Bagi Emilia. Hidupnya sudah sempurna, dengan adanya orang tua yang menyayanginya, ada Kakak yang menyayanginya juga walaupun Emilio termasuk malu untuk menunjukkan rasa sayangnya pada Emilia, dan ada Dario, si cowok aneh dan lebih anehnya lagi ia sayangi. Dan semua itu terasa lengkap dengan kelakuannya yang bisa di bilang badgirl.
Untuk apa jadi perempuan polos nan baik jika sudah mendapat apa semua yang kita inginkan? Justru kita sendiri harusnya membalikkan keadaan dengan membuat hidup sedikit berwarna, tidak monoton.
Begitu pikir Emilia.
Dan sekarang, gadis dengan rambut di ombre merah itu kini menatap sel dengan bosan, ia tak menyukai suasana di sini, begitu kaku. Oh baiklah, Emilia akui jika ia sedikit menyesal telah melakukan hal itu sehingga mengakibatkan dirinya masuk ke dalam penjara.
Sialnya, tepat satu bulan yang lalu gadis itu genap berusia tujuh belas tahun dan artinya ia sudah masuk pasal dewasa.
Lagi-lagi ia merutuki keteledorannya.
Ia melirik ke arah kanan dimana ada tiga orang perempuan yang sepertinya berumur dua puluh lima lebih dan sedang melirik ke arahnya sambil berbisik dan berkerumun. Emilia mengangat alisnya sambil bersidekap.
Tiba-tiba salah satu di antara mereka berucap, "Anak orang kaya?"
Emilia menaikkan alisnya lagi sebagai respon. "Itu rambut lo di warnain, bajunya juga bagus. Anak orang kaya, ya?"
Emilia melengos tak peduli, salah satu dari mereka kembali bersuara. "Sombong banget kan? Anak orang kaya emang begitu. Berlaku seenaknya."
"Liat aja gayanya. Sok banget, di ajak ngomong malah buang muka. Angkuh banget."
Emilia yang jengah berbalik. "Jadi gue sok, sombong apa angkuh? Lo pada ngomong gak konsisten ya? Cara ngomong lo aja gak pantes buat orang yang tergolong baru lo kenal. Gimana mau maju? Perkataan lo aja sampah. Gak bermutu."
Saat salah satu dari mereka ingin membuka mulut Emilia kembali memotong, "Oh ya? Lo bilang gue berlaku seenaknya? Tau dari mana lo? Cenayang? Kenal nggak, apa nggak, main judge aja. Sekarang disini siapa yang berlaku seenaknya? Jangan di kira gue takut ya sama lo pada. Lo bertiga merdeka karena merasa punya kawan, sendiri? Kicep lo anjing."
Ketiga perempuan itu diam dan tidak kembali membalas perkataan Emilia, terlihat bahwa ketiganya berbisik sambil sesekali melihat Emilia dan membuat Emilia jengah, "Kalo mau gosip, pastiin gak ada orangnya tolol. Kampungan banget si lo anjing!"
Emilia bahkan tak memerdulikan ketiga gadis itu yang menatapnya kembali dengan tatapan mencemooh.
Tak lama, seorang polisi berseragam lengkap datang ke jeruji selnya dan membuka pintu, polisi itu berujar dengan helaan napas. "Emilia Alfaro, Anda bebas."
"Hah?" ketiga perempuan itu melihat ke arah petugas dengan tatapan tak percaya. Emilia mendengkus malas dan keluar dari dalam sel. Ia kemudian berbalik untuk melihat ketiga perempuan itu. "Dasar sampah!"
Emilia berbalik dan meninggalkan sel itu.
Di depan, ia telah melihat Marchel, Dario, dan Emilio yang sedang duduk di kursi tunggu. Begitu melihat Emilia, ketiganya langsung berdiri.
"Liaaaaaa," rengek Dario khawatir. Tapi Emilia malah melengos tak memerdulikannya. Gadis itu malah menghampiri Marchel dan Emilio, "Hehe, pulang mau minum apa Pap?" tanya Emilia -sok- manis.
