-------------
Tak lama kemudian di dalam kamar HongEr.
"Aww sakit kak pelan-pelan donk" Hong merintih saat tangan Fei terus mengoleskan minyak gosok ke kakinya yang biru.
Fei menatap Hong tajam, ia masih kesal, Hong tahu salah hingga hanya menundukkan kepalanya sambil mengembungkan mulutnya.
"Masih tahu sakit? Tadi kenapa sok jadi pahlawan, menurut DaHuang suatu keberuntungan ajaib karena kudanya menahan diri untuk tidak melempar tubuhmu ke depan, dengan kondisi kaki kuda seperti itu sungguh sangat aneh"
Hong melirik wajah Fei yang marah, ia mendumel.
"Kudanya tidak berniat begitu kak, memang kakinya sedang sakit seperti Hong"
DaHuang masuk kembali membawa obat yang selesai direbusnya.
"Tuan muda"
Fei menaruh obat urut ke atas meja di samping ranjang, ia agak tersentak melihat sesuatu di dalam bejana di atas meja, ia berdiri cepat menghunuskan pedangnya.
"Apa itu? Adik kenapa kau menyimpan hewan berbahaya itu di dalam kamar"
DaHuang ikut bersiaga, mencoba melirik apa yang ada di dalam bejana perunggu kecil di atas meja, Hong berusaha mendekat tapi kakinya masih sakit.
"Jangan dibunuh kak itu XiaoHei"
Fei dan DaHuang saling melirik, ular berukuran kecil dengan warna hitam mengkilap itu terlihat berbahaya, bagaimana HongEr bisa memiliki hewan berbahaya itu?
"Itu bukan milikmu Khan Hong? Katakan apa punya pangeran Yo juga?" Tanya Fei, Hong terkejut, kakaknya itu pintar sekali kenapa bisa sekali tebak langsung benar? Tapi ia tidak boleh mengatakannya.
"Eh itu, eh XiaoHei datang malam kemarin, tiba-tiba waktu pagi sudah tidur di samping HongEr, tidak tahu punya siapa"
Fei melihat Hong dengan mata sipit curiga, ia memeriksa tubuh adiknya, dua tangannya, lehernya, di mana saja, tidak ada luka gigitan sama sekali.
"Hong tidak apa-apa kak"
Fei berdiri dari duduknya mendekati DaHuang, ia mengambil sesuatu menutup bejana agar ular tidak keluar.
"DaHuang, bawa ular ini ke pihak pawang istana, tanyakan sebenarnya ular ini milik siapa, mereka pasti akan mengetahuinya dengan cepat"
Hong mencegah DaHuang saat mengambil bejana itu.
"Kak jangan, kasihan XiaoHei, Hong tidak apa-apa kak biarkan saja ia di sini yah kak"
Fei melepaskan pegangan Hong pada pakaian DaHuang.
"Ini ular berbahaya dik, kalau memang pangeran Yo sengaja memancing ular itu ke kamarmu berarti ia ada niat jahat padamu, bagaimana kalau ia benar menggigitmu? Ini beracun, orang itu harus diberi pelajaran"
Hong masih menahan pakaian DaHuang.
"Jangan kak, biarkan saja, Hong mohon, jangan sampai semua orang tahu, kalau, paman Kaisar sampai tahu, Hong takut, terjadi hal buruk pada pangeran Yo"
Hong ingat apa yang dibicarakan paman Kaisarnya dengan pangeran Yo di belakang aula acara makan tempo hari.
"Aku dengar kau melecehkan Hong hari ini"
Pangeran Yo yang berdiri menundukkan kepala di depan Kaisar segera menurunkan tubuhnya cepat.
"Maafkan hamba Ayahanda karena tidak mengetahui soal Tuan muda Hong"
"Hong adalah pangeran muda, walau apapun yang terjadi posisinya jauh di atasmu, ingat keberadaanmu di sini karena Ibundamu menginginkan kau hidup jauh dari kekerasan istana timur Ayunda, jangan sampai kau kembali ke sana karena hal konyol" suara paman Kaisarnya yang dingin dan tegas, Hong tidak berniat mencuri dengar tapi ia sungguh kebetulan berada di sana, di belakang tiang di dalam aula.
Hong mempererat pegangannya pada pakaian DaHuang, DaHuang melihat tuan muda Fei-nya.
Fei menarik napas panjang.
Ia duduk kembali dengan kesal.
