webnovel

BAB 5 : Sepakat

Julian pov

"Jaga Yu. Aku akan menemui Jane dulu." Kata Zicola sebelum dia pergi dengan cepat, dia memberikan peluang bagiku untuk berbicara dengan Yu.

Aku harus memperbaiki komunikasi kami terlebih dahulu selagi Zicola pergi.

"Aku minta dengan kejadian tadi pagi" ucapku penuh penyesalan dan rasa malu. Sejujurnya aku tidak terlalu menyesal, tapi rasa maluku yang telah menggunung.

Aku benar-benar malu, Yu menolakku dan aku tidak tahu jika dia adik dari kakak angkatku.

"Apa?."

Dia ingin aku mengakui kesalahanku dengan jelas. Tapi tidak ada salahnya aku melakukannya, aku telah melukai harga diri seorang wanita.

Itu salah

Dengan satu tarikan nafas aku berkata. "Aku minta maaf telah menawarkan uang padamu, aku salah. Dan aku harap kau tidak mengatakannya pada Zicola dan memaafkan kesalahanku."

Kali ini tatapan tajam dari mata indah itu melunak, bibir mungilnya di tekan keras. "Kau selalu melakukannya pada setiap wanita?"

Apa? Tidak! Ini untuk yang pertama kalinya karena dia menolakku.

Dan aku tidak tahu caranya mengejar wanita selain dengan wajah dan uangku.

"Tidak pernah" aku mengakuinya.

"Aku tidak akan mengatakannya pada kakakku. Mau tidak mau, sekarang kau kakakku juga."

Kakak?, aku kecewa dengan ucapannya.

Memang seharusnya aku mundur, jika aku menyentuh Yura, Zicola tidak bisa akan mengampuniku.

"Apakah kau mau bermain piano?" Zicola kembali datang, tanpa Jane.

Aku mengintip Yu di balik bulu mataku, pandangan kami kembali terkunci. Dia menatapku cukup lama, lalu berpaling lagi dengan tatapan dingin, tatapan itu sama seperti milik tatapan kakaknya. Zicola.

"Tidak perlu. Kapan pestanya selesai?" Tanya Yu pada kakaknya. "Mengapa kita harus terjebak dalam acara yang membosankan dan kaku seperti ini." Dia memangku dagu dengan tatapan polosnya.

Aku dan Zicola menukar pandangan, kami menganga kaget.

"Kita bisa berdansa jika kau tidak mau bermain piano" Zicola tersenyum lebar.

"Aku tahu kau akan merayuku disana, aku tahu itu" ucap Yu penuh curiga.

Zicola tertawa seketika, aku hampir tidak percaya jika pada akhirnya aku akan melihat Zicola tertawa lepas setelah enam belas tahun lamanya kami bersama.

"Kau keras kepala" ejek Zicola.

"Karena aku pekerja keras, maka kepalaku juga harus keras" jawab Yu dengan enteng.

"Apa pekerjaanmu?" Tanyaku setelah membungkam sebentar.

Yu mengambil segelas wine lagi, dan meminumnya. "Mengumpulkan koin"

Gadis yang rendah hati.

Yu gadis yang membingungkan, biasanya aku langsung tahu kepribadian seseorang dari pandangannya, tapi dia selalu menatap dingin tanpa ekspresi.

Sama seperti Zicola, saat dirinya merasa kesepian dan tidak di inginkan.

Ada kebaikan yang tersimpan dalam hatinya, aku merasakannya saat dia menolongku. Namun, ada banyak dendam dan benci dalam sorot matanya. Dia terlihat sedang membentengi diri dari siapapun.

"Jangan minum lagi, nanti kau mabuk" Zicola mengambil gelas di tangan Yu.

Aku tersenyum geli, pria yang biasanya dingin dan kasar bisa selembut dan seperhatian itu pada wanita.

Zicola memiliki rasa benci yang tidak bisa diartikan kepada wanita, semenjak dia di pisahkan dengan adiknya dan semenjak ibunya memilih bunuh diri meninggalkannya sendirian.

Zicola trauma karena ibunya memiliki dua suami.

Aku masih duduk dengan tenang, senang melihat dua orang di depanku berinteraksi.

Yu menopang dagunya dengan malas, pipinya kemerahan menandakan dia mulai mabuk.

"Kau tidak boleh meniduri wanita di rumah ini" gumam Yu tiba-tiba.

Aku dan Zicola saling bertukar pandangan.

Yang benar saja!, ada pesta, ada seks.

"Ini bukan Asia. Kau harus terbiasa" aku menyela, membenarkan pandangannya tentang kesenangan.

