Lagi-lagi di abaikan.
Dario menghela napasnya berat saat ia menatap ponselnya yang menampilkan lockscreen Emilia sedang menggigit sendok yang di hadapannya ada satu mangkuk es krim matcha kesukaanya. Ia mengusap layar ponselnya dan bergumam jika ia rindu Emilia.
***
Kotak bekal itu ada lagi.
Emilia menghela napas saat melihat sebuah bekal yang sudah lima hari ini Dario kirimkan untuknya. Seperti biasa, Dario menyelipkan sebuah surat yang terdapat di atas kotak makan tersebut.
Li, aku kangen :(
Kapan maafin aku, aku udah minta maaf sama kamu lewat surat ini berkali-kali tapi kamu malah bales 'bodo amat' dua kali.
Li aku bener-bener nyesel udah bohongin kamu waktu itu. Aku juga udah gak ajarin dia lagi buat main basket :(
Apa aku keluar aja dari basket ya? Tapi kamu bakal maafin aku ngga? Li please.
Emilia menghela napasnya saat selesai membaca. Okay, ia menyerah, ia mengaku jika dia tidak bisa marah lama-lama kepada Dario. Perlakuannya ketika ia sadar jika salah terlalu manis, Emilia bahkan tersenyum saat membayangkan Dario yang merengek kepadanya.
Gadis berambut pirang itu meraih ponsel di saku bajunya dan membuka aplikasi chat yang ternyata sudah ada ratusan pesan yang belum ia baca khusus dari Dario. Jarinya mengetikkan sesuatu di layar.
Emilia Alfaro : iya, Dariooooo
Dalam waktu kurang dari satu menit, Dario sudah langsung meneleponnya, Emilia spontan tertawa dan semakin gemas pada Dario, ah jadi tambah sayang.
"Halo?"
"ALHAMDULILLAH YA ALLAH!" Emilia menjauhkan sedikit ponselnya dari jangkauan telingannya karena Dario berteriak sangat kencang dan berseru dengan semangat.
"Norak ah!"
"Ih," Emilia mendengar suara merajuk khas Dario yang sedikit ia rindukan mengingat mereka tidak bertemu selama hampir satu minggu. "Sumpah, jantung aku langsung kelojotan!"
"Kelojotan?" Emilia tertawa mendengar bahasa Dario. "Bahasa lo udah kemana-mana Ri. Caur ah!"
"Lia ...," terdengar suara panik dari sebrang telepon. "Lia marah lagi?"
Emilia menahan senyum, Dario sangat menggemaskan. Bagaimana bisa ia marah lama-lama jika Dario seimut ini?
"Udah ah. Gue mau tidur, ngantuk!"
"Ish!" ada jeda sebentar, "Yaudah. Pulsek aku jemput kamu aku traktir matcha yang banyak. Sampe kamu beli tokonya juga nggak apa-apa!"
"Lebay lo!" Emilia mendengkus, tak urung sebuah senyum juga terbit. "Iye bawel, gue tunggu."
***
Emilia melihat sebuah mobil milik Dario sudah terparkir di depan sekolahnya. Dengan senyuman gelinya Emilia menghampiri Dario yang kini melambai sambil tersenyum lebar kepadanya.
Saat dirinya sudah dekat dengan Dario, Emilia terkejut saat Dario menarik dirinya dan memeluknya sangat erat. Ia bahkan hampir tak bisa bernapas.
"Kangen Lia," gumam Dario di ceruk leher Emilia. Emilia membalasnya dan menghiraukan berbagai tatapan yang langsung mengarah ke mereka.
"Jangan marah sama Rio lagi, ya?" Dario melepas pelukannya dan mengacungkan jari kelingking kanannya pada Emilia. Emilia tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingnya juga pada Dario.
Dengan gemas gadis itu mengacak-acak rambut cokelat milik Dario yang di balas dengan senyuman manis oleh cowok itu.
***
"Jadi, akhirnya Papa aku di suruh beli sepuluh kelinci sama Mama Achel. Udah gitu mukanya Mama Achel galak banget, Li, kamu harus lihat waktu itu matanya tajem banget. Aku kan jadi gemeteran takut di pukul sama Mama kamu, waktu dulu kan Mama kamu pentolan Antariksa."
Emilia tertawa kecil, memang, sehabis Emilia bercerita kepada Mamanya. Besoknya Rachel langsung mendatangi rumah Kelvin dan mencari Papanya itu, Rachel memaksa Kelvin memelihara kelinci karena Rachel berkata bahwa Emilia marah kepada Dario karena Dario berbohong soal kelinci.
Kelvin hanya bisa menurut saat dengan seenaknya Rachel memaksa membeli kelinci. Ayolah, Kelvin tidak begitu suka memelihara hewan karena menurutnya makhluk kecil itu mengganggu.
Tapi akhirnya ia juga tak mempermasalahkan lagi karena Frisca juga berkata ia kesepian jika di rumah di tinggal oleh Dario Dan Kelvin bekerja dan bersekolah.
