"Halo?"
"..."
"Bisa minta anak-anak kumpul nanti malem, di basecamp?"
"..."
"Biasa, jam 7."
"..."
"Okay, gue mau lengkap, malam ini. Kali ini resmi undangan dari gue, yang gak dateng berarti gak hargain gue. Do you know what I mean, dude?"
"..."
"Good, I trust you, see you!"
Emilia mematikan sambungan teleponnya dan menatap Dario yang kini tertidur pulas dan masih memakai seragam hari selasanya, kemeja putih lengan panjang serta celana panjang berwarna cream garis hitam, dan dasi hitam polos berlogo SMA Kencana.
Emilia mendengkus, Dario tertidur seperti bayi, dengan selimut ia dekap erat dan di sebelahnya ada boneka milik Emilia yang di belikannya.
Gadis dengan rambut di cepol asal itu mendekat ke ranjang dan duduk di samping Dario yang tertidur, dan masih menatapnya. Ia menekan hidung Dario satu kali dengan jari telunjuk kanannya.
"Lo itu childish, ngeselin, nyebelin, ambekan, rese, bacot, ngomong mulu, cerewet. Tapi sayangnya lo ganteng, gue gemes!"
Emilia terkekeh. "Lo itu Ri, gak nyadar kalo lo itu pemaksa, tapi selalu nyalahin gue. Ngeselin banget lo, bego!" ia beralih menekan dahi cowok itu.
"Gue yakin kalo ngomong ini pas elo sadar, detik ini juga gue denger suara tikus kejepit lo itu, yang sama sekali gak ada enaknya! Asal lo tau itu, Fakboi!"
"Ish, gue kesel sama elo!" gadis pirang itu menekan dahi Dario berkali-kali dengan pelan. Ia bergumam betapa ia kesal sekali dengan cowok di hadapannya ini.
Emilia terus menekan dahi Dario dengan jari telunjuknya. Sampai ia membelalak kaget saat Dario membuka matanya dan menangkap jarinya dengan tangannya.
Dario menarik kedua lengan Emilia dan membuat Emilia jatuh terbaring di sebelahnya, ia menindih Emilia dengan kedua lengannya tertekuk di bagian siku sebagai penopang.
"Aku tau aku rewel, bawel, cerewet, childish, tapi ganteng kan, Li?"
Jantung Emilia sekarang berdetak cepat.
"Aku emang pemaksa, tapi aku pemaksa cuma sama kamu doang, kamu mau aku pemaksa sama cewek lain?"
Emilia menggeleng.
"Nah!" cowok itu menjawili hidung Emilia. "Makanya, aku sayang kamu!"
Dario mencuri ciuman singkat pada pipi Emilia, sedangkan sang empunya masih diam mencerna kejadian.
Cowok itu berdiri dari kasur Emilia dan mulai beranjak meraih tas sekolahnya yang ia letakkan tak jauh dari pintu kamar.
"Nanti abis maghrib aku jemput, kita jalan-jalan. Bye Lia, love you!"
Punggung itu hilang di telan pintu, dan Emilia masih terdiam melongo di atas kasur sambil memegangi pipinya. Tak lama sebuah boneka berbentuk boneka salju melayang ke arah pintu.
"DARIO SIALAN! LO PURA-PURA TIDUR, HAH?!"
***
Gadis itu mondar-mandir di dalam kamarnya sambil mengigit jari, sekarang jam 6 sore berarti setengah jam lagi cowok tengilnya akan datang menjemputnya.
Emilia gelisah! Karena nanti malam akan ada pertemuan ia bersama teman satu tongkrongannya, yang berarti ia tidak bisa pergi dengan Dario. Tapi ia harus memakai alasan apa?
Baiklah, kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?
Anjay.
Gadis itu dengan tergesa meraih ponselnya yang ia letakkan di atas kasur, ia membuka chat nya bersama Dario.
Emilia Alfaro : Ri!
