webnovel

Chapter 14

Tiga hari kemudian,

Di sebuah kediaman mewah milik salah satu pengusaha kaya di negeri ini. Sangat panjang rincian kemewahan rumah itu bila di jabarkan satu persatu. Garis besarnya rumah itu sangat megah bak istana. banyak barang -barang mewah di dalamnya. Fasilitas yang sangat lengkap dan memadai, terdapat taman kolam renang, mobil -mobil mewah yang pastinya dengan merek ternama di dunia, bahkan terdapat mobil yang hanya di miliki oleh empat orang di dunia.

Banyak pula pelayan -pelayan serta bodyguard dengan badannya yang besar- besar.

Namun sayangnya sang penghuni rumah selalu merasa kesepian.

Kedua orangtuanya selalu di sibukkan urusan masing-masing. Hanya sedikit waktu senggang yang mereka paksakan untuk menemui buah hati satu-satunya itu.

"Tuan muda sepertinya anda sudah agak sehat bugar kembali."

Tanya si pelayan tua.

Sang penghuni rumah yang hanya satu-satunya itu masih menggunakan tongkat penyangga tubuh untuk membantunya berjalan.

Kain perban yang melilit di beberapa anggota tubuhnya sudah di lepas.

Meminum anggur merah kesukaannya, lalu membanting gelas bekas minumnya.

"Prank," itu sudah menjadi tabiat kebiasaannya bila suasana hati kian kacau.

"Ambilkan aku segelas lagi"

"Tapi anda sudah minum terlalu banyak pagi ini tuan"

"Hhhaahh..!!!" Mana cepat..!!! "

"Itu akan menghambat proses kesembuhan anda yang mulai membaik"

"Dengar.. !! Keluargaku tak pernah melarang untuk berbuat sesuka hatiku. Kenapa kau berani melarangku. !!!"

"Ini demi anda tuan, demi kesehatan anda tuan muda."

"Ah persetan, tak usah sok peduli dengan keadaanku. Keluargaku pun tak pernah mempedulikanku."

"Mereka selalu menanyakan kondisi anda tuan."

"Arrgghhh... Diam!!"

Dia membanting tongkat penyangganya ke lantai. Spontan saja ketika melangkahkan kakinya berjalan, ia pun jatuh di atas lantai.

"Gedebug..!!"

Pelayan itu hendak menolong dirinya yang tersungkur di lantai.

Namun tangannya menepis pertolongan dari si pelayan.

"Jangan ganggu aku, aku bisa bangkit sendiri..!!!"

Sial rupanya kaki tuan muda masih terasa sakit, tak sanggup menopang berat tubuhnya sendiri , masih harus di bantu oleh tongkat penyangga tubuhnya yang tergeletak tak jauh dari jangkauannya.

Benaknya masih di rasuki kebencian terhadap kedua orang tuanya. Di tambah lagi masalah perkelahian tempo hari. Membuat pikiran semakin kacau, emosi yang meledak-ledak yang bisa saja meletus tanpa sebab di lampiaskan pada orang yang tak tahu menahu apalagi terlibat dalam masalahnya.

Sang pelayan hendak memberikan kabar baik ke padanya. Bahwa tuan besar pak Wijaya akan datang.

Namun Bastian tak merasa itu adalah hal baik. Cenderung biasa saja, tak peduli dia datang atau pun tidak ia sudah tak memperdulikan sama sekali.

Ia sejak kejadian kecelakaan itu, membuatnya kehilangan rasa sayang dan peduli pada ayahnya.

...

Ibu Aluna telah berdiri di depan tempat administrasi rumah sakit.

Iya tertegun melihat nota pembayaran rumah sakit yang telah di lunasi oleh seseorang.

"Apa , siapa yang melunasinya?"

Di liat kembali nota itu dengan seksama, ada keterangan yang menyebutkan bahwa yang melunasinya adalah keluarga Wijaya.

Siapa itu keluarga Wijaya? Dia tak pernah merasa tahu atau pun kenal.

Dia teringat dengan seseorang yang ikut terkapar dan di bawa bersama Nathan ke rumah sakit.

"Jadi anak itu dari keluarga Wijaya". Tapi Wijaya yang mana.

Aku jadi penasaran dengan keluarga itu.

..

ibu bersama Bagas menjemput Nathan di rumah sakit yang telah mendingan, dan bisa di bawa pulang ke rumah. Meskipun ia harus memakai Arm sling di tangannya.

Selama perjalanan ke rumah, ibunya masih menyimpan rasa penasaran pada keluarga Wijaya.