Ingat saat dulu Rachel dan Marchel menikah? Di sana keadaannya Frisca sudah mengandung anak Kelvin. Dan ya, anaknya itu kini bersekolah di Italia dan tinggal bersama adik Kelvin yaitu Keanu yang juga sedang kuliah di sana. Sedangkan Keana memilih tinggal di sini bersama Mama dan Papa dari Kelvin yang sudah berumur.
Derano Alatas dan Dario Alatas hanya bersilisih dua tahun dan mereka sama memiliki paras yang rupawan, hanya saja Derano mewarisi rambut pirang dari Kelvin sedangkan Dario mewarisi rambut cokelat Frisca. Dario juga kadang iri pada Derano memiliki rambut pirang sama seperti Emilia dan Emilio.
"Terus ya, Papa tuh kayak yang nurut banget sama Mama Achel. Aku gak ngerti lagi deh, Li."
Emilia mengangguk dan kembali menyuap es krimnya yang sudah sedikit mencair. Sedari tadi ia mendengarkan dengan tenang cerita-cerita Dario selama kurang dari seminggu tidak bertemu. Emilia membayangkan jika mereka tidak bertemu selama setahun.
Berapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk bercerita?
Dario tersenyum dan menggeser mangkuk dihadapan Emilia yang sudah habis dan menggeser mangkuk miliknya ke arah Emilia. Gadis itu tersenyum dan mulai melahap lagi es krim matcha milik Dario.
Dario mengusap kepala Emilia, "Mau kemana lagi abis ini?"
Emilia menyendok es krimnya lagi, "Hm...," ia menatap keluar jendela. Hari sudah mulai gelap. "Pulang aja, ah."
"Yaudah."
***
"Liaaaaaa!" suara rengekan Dario terdengar saat keduanya sedang berjalan menuju parkiran depan kedai tadi untuk menuju mobil. Di sana Dario menunjuk toko mainan yang berada tak jauh dari kedai. Emilia memutar bola mata, mulai lagi.
"Ape?"
"Dario mau itu," tunjuknya pada sebuah boneka berbentuk boneka salju. "Dario mau olaf! Olafnya imut banget kan, Li. Tapi kalo yang ini mah gak bisa meleleh jadi gak usah di kasih awan salju sendiri!"
Cowok berambut cokelat itu berujar dengan riang dan di tanggapi Emilia dengan putaran bola mata. Bodo amat!
Dario menarik lengan Emilia dengan paksa ke arah toko itu, seketika matanya berbinar saat menangkap banyak mainan di hadapannya. Emilia memandangnya jengah, hell, mainan?
Cowok gue ajaib banget 'kan? ingin rasanya ku kelitikin ginjalnya!
"Lia, Lia, Dario beli ini, ya?" ia mengangkat dua buah boneka berbentuk boneka salju dan memeluknya dengan erat sambil tersenyum sangat lebar. Emilia meringis, ia malu!
"Iya, iya. Udah sana cepet bayar, duit jajan gue abis, dompet gue di sita. Bayar sendiri abis itu kita balik!" ucapnya dengan pelan sambil mendorong bahu Dario.
Dario memanyunkan bibirnya kedepan dan berjalan sembari memeluk dua boneka putih itu.
Tak lama cowok berambut cokelat itu kembali dengan dua boneka berbungkus plastik. Tidak seperti tadi yang cemberut, kini wajahnya kembali cerah seperti baru menemukan uang milyaran.
"Udah?"
Dario mengangguk dan keduanya berjalan ke arah mobil depan kedai tadi. Emilia memasuki mobil Dario yang memiliki aroma cokelat itu dan langsung bersandar pada jok mobil. Dario ikut masuk setelah menaruh dua boneka lumayan besar itu pada jok belakang mobil.
Perjalanan keduanya hening, tak lama mereka sampai di pelataran rumah besar milik Marchel. Emilia melepas sabuk pengamannya dan ingin membuka pintu, tapi kegiatannya berhenti saat Dario menahan sebelah lengannya.
Cowok itu meraih satu boneka tersebut dan menyerahkannya kepada Emilia, Emilia terkekeh sinis. "Lo kasih gue boneka? Are you kidding me, Mr. Dario Alatas?!"
Respon cowok itu berupa decakan manja, "Ck Lia yang cantik! Aku beli dua ya buat kamu, buat nemenin kamu karena suasana di kamar kamu kayaknya flat banget, kasih satu boneka ini nggak bakal buat kamar kamu sesak 'kan? Udah terima aja. Anggap aja ini aku, kalo kamu gak lagi sama aku, kalo mau curhat tapi aku gak ada sama Olaf aja. Dia siap dengerin kamu, udah ya keluar sana trus mandi. Nanti sampe rumah aku chat. Dadah! Aku sayang kamu!"
Dario mendorong Emilia dengan paksa dan akhirnya Emilia menerima boneka itu, Dario membunyikan klaksonnya sekali dan mulai melajukan mobilnya. Emilia memanyunkan bibirnya sambil memukul sekali boneka di pelukannya, tapi sesaat kemudian ia terkekeh dan berbicara dengan gemas,
"Gue juga sayang elo, Childish boy!"
***