkan tentang seorang gadis yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Kerasnya hidup yang harus dijalani memaksanya menjadi pribadi yang kuat. Belum lagi, pada malam ulang tahun kekasihnya, Anna mendapati sang pujaan hati bermain bersama wanita lain. Hatinya hancur tak tersisa. Namun di malam yang sama, secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata adalah pemimpin sebuah perusahaan besar. Melalui malam dengan pria yang tidak dikenalnya, terbangun dipagi hari dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun membuatnya kaget sekaligus takut. Sejak malam itu, Anna menghilang. Apa yang akan terjadi selanjutanya? Silahkan dibaca..

Gloryglory96 · Teen
Not enough ratings
311 Chs

Bab 13. Kegigihan Anna

"Buatkan makanan sebelum pulang," ucap Devan menutup pintu kamar. Ia bahkan tidak menunggu respon dari wanita paruh baya itu.

.

.

.

"Terima kasih," ucap Anna setelah menghilangkan rasa hausnya.

"Aku mau pulang," tambahnya lagi kemudian berusaha berdiri, namun kembali jatuh ke ranjang karena perasaan pusing yang mendera kepalanya.

Melihat hal itu, Devan berbalik dan segera keluar dari kamar. Terdengar ia mengubungi seseorang dan kemudian kembali masuk dan duduk di salah satu sofa di ruangan yang sama dengan Anna.

"Istirahatlah, jangan banyak bergerak," ujar Devan sembari memainkan ponselnya

"Aku mau bekerja."

"Dengan keadaan seperti itu?" salah satu alis Devan terangkat.

"Aku akan kehilangan semua pekerjaanku jika tidak segera pergi."

"Aku tidak mau mati kelaparan," tambahnya lagi

"Kedua orang tuamu kemana?" tanya Devan.

"Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi sekarang," cicit Anna namun masih mampu mencapai indra pendengaran Devan.

"Maksud kamu mereka sud...."

"Ibuku meninggal karena kanker lima tahun lalu, sedangkan Ayahku...Aku tidak tahu dimana pria itu sekarang berada," potong Anna. Entahlah ia juga bingung mengapa menceritakan semua tentang keluarganya kepada pria itu.

"Bukannya kamu sudah memiliki pria yang tadi itu?" kekeh Devan.

Segera Anna mendelik ke arah pria itu dengan tatapan tidak suka.

"Jangan membahasnya lagi. Aku tidak suka."

"Memangnya kenapa? Jika aku perhatikan, kalian nampaknya memiliki hubungan spesial satu sama lain," ucap Devan sembari meletakkan poselnya.

Mendengar hal itu, Anna menundukkan kepalanya. Diamnya gadis itu menyiratkan bahwa ia sangat enggan membahas pria yang dimaksud Devan.

"Baiklah lupakan dan maafkan aku," ucapnya kemudian.

"Jadi bagaimana pekerjaanmu? Bukannya tadi pagi kamu sudah seharusnya bekerja?"

Anna mendongak, manik matanya menatap Devan yang ternyata saat itu juga sedang menatapnya. "Dan gara-gara kamu, aku di pecat," ucap gadis itu dengan nada suara sedikit serak.

"Eh? Apa salahku?"

"Tidak. Lupakan," balas Anna mengusap wajahnya, nampak sangat frustasi.

Devan penasaran dengan gadis yang sedang bersandar di ranjangnya itu. Namun entah bagaiamanpun ia mencoba bertanya, Anna selalu menolak atau bahkan enggan untuk menjawabnya.

"Baiklah, sepertinya terlalu berlebihan jika aku bertanya semua tentangmu, Maafkan aku," ucap Devan. Seperti bukan dirinya saja, ini pertama kali baginya merasa penasaran tentang seorang wanita.

"Aku harus bekerja, apapun yang terjadi," ujar Anna setelah diam beberapa menit. Dengan gerakan yang sangat pelan, gadis itu perlahan bangkit dari posisinya dan berdiri.

Salah satu alis Devan terangkat. "Bukannya kamu dipecat?"

"Aku masih memiliki dua pekerjaan, tidak. Mungkin hanya tersisa satu lagi sebab aku berada di sini sekarang," balas Anna mencoba melangkah perlahan menuju kamar mandi dengan tangan yang berpegangan pada tembok.

"Sebenarnya ada berapa pekerjaanmu?"

"Bukan urusanmu."

"Apakah dipikiranmu hanya ada bekerja dan berkerja?"

"Aku tidak sepertimu, Tuan. Jika aku tidak bekerja, aku tidak bisa makan. Berhenti menghalangiku, aku bisa kehilangan semua pekerjaanku jika terus berada di sini." sarkas Anna dengan salah satu tangan memegang pelipisnya yang mulai berdenyut.