Otaknya masih berputar-putar memikirkan nama itu.

Hingga Timbulah dalam benaknya ingatan tentang nama Wijaya.

Jauh sebelum ia mengenal mendiang suaminya. Nama Wijaya pernah singgah di hatinya lebih tepatnya Artha Wijaya.

Cinta pertamanya yang kandas di tengah jalan.

Ah tidak, tidak mungkin itu dia.

Mencoba memalingkan pemikirannya pada nama tersebut, dan berharap praduga nya salah.

Ia kembali fokus pada setir kemudinya.

"Mah, kenapa melamun?" Tanya Nathan.

"Oh, enggak kok nak. Mama cuma kepikiran saja."

"Kepikiran apa?"

"Wah pasti kepikiran jemuran yang lupa di angkat ya tan" Bagas menyela. Senyum menawan sang ibu tersirat di parasnya oleh ledekan Bagas.

"Hehe, kamu ada-ada saja gas"

"Tante lagi kepikiran biaya rumah sakit Nathan."

"Apa tan, jadi tante belum lunasin ya. Biar bagas bantu ya?"

"Enggak bukan gitu, dengerin dulu dong tante selesai bicara ''

"Makanya gas, lu diem dulu jangan maen nyela-nyela aja."

"Sorry Than, sorry. Hehe"

"Terus gimana tan?'' mereka ikut penasaran dengan apa yang di pikirkan oleh ibunya Nathan.

"Jadi tadi pas Mama mau bayar, eh kok notanya sudah lunas"

"Siapa yang lunasin tan?"

"Hehhh lu diem dulu sih"

"Tante liat di notanya atas nama keluarga Wijaya, jadi mereka yang lunasin semuanya "

"Keluarga Wijaya." Bagas seperti tahu nama itu.

"Kamu tahu gas keluarga Wijaya?"

Bagas termenung mendengar nama yang di sebutkan oleh mamanya Nathan,

"Sepertinya aku pernah dengar nama itu"

"Beneran lu tau nama itu gas?" Nathan kini yang angkat suara.

"Apa mungkin, Artha Wijaya bos perusahaan tempat ayahku bekerja"

"Bisa jadi sih, kamu tahu gas?"

"Tante gak tahu orang itu?, Lu juga ga tau Than?"

"Mana gua tau gas soal begituan mah"

"Tante tau gak?"

"Hmm , apa?"

"Keluarga Wijaya itu adalah salah satu orang terkaya di negeri ini, ayahku sangat bangga bisa bekerja di salah satu perusahaannya."

"Wah hebat dong"

"Iya tan, Bagas tau soal keluarga Wijaya ini dari ayah."

"Emm begitu rupanya " pungkas ibunya Nathan.

Mobil yang mereka tumpangi hendak masuk gerbang rumah yang sudah terbuka.

Tampak Aluna dari dalam kaca mobil tengah mengangkat jemuran kering di depan halaman kecil rumahnya.

Ia mengenakan tanktop hitam, celana pendek setengah paha berwarna hitam pula. Memamerkan seluruh lekuk tubuhnya yang padat berisi.

Bagas jadi ser-seran melihat tubuh adik temannya itu.

Mereka pun turun dari mobil.

"Ya ampun rajinnya anak Mama"

Aluna yang sibuk memasukkan baju-baju ke keranjang menoleh ke arah mereka.

"Eh mamah sudah pulang ya, wah kak Nathan juga sudah ikut pulang ternyata"

Ibunya menghampiri anak gadisnya, lalu mencium kening lengket terkena keringatnya sendiri.

"Sudah mandi sana nak, badanmu lengket semua asin pula. Hihi"

"Ih Mama, jahat banget ''

"Ya sudah kita masuk yuk!!"

Bagas merasa akan mengganggu kebersamaan mereka di rumah, mereka pasti merindukan kehadiran Nathan di rumahnya. lagi pula ia bingung di rumah Nathan mau ngapain. Cuma bakalan ganggu mereka saja

"Tante aku pamit dulu ya,"

"Loh kok mampir dulu lah sebentar "

"maaf tante Bagas mau buka kafe dulu , sudah sore. Maaf ya tan"

"Ya sudah kalau begitu, hati-hati di jalan ya nak. Makasih sudah jagain anak tante di rumah sakit."

"Ah tante itu gak usah di bahas, sudah ya tan aku pamit dulu. Than lu cepet sembuh ya."

"Ok bro, makasih ya.

"Ok.

.

.

.

.

Cilincing 01-07-2022 00:58

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

TitikCahaya03creators' thoughts