Emilia Alfaro : P!!
Emilia Alfaro : Pe!
Emilia Alfaro : Pe!
Emilia Alfaro : Woi bajink!
Terlihat pesannya sudah di-read oleh cowok di sebrang sana itu.
Dario Kampret : Apasi, say? Gak sabar ketemu aku, ya?
Emilia Alfaro : Paansi lo bajink!
Emilia Alfaro : Kayaknya gue gabisa pergi, deh.
Dario Kampret : Loh, kamu kenapa Lia?
Dario Kampret : Kamu sakit?
Dario Kampret : Li?
Emilia Alfaro : Iya sakit.
Dario Kampret : Kamu sakit apaaaa?!
Dario Kampret : Ku telepon, ya?
Going back to the corner where I, first saw you.
Gonna camp in my sleeping bag,
I'm not gonna move.
Dario Kampret is calling ...
Baru saja ia ingin mengetikkan pesan, tapi cowok itu langsung meneleponnya, dengan menghela napas, Emilia mengangkat telepon itu dan membuat supaya suaranya terdengar separau mungkin.
"Halo, Lia?" terdengar nada cemas dari sana, Emilia tersenyum miris.
Maafin gue.
"I-iya, ha-aaa-lo?" gadis itu dengan liciknya malah membuat suara seperti seseorang menahan sakit.
"Loh Lia kamu sakit apa?" suaranya panik sekali. "Aku ke sana, ya?"
"Eh gak usah, Dario!"
"Kenapa?"
"Gue cuma sakit biasa."
"Biasa?"
"Ck," ia memutar bola matanya. "Sakit para cewek, ada tamu!"
Ada jeda beberapa saat, "Kamu kedatengan tamu? Siapa? Ko kamu malah sakit pas dia dateng? Dia nyakitin kamu? Tuhkan! Sekarang juga aku ke sana!"
"EH JANGAN, BEGO!" haduh, harus beralasan seperti apa agar cowok itu mengerti?
Helaan napas terdengar, "Kenapa Lia?" suaranya menggeram tertahan.
"Udah nanti gue minta nyokap bikinin jamu kayak biasa. Pokoknya lo jangan ke sini, kalo ke sini gue bakal marah sama elo selama tiga bulan. Paham?"
"Iya, pa-"
Tut.
Emilia bergumam puas dan segera meraih jaket kulit hitamnya di dalam lemari pakaiannya. Gadis itu dengan sedikit terburu-buru melangkah dan tak sengaja berpapasan dengan Emilio yang sedang duduk di ruang tamu dengan mangkuk sereal di pangkuan.
"Kemana lo?"
Emilia menoleh, "Bukan urusan elo!"
"Abis bohong kan lo sama Dario?" tanya kembarannya itu santai. Emilia sedikit kaget tapi langsung mengubah ekspresinya seperti semula. "Kentara banget emang, Bang?"
Emilio mengangguk. "Dari tadi rasanya gelisah, tapi gelisah samar. Udah pasti elo."
"Yaudah," Emilia terkekeh. "Gue cabut, Bang. Don't tell anyone ya! Awas lu!"
"Iye, ini udah minggir."
Emilia berlalu ke arah halaman depan rumah sembari membawa suara tawanya yang khas.
Meninggalkan Emilio yang mengernyit saat mendapati sebuah pesan dari Dario.
Dario Kampret : Bilangin Lia, jangan lama-lama minta jamunya ke Mama Achel. Terus jangan suruh keluat rumah nanti perutnya makin sakit. Ok? Maaciw adek ipar.
Emilio Alfaro : Iye, bawel.
Emilio Alfaro : Disini gue yang kakak bego, bukan Milia! Bego di pelihara lo!!
Emilio Alfaro : Tuyul di pelihara, biar kaya!
Emilio menghela napas, lagi-lagi ia harus repot melindungi adiknya yang nakal! Menyebalkan.
***