"Heh anak itu benar-benar kurang ajar"
Fei tahu bagaimana sifat paman Kaisarnya, walau memiliki beberapa anak dari selirnya yang berasal dari berbagai negeri tapi baginya putra-putrinya hanya ada beberapa saja, yang lain tidak begitu dekat dengannya, hingga ia tak segan menghukum anaknya yang menurutnya tidak ia sukai, ini akan sangat berbahaya bagi pangeran Yo kalau sampai Baginda tahu ia berusaha mencelakai Hong dengan segala cara.
Di kamar pangeran Yo.
Pangeran muda itu menggebrak meja kuat.
"Brukkk!"
"Kurang ajar! Bagaimana bisa anak itu selalu beruntung, kemarin XiaoHei tak berhasil melukainya dan kini kuda yang tinggi besar juga gagal, kalian benar-benar tidak becus dalam bekerja!"
WuEr yang berlutut di depannya tak berani mengangkat kepalanya, pangerannya itu mengamuk dan sekali lagi menjatuhkan semua barang yang ada di atas meja sambil berteriak.
"Akkh kurang ajar!!"
................
Klop klop klop klop.
Suara tapak kaki kuda.
Heeeee!!!
Di lapangan tempat berlatih ketangkasan pagi hari cerah itu.
TangYi berdiri bersama AYao di sampingnya, keduanya mengenakan pakaian untuk berlatih layaknya prajurit lainnya.
Fei dan DaHuang mendekat, hari itu mereka diajak berlatih panah dan tombak panjang salah satu senjata andalan Tang, walau sudah lama damai dan hampir tidak ada pertempuran lagi semenjak puluhan tahun lalu tapi latihan juga bagus untuk menjaga hubungan erat negara.
Putra Mahkota YangLe dan KaiLe ada di sisi lain bersama Tao dan pengawal pribadi putra mahkota ErTu. Pagi itu mereka juga akan ikut berlatih dan bertukar pengetahuan soal senjata andalan masing-masing negara.
"Kakak semangat!" Suara teriakan di atas kursi penonton, sudah tahu siapa yang berteriak begitu heboh di atas sana, HongEr dan TangWen yang menjadi penyemarak.
"Yang Mulia Putra Mahkota YangLe semangat!" Seru TangWen.
Hong melirik putri TangWen.
"Kak, kenapa tidak memberi semangat pada kak TangYi, kakak ini berpindah haluan"
TangWen melirik genit pada YangLe yang melambaikan tangan ke arahnya.
"Adik Hong kak Wen khan sudah jadi milik putra Mahkota Yang jadi harus mendukungnya donk, lagipula kak Yi khan sudah banyak yang mendukung"
YangLe yang berdiri di tengah lapangan bersama Kai di sampingnya melihat TangWen dan Hong lama, ingat apa yang baru ia sadari saat melihat Hong mandi di kolam belakang istana Giok kemarin sore, ia melihat sebuah tanda merah bulat di pinggang belakang Hong, tanda yang sangat dikenali olehnya.
Ia tersenyum melambaikan tangannya kembali pada TangWen.
Kai mendekat, ia melambaikan tangannya pada Hong yang kebetulan melihat ke arahnya.
"Adik Hong" pangeran muda itu melihat Hong dengan mata bersinar-sinar.
YangLe menoleh pada adik sepupunya, YangLe hampir tidak pernah melihat Kai sangat bergejolak akan sesuatu sejak ia kecil, sepupunya itu hampir tidak memiliki keinginan sebelumnya, ingat apa yang dikatakan Kai padanya di kamar beberapa waktu lalu.
"Aku, mungkin sudah jatuh cinta pada adik Hong, ia anak yang sangat manis, siapapun akan langsung menyukainya pada pandangan pertama, tapi, adik Hong benar sudah membawa hatiku bersamanya, he rasanya selalu ingin tersenyum kalau mengingat wajahnya"
Bukan hal aneh di negara Hua jika seorang pria ingin mempersunting anak laki-laki lainnya sebagai pasangan hidupnya, di Hua wanita dan pria hampir tidak ada bedanya, bahkan beberapa anak laki-laki terlahir jauh lebih rupawan dari anak gadis, hingga itu bukan suatu hal tabu lagi, YangLe merasa wajah Hong yang rupawan dan rambut berwarna merah menyala lebih mirip warga bangsawan Hua dibanding warga negara Tang pada umumnya, itu hal yang membuat YangLe terus bertanda tanya.
--------------------------