Devan menghela napas kasar, tak tahu harus menjawab seperti apa dan hanya pasrah membiarkan gadis itu melakukan semua keinginannya.

Melihat waktu yang menunjukan setengah enam, Devan segera beranjak dari kamarnya.

Namun langkahnya bahkan belum mencapai pintu, dan suara orang terjatuh berasal dari kamar mandi membuatnya segera menoleh dan berlari ke asal suara.

"Anna, apa yang terjadi?" teriak Devan dari luar.

Tak ada suara dari dalam, membuat Devan panik dan kembali menggedor-gedor pintu.

Sementara di sisi lain, Anna yang berada di dalam kamar mandi kini terduduk lemas bersandar pada tembok di bawah guyuran shower.

Beberapa detik yang lalu, ia tersandung kakinya sendiri dan terjatuh. Kini pakaiannya basah semua bahkan badannya sudah ikut kedinginan, niat awalnya ia hanya ingin mencuci wajahnya namun siapa sangka akan berakhir seperti ini.

Suara pria yang berasal dari luar membuat keningnya berkerut. Sangat berisik, menambah rasa pusing di kepalanya saja.

"Haish berisik. Aku tidak apa-apa," teriaknya segera menghentikan aksi pria itu.

Devan yang mendengar suara Anna dari dalam tidak mau percaya begitu saja, ia segera mencari kunci seret untuk membuka ruangan itu.

Cekklekkk

Pintu kamar mandi terbuka, dan nampaklah Anna yang sudah basah kuyup sedang bersandar di dinding.

"Ya ampun, Anna."

"Aku tidak apa-apa," ucap Anna dengan nada suara sangat lemah.

Devan tidak memperdulikan ucapan gadis itu, segera ia menggendong tubuh mungil Anna dan membawanya ke atas ranjang, ia bahkan tidak peduli jika ranjangnya akan basah.

"Tunggu di sini, jangan bergerak." Usai meletakkan tubuh Anna dengan hati-hati, ia beranjak keluar dari ruangan.

***

Beberapa menit telah berlalu, Devan kembali masuk ke kamarnya untuk melihat keadaan Anna setelah pelayannya pamit dari sana. Ya, pria itu meminta asisten rumah tangganya untuk mengganti pakaian yang Anna kenakan dengan miliknya yang baru.

Sebuah nampan berisi makanan dengan asap yang masih mengepul tergeletak di atas nakas tepat di samping Anna.

Gadis itu sudah berganti pakaian, menggunakan kemeja Devan. Bahkan seprei dan selimut di ranjang itu sudah terganti dengan yang baru.

"Masih berpikir untuk bekerja?"

"Mungkin setelah istirahat sebentar, aku akan baik-baik saja."

Devan menghela napas mendengar ucapan Anna. Mengapa wanita itu sangat gila bekerja? Bahkan ketika kondisinya seperti itu.

"Terserah, tapi makanlah dulu," ujarnya.

"A-aku ...."

"Makan atau aku akan menyuapimu," potong Devan segera.

Segera Anna meraih nampan yang ada di sebelahnya dan melahap makanan yang telah di sediakan oleh wanita paruh baya yang membantunya mengganti pakaian beberapa saat lalu.

"Ini untukmu," ucap Devan menghampir Anna setelah wanita itu menyelesaikan ritual makannya.

"Itu adalah konpensasi dariku," sambungnya lagi.

"Apa ini?" tanya Anna menerima sebuah kertas yang ternyata adalah sebuah cek dengan nominal angka seratus juta tercetak di sana.

"Apa maksudnya ini?"

"Sudah aku bilang itu adalah konpensasi dariku. Bukankah sebelumnya kamu mengatakan bahwa gara-gara aku kamu dipecat? Ini adalah caraku bertanggung jawab."

"Aku akan merasa sangat bersal..."

"Aku menolak," potong Anna segera. Penyebabnya ia di pecat bukan sepenuhnya salah dari pria itu, namun murni dari dirinya sendiri.

Lantas hal apa yang membuatnya pantas menerima cek dengan jumlah yang begitu besar. Seratus juta? Meskipun pria itu sangat kaya, bukan berarti ia juga harus menghambur-hamburkan uang dengan seenaknya seperti ini.

"Itu bukan salahmu. Itu karena kebodohan dan kecerobohanku. Ambil kembali," ujar Anna mengembalikan cek itu kepada empunya.

"Jangan menolaknya atau aku akan melaporkanmu pada polisi karena mencuri pakaianku," ucap Devan. Anna adalah satu-satunya perempuan yang menurutnya sangat aneh. sebab jika biasanya ia memberikan uang dengan jumlah berapapun, para wanitanya tidak akan menolak.

Padahal sudah sangat jelas, bahwa wanita yang ada di depannya saat ini sangat membutuhkan uang. Menolak cek itu, jika bukan aneh lalu apa?