Neydish sangat liar meski tingkat pendidikan sangat tinggi, anak-anak yang masih duduk di sekolah menengah sudah mengenal seks, mereka seperti kelinci liar.

Yu melihat ke arahku, dia menatap tajam dan melucutiku. Aku menegang, dan bergairah dengan tatapannya.

"Jika itu maumu. Aku tidak akan meniduri pelacur lagi" Zico menyerah begitu saja seperti pengecut. atau mungkin dia sudah mulai menetapkan hatinya pada Jane.

Yu memutar bola matanya dengan jengah, dia melotot pada Zicola.

"Mereka membuka pahanya pada setiap pria. Dan kau menusukan kejantananmu pada setiap wanita. Kalian sama-sama menikmatinya, jika kau memanggil mereka pelacur, itu artinya kau juga juga gigolo!."

S.I.A.L!!

Dia menampar dan menusuk hatiku. Kata-katanya sangat tepat, membuat aku dan Zicola terpaku kehilangan kata-kata.

Selain menggairahkan, mulutnya sangat tajam dan cerdas.

Yu yang cantik..

Kenapa aku dan Zicola menjadi seperti orang bodoh saat di depannya?.

Zicola berdehem dan bergerak malu, aku pun begitu. Sekilas dia melihat ke arahku "Aku dengar kau menjual salah satu kapalmu minggu ini" ucap Zicola.

Dia mengalihkan pembicaraan dari si kecil Yu.

Aku mengedikan bahuku dengan malas, aku malas membahasnya.

"Kenapa kau menjualnya?."

"Anak-anak penderita leukimia lebih membutuhkannya untuk pengobatan, kapal itu sudah lama tidak terpakai juga."

Aku selalu mengingat wajah ibuku ketika melihat anak-anak penderita leukimia, aku tahu sakitnya seperti apa.

Aku ingin mereka sembuh meski sedikit kemungkinan akan terjadi, tapi aku tidak ingin ada Julian lainnya yang kehilangan keluarganya karena Leukimia.

Seorang pria datang menemui Zicola, mereka berbicara beberapa patah kata dengan serius. Zicola melirik ke arahku dengan ragu, dia mendekat.

"Aku ada urusan penting, awasi dia jangan sampai mabuk. Jaga tangan dan kemaluanmu, jangan macam-macam. Jika dia mabuk bawa ke kastil lantai tiga." Bisiknya mengancam.

Jaga tangan?. Aku tidak berjanji

Perhatianku kembali kepada Yu yang kembali meninum segelas wine.

"Kau ingin berdansa?" Ajakku memecahkan rasa canggung dan gugup yang tidak dapat di artikan.

Sebelum Yu menolak aku langsung menarik tangannya dan membawanya menuju lantai dansa.

***

Author Pov

"Aku tidak bisa berdansa" protes Yura saat pinggangnya di tarik dan menempel di tubuh Julian.

"Ikuti saja gerakanku" serigai Julian saat meraih tangan Yura yang sangat kecil saat dia genggam.

Mau tidak mau Yura bergerak, Julian menuntunnya dengan telaten.

Wajah Yura memerah di bawah pengaruh alkohol, tatapannya lekat melihat setiap ekspresi yang Julian berikan padanya.

Yura terpukau dengan warna matanya antara biru dan hijau, bercahaya mencermikan kecerdasan, ambisi, pesona dan kebaikan di antara kenakalan.

Sama seperti mata Raymen…

"Kenapa kau menatapku seperti itu?, aku tahu aku tampan," ejek Julian dengan keras hingga membuyarkan lamunan Yura.

"Kau percaya diri sekali"

Julian melepaskan pelukannya dan mendorong Yura untuk berputar dengan tangan di atas kepala gadis itu, lalu Julian menariknnya lagi lebih keras hingga dada Yura membentur dada Julian.

"Kenapa kau sangat menarik?" Tanya Julian.

"Apa maksudmu?"

Julian mecondongkan kepalanya saat musik berubah menjadi lambat dan lembut, kedua tangannya melingkar di tubuh Yura.

"Apa masih belum jelas Juga?. Kau menarik dan membuatku penasaran, karena itu aku mengejarmu" bisik Julian di telinga Yura.

Yura hanya berdecih seolah apa yang di dengarnya sebuah bualan belakan.

"Aku serius" Julian memutar bola matanya seketika, dia tidak menyangka jika Yura benar-benar tidak beda jauh dengan Zicola. Dingin.

Perhatian Julian langsung mengarah pada Nately yang baru datang, dengan tangkas Julian menarik Yura menuju kerumunan orang lebih ramai.

Yura menarik diri dari pelukan Julian. "Aku pusing."

