9 My Son's Timmy ( The Lost Spirit ) Ch. 2

Di malam yang sunyi dan mencekam, Timmy mencoba mencari sosok seram yang tadi tiba-tiba muncul di pintu kamar. Dia mendengar dengan jelas bahwa makhluk itu perlahan merayap-rayap entah di dinding atau di lantai, yang pasti makhluk itu mencoba mendekati Timmy.

Timmy yang mulai ketakutan mulai memanggil-manggil bibi Merry, tetapi semuanya percuma.

Tidak ada seorang pun yang mendengarnya, seolah-olah dia berada di dimensi lain.

Timmy yang ketakutan mencoba mengingat do'a-do'a yang dia ingat, memejamkan matanya dan fokus.

Disaat dia hendak berdo'a, tiba-tiba sesuatu terjadi. Dia merasakan kedatangan sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih menyeramkan dan lebih kuat dari apapun yang pernah dia rasakan. Dia melihat cahaya kecil masuk ke dalam kamarnya, semakin lama cahaya tersebut semakin besar dan semakin bercahaya. Timmy melihat siluet di dalam cahaya itu, dia tidak yakin apa itu tetapi dia tahu jika itu roh, roh yang mencoba melindunginya dari bahaya.

"Tenanglah Tim ... Aku akan melindungimu. Kau tak usah takut."

Timmy mendengar suara yang sangat lembut dan menyejukan. Saat Timmy fokus melihat roh yang bercahaya, tanpa dia sadari makhluk jahat itu sudah berada di belakangnya yang mencoba menerkam Timmy yang lengah.

Tanpa berlama-lama Roh yang bercahaya tersebut melindungi Timmy dengan membuat barikade seperti berada di dalam tabung kaca, makhluk itupun terpental dan tidak dapat menyentuh Timmy.

"Enyah kau Roh hitam ... Dan jangan sesekali kamu kembali kesini, atau akan ku hancurkan kau tanpa bersisa sedikitpun."

Ucap roh cahaya itu seraya mencoba mengusir roh jahat itu dengan menatapnya tajam dan bersiap menyerang. Tapi belum sempat roh bercahaya itu menyerang, roh jahat itu memilih untuk melarikan diri dan menghilang tanpa jejak.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya roh bercahaya itu seraya kembali ke ukurannya semula, mungkin jika di bandingkan dengan makhluk nyata, roh itu hanya sebesar kunang-kunang.

"Iya ... Aku baik-baik saja, terima kasih telah menolongku."

Ucap Timmy pada roh tersebut.

"Umm ... Kau itu apa? Roh atau malaikat? Tetapi aku tidak bisa melihat malaikat. Jadi kau itu roh kan?"

Tanya Timmy berbelit-belit.

"Hahaha ... Kau lucu. Aku ini roh, lebih tepatnya roh putih. Makhluk tadi yang kamu lihat adalah roh hitam."

Jelasnya kepada Timmy.

"Aku baru tahu jika ada 2 jenis roh di dunia ini. Aku kira semuanya sama." jawab Timmy pada roh itu.

"Apapun itu, kau harus hati-hati dengan roh hitam. Mereka akan mencoba mendekati anak-anak spesial sepertimu, untuk mencuri jiwamu dan memakai ragamu untuk keuntunganya sendiri, sedangkan jiwamu akan terkuci di alam kami."

Roh putih itu menjelaskan sesuatu yang lumayan berguna kepada Timmy, tetapi tetap saja Timmy masih terlihat bingung dan tidak paham akan hal yang roh putih katakan.

"Awalnya ... Semua roh yang ada di alam kami adalah roh putih, tetapi beberapa dari kami berubah menjadi roh hitam karena mereka tidak bisa mengikhlaskan apa yang tertinggal di dunia saat mereka mati, hal-hal seperti dendam, kesedihan, kekecewaan dan hal buruk lainnya yang mengubah mereka menjadi roh hitam yang jahat. Tetapi kau tak usah khawatir, mereka memiliki kekuatan terbatas dan hanya akan muncul saat matahari mulai tenggelam atau di saat hujan."

Roh putih menjelaskan hal detil lain kepada Timmy, dan Timmy pun menganggung-angguk tanda dia mulai mengerti alur pembicaraannya.

"Sepertinya mudah untuk membedakan mereka, maafkan aku yang sedikit sulit untuk memahami semua. Walaupun aku terbiasa dengan hal gaib, bagiku ini adalah hal yang baru. Ah ya ... Aku ingin menanyakan kepadamu sesuatu, mungkin kamu mengetahuinya."

Ujar Timmy kepada roh putih dengan harapan dia tahu jawaban atas pertanyaan yang akan Timmy lotarkan padanya.

"Umm ... Apakah kau kenal ayahku? Bibi Merry bilang ayah sangat mirip denganku, jadi mungkin di sana kau melihat roh yang mirip denganku hehe. Aku hanya ingin tahu ... Apakah ibu, ayah dan kakakku bahagia disana? Dan apakah mereka roh putih?"

Tanya Timmy bertubi-tubi pada roh putih itu, lalu roh putih itu tersenyum dan terbang mendekati timmy. Dia pun berbisik di telinga Timmy.