Semoga bokap gue kagak marah.
"Ayo, pulang Emilia," Marchel berkata dingin membuat Emilia memegang kedua lengan atasnya. Merinding.
Bokap gue kalo marah serem, tapi ganteng anjer.
Emilio yang melihat dan mendengar itu hanya memutar bola matanya malas dan merangkul Emilia, Emilio meletakkan jaket yang sedari tadi dipakainya ke pundak Emilia. Dario yang melihat itu langsung cemberut dan bergumam, "Yang pacarnya gue atau Lio, sih?"
Emilia menunjukkan deretan giginya yang rapih pada kakaknya itu, "Bang, bantu gue si," bisiknya. Emilio hanya menatap kedepan sambil memeluk pundak Emilia. Cuaca malam -hampir mendekati dini hari- itu sedikit lebih dingin dari biasanya.
Marchel masuk ke dalam mobil diikuti Emilio yang duduk di samping kursi kemudi, sedangkan Dario ikut duduk bersama Emilia di kursi belakang karena sedikit paksaan darinya pada Emilio.
Sepanjang perjalanan itu hanya diisi dengan keheningan, Dario mengelus kepala Emilia yang kini tidur di dadanya dengan posisi cowok itu memeluk Emilia. Dalam dekapan hangatnya Emilia tersenyum dalam tidurnya.
Saat sudah sampai di rumah, Emilio langsung meminta agar dia yang menggendong Emilia ke kamarnya, Dario dengan wajah tertekuk hanya bisa pasrah karena bagaimana juga Emilio adalah kakak dari gadis itu, Emilia.
Dario berjalan gontai menuju kamar tamu -kamar yang biasa di tempatinya- dan langsung merebahkan tubuhnya yang terasa pegal dari tadi di atas kasur kamar tamu rumah Emilia.
Dario menatap atap putih yang hanya ada satu lampu di sana. Pikirannya hanya fokus pada titik itu dan entah apa yang di pikirkannya, Dario menghela napasnya berkali-kali sampai suara dentingan ponsel tanda chat masuk terdengar dan mengalihkan perhatiannya dari atap itu.
Lia ❤ : udh tdr lo?
Dario Alatas : blm, gabisa tidur Li?
Lia ❤ : iya.
Lia ❤ : Ri ...
Lia ❤ : gue takut, takut kalo papap bakal marahin gue.
Lia ❤ : terus ngebentak gue.
Lia ❤ : Lo tau kan Ri, kalo gue paling gabisa di bentak sama Papap, nyokap, Lio.
Lia ❤ : dan elo.
Dario Alatas : Li, trust me
Dario Alatas : Papa Achel marahin lo bukan karena dia benci lo. Tapi dia khawatir banget sama elo, gimana pun lo anaknya, anak gadisnya. Bokap mana yang tega lihat anak gadisnya dibawa ke penjara?
Lia ❤ : gue udah sering kena tangkep kan Ri,
Tanpa sadar Dario mengangguk saat membacanya.
Lia ❤ : papap selalu nebus gue dan alhasil gue kena omel, setiap kena omel gue takut Ri. Bokap keliatan beda, kayak bukan dia.
Lia ❤ : walau tetep ganteng, sih hehe
Dario mendengkus geli.
Dario Alatas : makanya, jangan bandel bandel napa jadi anak gadis.
Dario Alatas : jangan ikutin mama Achel, dia mah udah bandel kuadrat.
Lia ❤ : lo tau?
Lia ❤ : bandel itu asik. Gak kayak elo, lembek.
Dario Alatas : LIA!!
Lia ❤ : love you, sayang.
Lia ❤ : mwaah!!
Tak urung membuat senyum simpul terbit di bibir Dario. Cowok itu mematikan ponselnya dan memejamkan matanya, dalam gelap matanya ia bisa melihat jika Emilia tersenyum sangat manis padanya.
Dario sayang Lia!!
***