"Bagus" Julian kembali menarik pinggang Yura dan membawa gadis itu pergi ke lantai atas.

Langkah Yura tertatih-tatih mencoba melihat dengan benar, penglihatannya berputar, lambungnya bergejolak panas di penuhi alkohol.

"Kakikku menghilang" pekik Yura tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya.

***

Julian Pov

"Kakiku menghilang."

Aku memutar tubuhku dan mendapatkan Yura menarik roknya sepaha, matanya membulat sempurna melihat ke lantai.

"Ada apa?"

Yura melangkah oleng dan jatuh di pelukanku, "Aku lupa caranya berjalan"

Aku tertawa geli, karena dia mabuk dengan cara yang manis.

"Kau tidak perlu berjalan" aku mengangkat tubuhnya dengan mudah. Dia ringan dan kecil.

Apakah dia tidak cukup makan?

Lupakan Juls. Yang terpenting sekarang adalah jauh dari Nately, aku muak bila terlalu lama dekat dengannya.

"Aku terbang.." gumam Yu dengan takjub, kedua kakinya bergerak-gerak.

Kedua tangannya meraih leherku, dia menatapku yang sedang berjalan. Aku berhenti dan membalas tatapan itu, matanya kecokelatan berbinar indah.

"Kenapa?" Tanyaku gugup. Dia berhasil membuatku gugup lagi.

"Ray..."

Ray? Siapa Ray?. Kekasihnya? Mantan, atau pujaannya?

Aku tidak peduli, aku tertarik padanya secara visual. Tubuh yang cantik dan penolakannya. Aku tidak peduli dengan kehidupan pribadinya atau masalalunya.

Aku tertarik tanpa hati.

Bermain dengan hati bukan gayaku.

Hatiku hanya di kuasai uang dan kesenangan, aku bahagia bermain hati hanya dengan uang.

Mungkin sebaiknya sekarang aku membawa Yura ke lantai tiga. Dia harus di kamarnya agar tetap aman, dan Zicola tidak akan menampakan taringnya karena mengomeliku.

Aku sangat bersemangat membawanya pergi dari keramaian. Aku terlalu penasaran dengan semua hal tentang dia, dan semua itu hanya ada aku yang melihatnya.

***

Saat kami memasuki kamar, Yura langsung turun dari dekapanku dan berjalan tertatih-tatih menaiki ranjang.

"Apa kau masih mabuk?" Aku perlu memastikan.

Yura membungkuk melepaskan sepatunya dan melemparkannya ke karpet berbulu, dia melompat-lompat di atas ranjang, terhibur oleh dirinya sendiri.

Aku terpukau...

Dia tertawa lepas, rambutnya berkilauaan bergerak seirama dengan gaunnya, kaki jenjangnya sesekali terlihat saat tubuhnya berada di udara.

Sial! Dia cantik dan indah

Yura melompat dan memelukku tiba-tiba, dia tersenyum. Kejantananku langsung menegang mendesak.

"Aku senang kamu disini Ray"

Ray? Sudah dua kali dia memanggilku dengan nama itu.

"Jangan tinggalkan aku" kaki kecilnya berjinjit meraih leherku, bibir merah Yura mendarat di bibirku.

Persetan!

Aku menarik pinggangnya dan membalas ciumannya yang tidak berpengalaman, merasakan kelembutan bibirnya yang senikmat pertama kali aku merasakannya.

Lidahku bergerak mengabsen semua penjuru mulutnya yang berasa anggur dan sampanye, ini memabukan. Aku ingin lebih!.

Nafas kami terengah-engah begitu ciuman terlepas, Yura mendorongku dan kembali naik ke ranjang mempermainkan gairahku.

"Kau sangat menyenangkan saat mabuk" aku suka memujinya.

"Dan kau sangat menyebalkan saat sadar" teriaknya dengan nafas tersenggal-senggal di antara senyumnya yang masih tersisa.

Apa aku menyebalkan?, aku tidak terima itu, meski dia sedang mabuk. Tapi, untuk siapa kata-kata itu tertuju?. Untukku atau Ray?.

***

Author Pov

Julian bersedekap dengan angkuh, "Aku pria yang murah hati nona, kau belum mengenalku dengan baik" ucapnya penuh penekanan.

"Kau brengsek"

"Pria yang kau panggil brengsek ini menyelamatkan enam ratus ribu manusia dari pengangguran" ucap Julian dengan bangga.

Perlahan nafas Yura kembali santai, tubuhnya jatuh terlentang di ranjang, "Di dunia ini hanya pria brengsek yang menawarkan uang untuk sebuah hubungan."

Wajah Julian langsung memerah malu, diam-diam tangannya mengepal dan gairahnya memadam.