"Mereka ... Baik-baik saja, mereka sangat menyayangimu Tim, Aku pamit ya."

Ucap roh putih itu di telinga Timmy dan terbang menjauh pergi lalu menghilang.

Tanpa Timmy sadari ternyata hari sudah menjelang subuh, karna gurat-gurat matahari yang mulai terbit sudah terlihat dari ufuk timur yang mencoba naik semakin tinggi.

Tiba-tiba Timmy mendengar ketukan pintu,

"Tim ... Bangun nak, aku sedang menyiapkan sarapan dan bekal untukmu, jangan lupa untuk bersiap-siap ya, hari ini kau mulai masuk sekolah."

Timmy mendengar suara yang familiar untuknya, ya ... Itu suara bibi Merry yang berteriak dari balik pintu, mengingatkan hal yang paling Timmy tidak suka dalam hitupnya yaitu sekolah.

"Baik biii ... Aku segera bangun.!"

Timmy berteriak menjawab bibi Merry yang terdengar mulai menjauh dari pintu kamar.

Setelah bersiap-siap, Timmy keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan.

Sesampainya di ruang makan, betapa terkejutnya dia saat melihat bibi Merry. Bukan ... Lebih tepatnya dia terkejut melihat sesuatu yang menimpel di punggung bibi Merry, sesosok perempuan yang merasuki bibi Merry kemarin. Dia menempel pada bibi Merry dengan wujud yang tak sama dengan kemarin, wujudnya menjadi begitu menyeramkan. Mata yang menjuntai keluar dari tempatnya, pipi nya yang robek memperlihatkan lidah dan rahangnya yang patah, belum lagi ususnya yang terburai si punggung bibi Merry. Wujud yang berdarah-darah dan menyeramkan itu sepertinya ingin memperlihatkan sesuatu kepada Timmy, tetapi Timmy tidak menghiraukannya dan mencoba untuk tidak berinteraksi dengan makhluk itu.

"Ggrrr ... Ka ... Kau melihatku kannn? Benar khann?"

Mukhluk itu bergumam tidak begitu jelas karena mungkin keadaannnya yang tidak utuh, tetapi Timmy tau apa yang diucapkan oleh makhluk itu dan tetap memilih bungkam. Alasannya karena dia tidak ingin terlihat seperti berbicara sendiri oleh bibi Merry, itu akan membuat bibi Merry tidak tenang.

Makhluk itu perlahan turun dari punggung bibi Merry dan merayap menuju Timmy yang sudah duduk di depan meja makan, mencoba menyantap sarapan paginya. Semakin dekat dan dekat, makhluk itu mulai berbuat onar.

*Bbllaarrhhh...*

Makhluk itu muntah di depan Timmy yang sedang sarapan, muntahan nya mengenai piring dan gelas Timmy. Terkejut dan bingung dengan apa yang harus dia lakukan, Timmy tetap mencoba tenang dan melanjutkan sarapannya walau dia sudah enggan dan merasa jijik. Makhluk itu tampak kesal dan mulai meracau tidak karuan.

"TIDAKKKK.. KENAPAAAA..!! KENAPA KAU TIDAK INGIN MEMBANTUKUU.!! KENAPAAA..!!"

Makhluk itu bertsriak-teriak histeris lalu menghilang secara perlahan.

"Fuhhh ... Akhirnya pergi juga."

Gumam Timmy lega dan menyudahi sarapannya.

"Siapa yang pergi Tim?"

Terkejut dengan pertanyaan bibi Merry, Timmy dengan lancar berbohong.

"Ah .. Tidak bi, maksudku aku siap untuk pergi."

Ucap Timmy dengan senyumnya yang nampak dipaksakan.

"Oh ... Baiklah, apa kau ingin bibi antar?"

Tanya bibi Merry kepada Timmy.

"Tidak usah bi, aku sudah besar. Lagi pula sekolah hanya berjarak beberapa blok dari rumah, aku akan kesana menaiki sepeda. Kau tak usah khawatir, aku bisa jaga diri bi."

Jelas Timmy pada bibi Merry. Bibi Merry terlihat ragu tetapi dia mencoba mempercayai Timmy yang sudah mulai besar dan dewasa.

"Baiklah ... Tapi ingat, jika sesuatu yang buruk terjadi, kau harus beri tahu bibi dengan segera ya, kau tak perlu takut."

Wajah bibi Merry terlihat khawatir dikala ia berbicara pada Timmy.

"Baiklah..."

Jawab Timmy singkat seraya mengambil bekal dan tas nya, bersiap-siap menuju garasi lalu mengendarai sepedanya menuju sekolah.

"Tuhan ... Semoga hari ini awal dari hari yang baik. Aku mohon ... "

Timmy berucap dalam hati seraya berdo'a sepanjang jalan, mengharapkan hal baik akan dia temui di hari pertamanya bersekolah.

Padahal tanpa dia tahu bahwa berawal dari hari ini, dia akan terus menemukan kesulitan-kesulitan baru. Tidak hanya bullyan yang dia terima tetapi terror makhluk gaib yang semakin menjadi-jadi.

( BERSAMBUNG )

avataravatar
Next chapter