Julian mendekat dan duduk di tepi ranjang, "Dan kau gadis kecil yang angkuh."

Yura menguap dan tersenyum dengan mata terpejam, "Karena aku tidak suka padamu"

Alis julian terangkat perlahan, perkataan Yura seperti sebuah tantangan tentang harga diri. "Kita lihat saja nanti, siapa yang akan lebih dulu bertekuk lutut"

"Kau seperti dia. Benar-benar sama" racau Yura melemah.

Kening Julian mengerut tidak mengerti, dengan sebuah keheningan yang tersisa dia termenung mencerna kata-kata terakhir Yura yang sama sekali tidak Julian mengerti.

Yura tertidur pulas meninggalkan rasa penasaran di benak Julian.

BRAK!

Pintu tiba-tiba terbuka dengan kasar. Zicola bernafas memburu berdiri di ambang pintu, dengan tergesa-gesa Zicola melangkah lebar melihat Yura yang tertidur pulas.

"Kau tidak menyentuhnya kan?" Tanya Zicola tanpa basa-basi lagi.

Julian mencebikan bibirnya seketika, kedua tangannya di lipat di dada dan duduk bersila layaknya anak kecil yang sedang marah.

"Aku tidak se kotor itu!, aku menjaganya. Harusnya kau berterimakasih" rajuk Julian terdengar manja.

Zicola menghembuskan nafasnya lega, "Iya iya terimakasih. Sekarang kau keluar, jangan ganggu adikku tidur."

"Kau mengusirku?, aku juga adikmu!"

"Aku tidak mengusirmu, tapi kau harus keluar dari kamar Yu”

"Aku mau tinggal disini" ucap Julian tiba-tiba, sontak Zicola melotot kaget bahkan wajahnya pucat pasi.

"Tidak, tinggal di istanamu!" Tolak Zicola dengan tegas tanpa keraguan.

"Aku juga adikmu, mengapa kau pilih kasih?, aku bosan hidup sendirian."

"Aku bilang tidak, ya tidak. Ayo keluar" Zicola menyeret tangan Julian dengan paksa.

"Pokoknya aku mau tinggal disini!, jika kau menolak aku tidak akan meluncurkan aplikasi kesehatanmu" ancam Julian meronta-ronta, tangannya berpegangan pada sisi sofa saat Zicola berusaha menyeretnya pergi keluar.

Zicola langsung melepaskan cengkramannya, dia mengacak-ngacak rambutnya frustasi sekaligus tidak dapat menutupi kemarahannya dengan ancaman Julian.

Julian pria gila dan manja, tapi dia sangat mematikan saat serius.

"Oke, kau boleh tinggal disini" Zicola mengalah dengan mudah.

Julian langsung bangkit, merapikan jassnya lagi dan tersenyum angkuh, "Baiklah, sekarang aku akan keluar. Senang bekerja sama denganmu" serigainya menepuk bahu Zicola sebelum pergi.

***

ketika Julian kembali ke bawah Ariana dan Nately tengah berdebat dengan serius. Perdebatan kedua wanita tersebut langsung terhenti, perhatiannya langsung tertuju pada Julian yang berdiri di tangga.

Ariana dan Nately teruburu-buru berlari ke arah Julian.

"Kamu dari mana saja?" Tanya Ariana langsung bergelayut manja di lengan kokohnya.

Nately menatap jijik, "Jauhkan tubuhmu darinya jalang" bentaknya seraya menarik Ariana agar terlepas dari Julian.

"Kau yang pergi!, Julian tidak tertarik padamu" hardik Ariana tidak mau kalah.

"Jaga bicaramu sialan, Julian calon suamiku."

Perdebatan di antara Nately dan Julian semakin memanas, membuat kekesalan tersendiri di hati Julian.

"Diamlah!, dan enyah!" Desis Julian memperingatkan.

"Juls, temani aku malam ini" rajuk Nately.

Julian hanya memutar bola matanya dengan jengah, "Aku harus pulang."

"Juls" rengek Nately memohon.

"Diamlah Nat, nikmati saja pestamu. Aku sibuk"

"Aku bisa menemanimu" kukuh Nately.

"Aku akan bercinta dengan wanita lain, kau ingin menontonnya?"

Nately langsung terdiam dengan raut wajah sedih, perkataan Julian sudah menggores hatinya.

Menyadari perkataannya cukup kasar Julian memeluk Nately dan mengecup keningnya sekilas, "Aku tidak bermaksud melukaimu Nat. Beri aku ruang, dan lupakan aku"

"Tapi Juls" suara Nately menghilang karena Julian sudah pergi begitu saja meninggalkannya.

***